10 November 2014

PIRIFORMIS SYNDROM



DEFINISI
Sindrome Piriformis merupakan kondisi neuromuskular dengan ciri khas nyeri pada hip dan bokong. Sindrome ini seringkali terabaikan dalam penatalaksanaan klinis karena gambaran klinisnya mirip dengan kondisi radiculopathy lumbar, dysfungsi sacrum primer, atau disfungsi sacroiliaca joint.
Sindrome Piriformis juga merupakan neuritis perifer dari saraf sciatic yang disebabkan oleh kondisi abnormal dari otot piriformis. Hal ini seringkali kurang tepat didiagnosa dalam klinis. Sindrome piriformis dapat menjadi samar-samar sebagai disfungsi somatik umum lainnya seperti diskitis intervertebralis, radikulopathy lumbar, dysfungsi sacral primer, sacroilitis, sciatica, dan bursitis trochanterica.
Sindrome piriformis merupakan sekumpulan gejala-gejala termasuk nyeri pinggang atau nyeri bokong yang menyebar ke tungkai. Masih ada perbedaan pendapat dari para ahli, apakah sindrome piriformis merupakan kondisi yang jelas ada dan menyebabkan nyeri myofascial dari paha, hipertropi, dan nyeri tekan pada otot piriformis, atau apakah sindrome piriformis merupakan kondisi kompresi dari saraf sciatic yang menyebabkan nyeri neuropatik.
Sindrome piriformis merupakan gangguan neuromuskular yang terjadi ketika saraf sciatic terkompresi atau teriritasi oleh otot piriformis yang menyebabkan nyeri, kesemutan, dan mati rasa atau rasa kebas pada daerah bokong dan sepanjang perjalanan saraf sciatic ke bawah yaitu kearah paha dan tungkai. Diagnosa kondisi ini sulit ditegakkan karena memiliki gambaran klinis yang mirip dengan kompresi akar saraf spinal akibat herniasi diskus.
Sindrome piriformis merupakan kompresi yang reversible pada saraf sciatic oleh otot piriformis. Kondisi ini dapat menyebabkan nyeri yang dalam dan hebat pada daerah bokong, hip, dan sciatica, dengan radiasi nyeri kearah paha, tungkai, kaki dan jari-jari kaki. Pada sindrome piriformis, ketegangan atau spasme otot piriformis dapat menekan saraf sciatic kearah anterior dan inferior. Kondisi nyeri hebat yang dihasilkan dapat menjadi kronik dan menimbulkan kelemahan.
Kemampuan untuk menetapkan sindrome piriformis memerlukan pemahaman yang baik tentang struktur dan fungsi otot pirifomis serta hubungannya dengan saraf sciatic.
ANATOMI
Otot piriformis berperan sebagai eksternal rotator hip, abduktor hip yang lemah, dan fleksor hip yang lemah, serta memberikan stabilitas postural selama ambulasi dan berdiri. Otot piriformis berorigo pada permukaan anterior sacrum, biasanya pada level vertebra S2 – S4, atau mendekati kapsul sacroiliaca joint. Otot ini berinsersio pada bagian medial superior dari trochanter mayor melalui tendon yang mengelilinginya dimana pada beberapa individu bersatu dengan tendon obturator internus dan gemellus. Otot ini dipersarafi oleh saraf spinal S1 dan S2, dan kadang-kadang juga oleh L5.
Otot piriformis termasuk group otot external rotator hip bersama 5 otot lainnya yaitu obturator externus dan internus, gemellus superior dan inferior, dan quadratus femoris. Otot piriformis merupakan otot yang paling superior dari group otot ini dan sedikit diatas dari hip joint.
Otot piriformis memiliki variasi hubungan dengan saraf sciatic. Sebanyak 96% populasi, memiliki saraf sciatic yang muncul pada foramen deep sciatic yang besar sepanjang permukaan inferior dari otot piriformis. Namun terdapat 22% populasi memiliki saraf sciatic yang memotong otot piriformis, split atau membelah otot piriformis, atau kedua-duanya sehingga dapat menjadi faktor resiko dari sindrome piriformis. Saraf sciatic berjalan secara sempurna melalui muscle belly otot, atau saraf tersebut berjalan membelah dengan satu cabang (biasanya bagian fibular) memotong otot piriformis dan cabang lainnya (biasanya bagian tibial) berjalan kearah inferior atau superior sepanjang otot piriformis. Jarang saraf sciatic muncul pada foramen sciatic yang besar sepanjang permukaan superior dari otot piriformis.
Saraf sciatic merupakan seberkas saraf sensorik dan motorik yang meninggalkan fleksus lumbosakralis dan menuju ke foramen infrapiriformis, kemudian keluar pada permukaan belakang tungkai dipertengahan lipatan pantat. Saraf sciatic mengandung saraf sensorik yang berasal dari radiks posterior L4 – S3. Pada spasium poplitea, saraf sciatic bercabang dua dan jauh lebih ke distal tidak lagi menyandang nama saraf sciatic (saraf ischiadikus). Kedua cabang saraf tersebut adalah saraf peroneus komunis dan saraf tibialis.
ETIOLOGI
Sindrome piriformis memiliki dua tipe yaitu primer sindrome piriformis dan sekunder sindrome piriformis. Primer sindrome piriformis memiliki penyebab anatomik seperti saraf sciatic yang split terhadap otot piriformis atau jalur saraf sciatic yang anomali. Sekunder sindrome piriformis terjadi sebagai akibat dari adanya penyebab yang memicu kondisi ini seperti makrotrauma, mikrotrauma, efek massa ischemic dan lokal iscemic. Diantara pasien-pasien sindrome piriformis terdapat sedikitnya 15% kasus yang memiliki penyebab primer (primer sindrome piriformis).
Sindrome piriformis paling sering disebabkan oleh makrotrauma pada daerah bokong yang menyebabkan inflamasi pada jaringan lunak, spasme otot, atau kedua-duanya, yang menghasilkan kompresi saraf sciatic. Mikrotrauma dapat dihasilkan dari adanya overuse (penggunaan yang berlebihan) dari otot piriformis seperti berjalan atau berlari jarak jauh atau oleh adanya kompresi langsung. Sebagai contoh kompresi langsung dapat dihasilkan dari repetitif trauma akibat duduk diatas permukaan yang keras.
Berbeda dengan pendapat Samir Mehta et al (2006), yang menjelaskan tentang penyebab primer dan sekunder sindrome piriformis. Penyebab primer terjadi karena adanya kompresi langsung pada saraf seperti trauma atau akibat faktor intrinsik pada otot piriformis termasuk variasi anomali pada anatomi otot, hipertropi otot, inflamasi kronik otot, dan perubahan sekunder akibat trauma seperti adhesion. Penyebab sekunder mencakup gejala-gejala akibat lesi massa pelvic, infeksi, dan pembuluh darah yang anomali atau ikatan serabut yang melintasi saraf, bursitis pada tendon piriformis, inflamasi sacroiliaca joint, dan kemungkinan myofascial trigger point. Penyebab lainnya mencakup pseudoaneurysma pada arteri gluteal inferior yang berdekatan dengan otot piriformis, sindrome bilateral piriformis akibat duduk dalam waktu yang lama, cerebral palsy yang menyebabkan hipertoni dan kontraktur otot piriformis, total hip arthroplasty, dan myositis ossificans.
GAMBARAN KLINIS
Gejala-gejala yang paling sering terjadi pada sindrome piriformis adalah meningkatnya nyeri setelah duduk dalam waktu 15 – 20 menit. Beberapa pasien mengeluh nyeri diatas otot piriformis (yaitu didaerah bokong), khususnya diatas perlekatan otot di sacrum dan trochanter mayor bagian medial. Gejala-gejalanya dapat bersifat serangan tiba-tiba atau bertahap, biasanya berkaitan dengan spasme otot piriformis atau kompresi saraf sciatic. Pasien-pasien ini biasanya mengeluh sulit berjalan dan nyeri saat internal rotasi ipsilateral tungkai/hip, seperti yang terjadi selama posisi duduk cross-legg atau ambulasi.
Spasme otot piriformis dan disfungsi sacral (seperti torsion) dapat menyebabkan stress pada ligamen sacrotuberous. Stress ini dapat menyebabkan kompresi pada saraf pudendal atau meningkatkan stress mekanikal pada tulang innominate sehingga potensial menyebabkan nyeri pada lipatan paha dan pelvic. Kompresi pada cabang fibular dari saraf sciatic seringkali menyebabkan nyeri atau paresthesia pada posterior paha.
Melalui mekanisme kompensasi atau fasilitasi, sindrome piriformis dapat memberikan kontribusi terhadap nyeri pada cervical, thoracal, dan lumbosacral, serta gangguan gastrointestinal dan nyeri kepala.
Tanda-tanda klinis sindrome piriformis berkaitan secara langsung atau secara tidak langsung terhadap spasme otot, menghasilkan kompresi saraf atau kedua-duanya. Nyeri tekan saat palpasi ditemukan diatas otot piriformis khususnya diatas perlekatan otot di trochanter mayor. Beberapa pasien juga mengalami nyeri tekan saat palpasi di regio sacroiliaca joint, sulcus sciatic yang besar, dan otot piriformis termasuk nyeri yang menjalar ke knee.
Beberapa pasien akan teraba seperti massa sosis di daerah bokong karena adanya kontraksi otot piriformis. Kontraksi otot piriformis juga dapat menyebabkan eksternal rotasi ipsilateral pada hip. Ketika pasien sindrome piriformis relaks dalam posisi tidur terlentang maka kaki ipsilateral akan mengalami eksternal rotasi. Hal ini menunjukkan adanya tanda positif sindrome piriformis. Adanya usaha aktif untuk membawa kaki ke garis tengah tubuh akan menghasilkan nyeri. Beberapa pasien dengan sindrome piriformis juga ditemukan positif Lasegue test, Freiberg test, atau Pace sign, dan biasanya memperlihatkan antalgic gait. Tanda Lasegue adalah nyeri yang terlokalisir ketika tekanan diaplikasikan diatas otot piriformis dan tendonnya, khususnya ketika fleksi hip 90o disertai ekstensi knee. Tanda Freiberg adalah nyeri yang dialami selama gerak pasif internal rotasi hip. Kemudian tanda Pace muncul saat FAIR (fleksi, adduksi, dan internal rotasi) yang melibatkan gejala-gejala sciatic. FAIR test dilakukan dalam posisi tidur miring dengan tungkai yang terlibat di sisi atas, kemudian fleksikan hip 60o, dan fleksi knee 60o – 90o. Sambil menstabilisasi hip, pemeriksa melakukan internal rotasi dan adduksi hip dengan mengaplikasikan tekanan ke bawah pada knee.
Saraf plexus sacral yang menginnervasi otot tensor fascia latae, gluteus minimus, gluteus maximus, adductor magnus, quadratus femoris, dan obturator eksternus juga akan teriritasi oleh otot piriformis. Kelemahan otot ipsilateral juga dapat terjadi jika sindrome piriformis disebabkan oleh anomali anatomik atau jika sindrome piriformis dalam kondisi kronik. Pada beberapa kasus, lingkup gerak sendi juga mengalami penurunan pada internal rotasi hip ipsilateral.
Pada sebagian besar kasus sindrome piriformis, sacrum akan berotasi kearah anterior dan sisi ipsilateral pada axis oblique kontralateral sehingga menghasilkan rotasi kompensasi dari vertebra lower lumbar dalam arah yang berlawanan. Sebagai contoh, sindrome piriformis pada sisi kanan akan menyebabkan torsion sacral ke depan pada sisi kiri. Rotasi sacral seringkali menciptakan tungkai pendek fisiologis sisi ipsilateral.

FISIOTERAPI PADA PIRIFORMIS SYNDROME
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Penegakan diagnosis sindrom piriformis sering dibuat setelah mengeksklusi penyebab ischialgia lain. Robinson pertama kali menyusun penegakan diagnosis berdasar 6 ciri:
1.    Riwayat jatuh pada pantat;
2.    Nyeri pada area sendi sacroiliaca, foramen ischiadicum majus, dan otot piriformis;
3.    Nyeri akut yang kambuh saat membungkuk atau mengangkat;
4.    Adanya massa yang teraba di atas piriformis;
5.    Tanda Laseque positif
6.    Atrofi gluteus.
Hampir 50% pasien sindrom piriformis pernah mengalami cedera langsung pada pantat ataupun trauma torsional pada panggul atau punggung bagian bawah, sisanya terjadi spontan tanpa penyebab yang dapat diidentifikasi.
Beberapa pemeriksaan fisik dapat mendukung diagnosis sindrom piriformis:
1.   Pada posisi telentang, pasien bertendensi menjaga posisi tungkainya sedikit terangkat dan berotasi eksternal (tanda piriformis positif).
2.   Spasme musculus piriformis dapat dideteksi dengan palpasi dalam yang cermat di lokasi otot ini melintasi nervus ischiadicus dengan melokalisir titik tengah antara coccyx dan trochanter major.  
3.   Nyeri ischialgia dan turunnya tahanan otot ditunjukkan dengan cara menahan gerakan abduksi/rotasi eksternal pasien (tes Pace).
4.   Pada posisi telungkup, tes Freiberg memicu nyeri dengan merotasi internal tungkai bawah saat panggul ekstensi dan lutut fleksi 90°.

INTERVENSI FISIOTERAPI
  1. MWD
            Micro Wave Diathermy (MWD) merupakan suatu alat sebagai pengobatan yang menggunakan stessor fisis berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus bolak-balik ber-frekuensi 2450 MHz dengan panjang gelombang 12,25 cm. Efek Terapeutik : Menurunkan nyeri, normalisasi tonus otot melalui efek sedatif, serta perbaikan metabolisme, penyembuhan luka pada jaringan lunak, meningkatkan perbaikan jaringan secara fisiologis.
a.       Friction
Transverse friction adalah suatu teknik manipulasi yang bertujuan untuk
memperbaiki sirkulasi darah, menurunkan rasa nyeri secara langsung, melepas
perlengketan jaringan atau mencegah pembentukan jaringan abnormal pada
jaringan lunak. Gerakan transverse friction adalah gerakan dalam, kecil dan
mendasar. Terutama digunakan untuk pengaruh lokal jaringan otot dan
perlekatan sekitar tendon dan otot. Biasanya dilakukan dengan gerakan
berputar, tetapi pada otot dilakukan gerakan transverse atau melintang,
menyilang pada serabut otot. Friction dilakukan dengan memberi penekanan
dengan permukaan ujung-ujung jari, ibu jari atau jari tengah dibantu  dengan
jari telunjuk. Gerakan friction bervariasi menurut struktur yang diobati, tetapi
pada otot yang gemuk atau tebal perlu tekanan agak dalam. Bila friction
diberikan pada otot, posisikan dalam posisi rileks.
Exercise:
1.      Stretch Piriformis Supine Crossed Leg
Peregangan otot-otot yang memutar pinggul ke arah luar. Berbaring telentang dan meletakkan satu kaki di atas. Rasakan regangan di pinggul dan bokong.  Tahan peregangan selama 8-10 detik, ulangi 5 kali dan peregangan 3 kali sehari.
2.      Stretch Hip/Knee
Metode lain peregangan piriformis dan otot-otot panggul. Berbaring telentang, membawa satu kaki ke lutut yang berlawanan dan tarik ke atas kaki. Tahan peregangan selama 8-10 detik, ulangi selama 5 menit dan peregangan 3 kali sehari.
  3.      Resist Hip with Elastic
Ikatkan elastic pada meja dan ujung yang lain diikat pada pergelangan kaki. Tarik ankle kearah dalam, kembali ke posisi semula dan ulangi lagi. Lakukan latihan 5-8 kali pengulangan setiap hari.
4.      Resist Hip Extension Stand with Elastic
Ikatkan elastic pada meja dan ujung lainnya pada kaki. Dalam posisi berdiri menghadap ke depan lakukan tarikan kaki kearah belakang dan biarkan posisi kaki dalam keadaan lurus. Ulangi latihan 5-8 kali.
 5.      Resist Hip Abduction Sit with Elastic
Duduk pada sebuah kursi, ikatkan elastic pada kedua tungkai tepat pada knee. Lakukan gerakan ke samping melawan elastic secara bersamaan. Ulangi latihan 5-8 kali.




DAFTAR PUSTAKA

Kelly Redden, 2009. Piriformis Syndrome : the other great imitator, Resident Grand Rounds.

Loren M. Fishman, 2009. Piriformis Syndrome, Article, Humana Press Inc, Totowa, New York.

Lori A. Boyajian et al, 2007. Diagnosis and Management of Piriformis Syndrome : An Osteopathic Approach, Review Article, Vol. 108.

Samir Mehta et al, 2006. Piriformis Syndrome, Article Extra-Spinal Disorders, Slipman.

Sara Douglas, 2002. Sciatic Pain and Piriformis Syndrome, http://Gateway/d/Kalindra/ piri_np.htm, acces at March, 30, 2010.

Susan G. Salvo, 1999. Massage Therapy Principles and Practice, W.B. Saunders Company, Philadelphia.

Wikipedia, 2010. Piriformis Syndrome, http://en.wikipedia.org/wiki/Piriformis_ syndrome, acces at March, 30, 2010.


 

07 November 2014

THORACIC OUTLET SYNDROME



DEFINISI
Thoracic outlet syndrome merupakan suatu kondisi dimana terjadinya kompresi pada struktur neurovascular berupa pleksus brakhialis, pembuluh darah arteri serta vena subklavia di daerah apertura superior thoraks. Kelainan ini dapat menyebabkan timbulnya rasa nyeri dan sensasi seperti tertusuk-tusuk jarum pada bahu dan lengan.
EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, insiden TOS mencapai 3-80 kasus per 1000 orang, dimana kasus ini 3 kali lebih banyak pada wanita daripada pria. Kondisi ini banyak dijumpai pada pasien-pasien usia 20-55 tahun. Sebagian besar atlit yang selalu menggunakan aktivitas overhead sering terkena kondisi ini dengan gejala-gejala neurologis. Menurut Magnusson et al, ada 31 % pasien yang mengalami injury pada MVA (motor vehicle accident) dapat terjadi TOS, sedangkan 40 % pasien yang mengalami whiplash injury akan berkembang TOS post-traumatik.
STRUKTUR ANATOMI
Beberapa struktur anatomi fari thoracic outlet syndrome mengundang kontroversi karena terminologinya yang tidak tepat. Secara antomis thoracic outlet merupakan daerah di bagian inferior aperture thoraks yang membatasi daerah membukanya abdomen yang dibatasi oleh segmen kosta terbawah, dan bukan merupakan daerah yang terletak diantara otot scalenus dan costa pertama yang disebut sebagai thoracic inlet. Daerah sempit ini diisi oleh pembuluh darah, saraf dan otot. TOS dapat terjadi salah satunya akibat dari suatu kelemahan otot bahu untuk menyokong clavicula pada tempatnya, sehingga akan menyebabkan suatu suatu pergerakan kebawah dan ke depan yang akan menempatkan dan menyebabkan tekanan terhadap saraf dan pembuluh darah yang terletak diatasnya.
Sindrom klinis yang tampak dari TOS adalah akibat dari gangguan kompresi yang dapat terjadi di tiga daerah anatomis segitiga skaleneus, segitiga kostoklavikular/ruang kostoklavikular ruang subkorakoid. Untuk daerah segitiga skaleneus atau inter-skaleneus dibatasi secara :
  1. Anterior : otot anterior skaleneus
  2. Posterior : otot middle skaleneus
  3. Inferior : permukaan medial kosta pertama
Pada saat istirahat daerah ini secara anatomis sudah sempit, dengan adanya suatu manuver provokatif, akan berakibat bertambah sempitnya daerah ini. Adanya anomali lain pada tulang servikal, otot daerah setempat, serta pita-pita fibrous akan lebih lanjut berperan mempersempit daerah tersebut. Pleksus Brakhialis dan arteri subklavia melewati kosta pertama dan otot skaleneus sedangkan vena subklavia juga melewati kosta pertama hanya saja terletak di bagian luar dari segitiga skaleneus.
Segitiga kostoklavikular dibatasi:
  1. Anterior : 1/3 bagian dari klavikula, ligament kostoklavikular
  2. Posteromedial kosta pertama
  3. Posterolateral : bagian atas scapula
Daerah ini terdiri dari Pleksus Brakhialis, arteri dan vena subklavia serta otot subclavius.
Ruang subcoracoid berada di:
  1. Bagian bawah ruang prosesus coracoid
  2. Bagian bawah atau bagian dalam tendon pectoralis minor
  3. Terletak posterior dari costae
Lokasi tersering terjadinya kompresi adalah daerah segitiga skaleneus dan segitiga/ruang subkorakoid, namun secara klinis akan sulit sekali menentukan lokasi kompresi secara tepat karena kebanyakan gejala berasal dari tekanan kumulatif yang secara dinamis terjadi berbagai tempat di daerah tersebut. Bagian tersering adalah Pleksus Brakhialis (95%), selanjutnya vena subklavia (4%) dan terakhir adalah arteri subklavia (1%).

ETIOLOGI
TOS memiliki berbagai macam penyebab dan penyebab utama berupa sebab mekanik atau postural. Adanya stress, depresif, overuse, habbit semuanya akan menyebabkan posisi kepala kearah depan yang diikuti dengan droopy shoulder dan kolapsnya postur dada sehingga menyebabkan thoracic outlet menjadi sempit dan menekan struktur neurovascular di dalamnya. Adanya accesorius ribs atau fibrous band akan meningkatkan predisposisi dan penyempitan daerah ini sehingga kemungkinan kompresi akan terjadi. Payudara yang besar juga merupakan penyebab dan kontributor terdorongnya dinding dada kearah depan (anterior dan inferior). Teori ini didukung karena menyebabkan peningkatan tekanan diatas otot dada dan mengiritasi jaringan neurovascular sekitarnya. Trauma bias menyebabkan terjadinya dekompensasi atau bergesernya struktur di daerah bahu dan dinding dada, sehingga menyebabkan onset gejala. Sebagai tambahan adanya trauma dengan fraktur klavikula akan berakibat seccara langsung pada kompresi pleksus oleh frakmen tulang, exuberant callus, hematom, atau pseudoaneurisma. Akibat adanya media sternotomi akan mengakibatkan suatu displacement of ribs, yang biasanya berkaitan dengan fiber C8 dan perlu dibedakan dengan tipe yang secara primer mengenai T1. Adanya cedera primer seperti thrombus or aneurysm akan tampak seperti problem tambahan seperti emboli. Tumor seperti pada daerah lobus atas paru-paru (Pancoast Tumor) adalah penyebab lain yang mungkin.
            Namun Secara umum ada tiga penyebab mayor terjadinya TOS yaitu:
  1. Anomali antomi
Yang termasuk didalamnya adalah anomali pada anatomi daerah sgitiga; otot skaleneus terletak lebih kedepandan otot skaleneus posterior terletak lebih kebelakang, serta tepi atas dari kosta pertama terletak lebih ke inferior. Kelainan anatomi lain termasuk tulang servikal ditemukan paling banyak pada kasus arterial TOS tetapi lebih jarang ditemukan daripada jenis venous dan neurologic. Congenital fibromuscular bands dan perpanjangan dari tranverse process of C7; ditemukan sebanyak 80% pada pasien neurogenic TOS.
  1. Trauma / akibat aktivitas repetitif:
Trauma yang sering menyebabkan terjadinya suatu TOS termasuk suatu kecelakaan sepeda bermotor berupa accidental hyperekstension injury yang diikuti dengan suatu fibrosis dan scarring; adanya effort vein thrombosis (suatu thrombosis spontan dari vena aksilaris yang diikuti pergerakan lengan secara tiba-tiba dan cepat), serta meraka para musisi yang sering memainkan instrumen karena sering dalam posisi menahan bahu dalam posisi abduksi atau ekstensi dalam waktu yang lama.

  1. Entrapment saraf pada daerah kostoklavikular
Sering terjadi pada ruang kostoklavikular Antara kosta pertama dan head of the clavicle.
  1. Kesalahan Postur
PATOFISIOLOGI
  • Suatu TOS terjadi akibat pleksus Brakhialis, arteri dan vena subklavia merupakan subjek yang rentan terkena kompresi, karena melalui daerah berupa celah sempit dari basis leher menuju aksila dan lengan bagian atas/proksimal. TOS ini selain merupakan akibat kompresi, juga merupakan akibat injuri, atau iritasi struktur neurovascular pada the root of the neck or upper thoracic region, yang dikelilingi oleh the anterior and middle skaleneus; Antara klavikula dan kosta pertama (kemungkinan akibat enlargement/hypertrophy of the subclavius muscle); atau diatas the pectoralis minor muscle. Beberapa penulis mendefinisikan thoracic outlet sebagai daerah pembuka yang dibatasi oleh kosta pertama secara lateral, the vertebral column medially, and the claviculomanubrial complex anteriorly. Sindrom akibat penekanan pada daerah ini akan bias mengakibatkan primarily neurologic deficit, menyangkut pleksus brakhialis, dan paling sering lower trunk or medial cord; juga bisa menyangkut kompresi dari arteri dan vena subklavia atau keduanya. Terjadinya suatu thrombosis, embolus, or aneurysm pembuluh darah adalah salah satu kemungkinan yang dapat terjadi.
  • Banyak penulis mengemukakan adanya accessory tulang servikal yang berkaitan dengan TOS; tetapi diketahui fibrous bands coming off the accessory ribs diketahui lebih berperan terhadap kelainan/patologi yang terjadi. Didapatkan juga adanya bony fusion of variant tulang servikal, yang berakibat adanya bifid ribs with attached fibrous bands. The bands menyebabkan tethering Pleksus Brakhialis, yang akan menyebabkan traksi dan munculnya gejala. Penulis lain mengemukakanadanya kompresi dan iritasi the neurovascular bundle ke daerah distal diatas the pectoralis minor muscle atau anterior displacement of the humeral head.
  • Sebagai tambahan fraktur klavikula bias menyebabkan bentuk plexopathy akibat expanding hematomas or pseudoaneurysms yang menekan pleksus, dengan periode laten yang bervariasi mengikuti fraktur. Onset lambat dari gejala akan menunjukkan adanya exuberant callus dari tempat penyembuhan fraktur. Adanya suatu non union pada tempat fraktur akan menyebabkan kompresi langsung oleh fragmen lateral yang menarik kearah inferior.
  • Lebih awal ditemukan suatu trapezius weakness due to spinal accaessory nerve injury (following cervical lymph node biopsy) dikatakan mempunyai suatu implikasi langsung terhadap penyebab TOS, sehingga menyebabkan droopy shoulder diikuti dengan secondary compression of the neurovascular bundle, yang secara khusus diperburuk dengan adanya elevasi lengan (abduksi).
KLASIFIKASI
Klasifikasi atau tipe TOS terdiri dari :
  1. Neuromuscular TOS
  2. Vascular TOS
  3. Traumatik
  4. Combined neurovascular TOS
  5. Non Spesifik TOS

KOMPLIKASI
Salah satu komplikasi yang sering terjadi berkaitan dengan TOS adalah komplikasi yang berhubungan yang berhubungan dengan suatu tindakan pascaoperasi dekompresif dari thoracic outlet. Komplikasi tersebut berupa suatu injuri dari struktur neurovascular berupa suatu keluhan salah satunya berupa sindrom horner, nyeri neuropatik post operatif, paresthesia dan suatu hipersensitifitas, hematoma disekitar pleksus brakhialis, pleuritic chest pain.
·         Neurologic : Nyeri kronis
·         Arterial :
-          Thrombosis
-          Thromboembolism
-          Acute ischemia
-          Posttenotic aneurysm formation
·         Venous : Thrombosis
PROGNOSIS
            Tidak diketahui mortalitas berhubungan langsung dengan TOS, morbiditas sering berkaitan dengan turunnya fungsi dari ekstremitas atas, hilangnya pekerjaan dan pencaharian, khususnya ketika kerja menyangkut aktifitas di atas kepala. True neurogenic TOS menyebabkan defisit neurologi. Bergantung dari jumlahinjuri saraf, biasanya terdapat kelemahan dari tangan dan defisit sensorik di daerah distribusi lower trunk. Komplikasi sering pada pleksus brakhialis telah banyak dilaporkan terjadi pada terapi operatif TOS. Neurologic TOS secara umum lebih progresif tetapi dapat membaik secara spontan, sedangkan pada arterial atau venous TOS biasanya membaik dengan terapi yang adekuat.


FISIOTERAPI PADA THORACIC OUTLET SYNDROME
PEMERIKSAAN SPESIFIK:
a.       Addson’s maneuver
Pada saat pasien dalam posisi duduk, lengan pasien diturunkan ke arah samping sambil pasien diinstruksikan untuk melakukan inspirasi dalam dan menahannya lalu kepala diturunkan menuju sisi yang sakit, dan bergantian ke sisi yang sehat dengan leher dilebarkan secara bersamaan. Ketika kepala ditekuk kearah yang tidak terkena atau terkadang pada daerah yang terkena suatu gangguan pada pulsasi arteri yang dimonitor akan terjadi.Hal tersebut biasanya disertai dengan turunnya dan menghilangnya tekanan darah. Tes Addson’s dikatakan positif bila pulsasi dan tekanan darah terganggu. Tes ini sering dimodifikasi dengan suatu rotasi kepala pada sisi yang tidak terkena.
b.      Halstead manuver
Dengan menginstruksikan pasien melakukan postur seperti posisi militer dengan posisi lengan kearah belakang punggung dan dalam posisi kea rah bawah untuk mempersempit ruang kostoklavikular. Periksa arteri radialis dan tes dikatakan positif bila terdapat gangguan pada pulsasi arteri radialis.
c.       Hyperabduction manuver
Dilakukan dengan melakukan hiperabduksi pada bahu hingga 180 derajat dan fleksi siku, pulsasi radialis dimonitor dan sama seperti manuver lain. Positif bila bila terdapat gangguan dan menghilangnya pulsasi radialis.
d.      Roos test
Dengan melakukan suatu elevasi lengan selama 3 menit disertai abduksi bahu sebesar 90 derajat dan rotasi eksternal serta fleksi siku 90 derajat. Kemudian asien diminta untuk membuka dan menutup tangan dengan cepat. Positif bila muncul suatu gejala.
e.       Wright manuver
Dilakukan dengan mengangkat lengan dan menjaga lengan untuk tetap berada di samping telinga dan positif bila terdapat suatu parastesia di daerah tepi scapula menuju ke daerah lower trunk.
f.       Elevated arm stress test
Dilakukan abduksi lengan, siku ditekuk selama 3 menit bersamaan dengan memfleksikan dan melebarkan jari-jari tangan. Hasil positif apabila pasien tidak bias melakukan hal tersebut dalam waktu 3 menit.
g.      Military manuver (Kostoklavikular bracing)
Dilakukan manuver dengan mengangkat dagu dan mendorong sendi bahu kearah belakang pada posisi siap. Dikatakan positif bila memicu timbulnya suatu keluhan.
INTERVENSI FISIOTERAPI
  • Infrared
Inframerah adalah radiasi elektromagnetik dari panjang gelombang lebih panjang dari cahaya tampak, tetapi lebih pendek dari radiasi gelombang radio. Apabila Infrared terkena tubuh,maka tubuh menjadi hangat, dan dapat merangsang dan mengembangkan pembuluh darah.
Efek-efek fisiologis yang dihasilkan oleh IR secara umum antara lain:
1.     Meningkatkan proses metabolisme
Seperti telah dikemukakan oleh hukum Vant’t Hoff bahwa suatu reaksi kimia dapat dipercepat dengan adanya panas atau kenaikan temperatur akibat pemanasan sehingga proses metabolisme menjadi lebih baik.
2.     Vasodilatasi pembuluh darah
Dengan adanya vasodilatasi pembuluh darah maka sirkulasi darah menjadi meningkat, sehingga pemberian nutrisi dan oksigen kepada jaringan akan ditingkatkan, dengan demikian kadar sel darah putih dan antibodi didalam jaringan tersebut akan meningkat. Dengan demikian pemeliharaan jaringan menjadi lebih baik dan perlawanan terhadap agen penyebab proses radang juga semakin baik.
3.     Mempengaruhi jaringan otot
Adanya kenaikan temperatur disamping membantu terjadinya rileksasi juga akan meningkatkan kemampuan otot untuk berkontraksi.
4.     Dapat menyebabkan destruksi jaringan
Ini bisa terjadi apabila penyinaran yang diberikan menimbulkan kenaikan temperatur jaringan yang cukup tinggi dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama, sehingga diluar toleransi pasien.
5.     Menaikkan temperatur tubuh
Penyinaran yang luas yang berlangsung dalam waktu cukup lama dapat mengakibatkan kenaikan temperatur tubuh.
6.     Mengaktifkan kerja kelenjar keringat
Pengaruh rangsangan panas yang di bawa ujung-ujung saraf sensoris dapat mengaktifkan kerja kelenjar keringat di daerah jaringan yang diberikan penyinaran atau pemanasan. Pengeluaran keringat ini kalau berlebihan bisa menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit tubuh.
Efek terapeutik
Efek terapeutik yang dihasilkan dari pemberian IR antara lain (1) mengurangi atau menghilangkan nyeri, (2) rileksasi otot, (3) meningkatkan suplai darah dan, (4) menghilangkan sisa-sisa hasil metabolisme.

Kontra indikasi
Beberapa kondisi yang merupakan kontra indikasi pemberian IR adalah (1) jaringan yang mengalami insufisiensi pada darah, (2) gangguan sensibilitas kulit dan, (3) adanya kecenderungan terjadi perdarahan.

LATIHAN/EXERCISE
  1. Scalene stretch
Duduk atau berdiri dan menggenggam kedua tangan di belakang punggung. Turunkan bahu kiri dan miringkan kepala kearah kanan sampai merasakan regangan. Tahan posisi ini selama 8-10 detik dan kemudian kembali ke posisi awal. Turunkan bahu kanan dan miringkan kepala ke arah kiri kemuadian tahan selama 8-10 detik. Ulangi 5-8 kali di setiap sisi.
  1. Pectoralis stretch
Berediri di pintu terbuka dengan kedua tangan sedikit di atas kepala dan taruh kedua lengan pada kedua sisi pintu. Perlahan-lahan jatuhkan badan ke depan sampai terasa peregangan pada otot dada dan bagian depan bahu. Tahan 8-10 detik, ulangi 5-8 kali.
  1. Scapular squeeze
Sambil duduk atau berdiri dengan lengan berada di samping tubuh, tekan tulang scapula bersama-sama ke arah tengah (ke vertebra) dan tahan selama 8-10 detik ulangi 5-8 kali.
  1. Arm slide on wall
Duduk atau berdiri dengan punggung ke dinding, siku dan pergelangan tangan berada di dinding. Perlahan-lahan angkat kedua tangan keatas setinggi yang anda bisa sambil menjaga siku dan tangan tetap berada di dinding. Ulangi 5-8 kali.
  1. Thoracic extension
Duduk di kursi dan menggenggam kedua tangan di belakang kepala. Secara perlahan lakukan gerakan menengadah dan melihat langit-langit. Ulangi 8-10 kali.
  1. Rowing exercise
Ikatkan perban elastis pada pintu. Duduk pada kursi dengan menekuk lengan dan siku 90 derajat. Tarik kebelakan kedua ujung perban elastis tersebut secara bersama-sama. Lakukan 8-10 kali pengulangan.
  1. Mid-trap exercise
Dengan posisi berbaring dan menempatkan bantal tepat di bawah dada, lengan dan siku lurus ke samping dan jempol mengarah ke atas. Perlahan-lahan angkat tangan keatas secara bersama-sama dan turun secara perlahan. Lakukan 8-10 kali. Bisa juga dilakukan dengan kedua tangan menggenggam sebuah botol.




                                                                                                   


DAFTAR PUSTAKA

Harold, C.U.Jr., Kourlis, H.Jr. 2007. Thoracic outlet syndrome: a 50-year experience at Baylor University Medical Center. Proc. (Bay1 Univ Med Cent), 20(2):125-35. [Cited 2009 March 11]. Available from URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1849872.
Mackinson S.E, Novak, C.B. 2002. Thoracic outlet syndrome. Current problems. Surgery, 39(11):1070-145. [Cited 2009 March 10]. Available from URL: http//www.currprobsurg.com/article/S0011-3840(02)50023-X/pdf.
Rosenbaum, D. 2008. Thoracic outlet syndrome. [Cited 2009 march 12]. Available from URL: http//emedicine.medscape.com/article/96412
Shinghs, M.K., Patel, J. 2007. Thoracic outlet syndrome. 2006.[Cited 2009 March 12]. Available from URL: http//emedicine.medscape.com/article/1143532
Sucher, B.M., Thoracic outlet syndrome. 2006.[Cited 2009 March 12]. Available from URL: http//emedicine.medscape.com/article/316715.