Fenomena nyeri timbul karena adanya kemampuan system saraf untuk mengubah berbagai stimuli mekanik, kimia, termal, elektris menjadi potensial aksi yang dijalarkan ke system saraf pusat.
Berdasarkan patofisiologinya nyeri terbagi dalam:
·
Nyeri nosiseptif atau nyeri inflamasi, yaitu
nyeri yang timbul akibat adanya stimulus mekanis terhadap nosiseptor.
·
Nyeri neuropatik, yaitu nyeri yang timbul
akibat disfungsi primer pada system saraf ( neliola, et at, 2000 ).
·
Nyeri idiopatik, nyeri di mana kelainan patologik
tidak dapat ditemukan.
·
Nyeri spikologik
Berdasarkan factor penyebab rasa nyeri ada yang sering dipakai dalam istilah nyeri osteoneuromuskuler, yaitu :
·
Nociceptor mechanism.
·
Nerve or root compression.
·
Trauma ( deafferentation pain ).
·
Inappropiate function in the control of
muscle contraction.
·
Psychosomatic mechanism.
Apabila elektroterapi ditujukan untuk menghambat mekanisme aktivasi nosiseptor baik pada tingkat perifer maupun tingkat supra spinal. TENS sebagai salah satu cara/upaya dalam aplikasi elektroterapi terhadap nyeri.
Nociceptor:
Sensor elemen yang dapat mengirim signal ke CNS akan hal–hal yang berpotensial membahayakan. Sangat banyak dalam tubuh kita, serabut-serabut afferentnya terdiri dari:
A delta fibres, yaitu serabut saraf dengan selaput myelin yang tipis.
C fibres, serabut saraf tanpa myelin.
Tidak semua serabut-serabut tadi berfungsi sebagai nosiseptor, ada juga yang bereaksi terhadap rangsang panas atau stimulasi mekanik. Sebaliknya nosiseptor tidak dijumpai pada serabut-serabut sensory besar seperti A Alpha, A Beta atau group I, II. Serabut-serabut sensor besar ini berfungsi pada “propioception” dan “motor control”.
Nociceptor sangat peka tehadap rangsang kimia
(chemical stimuli). Pada tubuh kita terdapat “algesic chemical” substance
seperti: Bradykinine, potassium ion, sorotonin, prostaglandin dan lain-lain.
Subtansi P, suatu neuropeptide yang dilepas dan ujung-ujung saraf tepi nosiseptif tipe C, mengakibatkan peningkatan mikrosirkulasi local, ekstravasasi plasma. Phenomena ini disebut sebagai “neurogenic inflammation” yang pada keadaan lajut menghasilkan noxious/chemical stimuli, sehingga menimbulkan rasa sakit.
Subtansi P, suatu neuropeptide yang dilepas dan ujung-ujung saraf tepi nosiseptif tipe C, mengakibatkan peningkatan mikrosirkulasi local, ekstravasasi plasma. Phenomena ini disebut sebagai “neurogenic inflammation” yang pada keadaan lajut menghasilkan noxious/chemical stimuli, sehingga menimbulkan rasa sakit.
Deregulasi Sistem Motorik yang Menyebabkan Rasa Sakit
Kita ketahui hypertonus otot dapat menyebabkan rasa sakit. Pada umumnya otot-otot yang terlibat adalah “postural system”. Nosiseptif stimulus diterima oleh serabut-serabut afferent ke spinal cord, menghasilkan kontraksi beberapa otot akibat “spinal motor reflexes”. Nosiseptif stimuli ini dapat dijumpai di beberapa tempat seperti kulit visceral organ, bahkan otot sendiri. Reflek ini sendiri sebenarnya bermanfaat bagi tubuh kita, misalnya “withdrawal reflex” merupakan mekanisme survival dari organisme.
Disamping berfungsi tersebut, kita juga
sadari bahwa kontraksi-kontraksi tadi dapat meningkatkan rasa sakit, melalui
nosiseptor di dalam otot dan tendon. Makin sering dan kuat nosiseptor tersebut
terstimulasi, makin kuat reflek aktifitas terhadap otot-otot tersebut. Hal ini
akan meningkatkan rasa sakit, sehingga menimbulkan keadaan “vicious circle”,
kondisi ini akan diperburuk lagi dengan adanya ischemia local, sebagai akibat
dari kontrksi otot yang kuat dan terus menerus atau mikrosirkulasi yang tidak
adekuat sebagai akibat dari disregulasi system simpatik.
Pada gambar 1, terlihat input serabut afferent dan organ visceral, kulit, sendi, tendons, otot-otot atau impuls dan otak yang turun ke spinal dapat mempengaruhi rangsangan (exitability) dan alpha dan gamma motorneurons yang berakibat kontraksi otot (muscle stiffness), misalnya meningkatkan input nosiseptif dari viscus abdominalis akan meningkatkan tonus otot-otot abdomen. Atau input nosiseptif dari sendi kapsul dapat meningkatkan “reflex excitability” dan beberapa otot-otot antagonis yang bersangkutan dengan pergerakan sendi tersebut sehingga hal ini dapat memblok sendi tersebut, disebut juga sebagai “neurogenic block”. Pengaruh yang paling besar berasal dari otak, stress dan emosi dapat mengakibatkan “descending excitatory pathways”, sehingga merangsang peningkatan reflek dari otot-otot postural.
Perasaan nyeri tergantung pada pengaktifan serangkaian sel-sel saraf, yang meliputi reseptor nyeri afferent primer, sel-sel saraf penghubung (inter neuron) di medulla spinalis dan batang otak, sel-sel di traktus ascenden, sel-sel saraf di thalamus dan sel-sel saraf di kortek serebri. Bermacam-macam reseptor nyeri primer ditemukan dan memberikan persarafan di kulit, sendi-sendi, otot-otot dan alat-alat dalam pengaktifan reseptor nyeri yang berbeda menghasilkan kuatitas nyeri tertentu. Sel-sel saraf nyeri pada kornu dorsalis medulla spinalis berperan pada reflek nyeri atau ikut mengatur pengaktifan sel-sel traktus ascenden. Sel-sel saraf dari traktus spinothalamicus membantu memberi tanda perasaan nyeri, sedangkan traktus lainnya lebih berperan pada pengaktifan system kontrol desenden atau pada timbulnya mekanisme motivasi-afektif.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa thalamus lebih berperan dalam sensasi nyeri dibandingkan daerah kortek serebri (willis WD, 1995). Meskipun demikian penelitian-penelitian lain membuktikan peranan yang cukup berarti dan kortek serebri dalam sensasi nyeri. Struktur diensepalik dan telesepalik seperti thalamus bagian medial, hipotalamus, amygdala dan system limbic diduga berperan pada berbagai reaksi motivasi dan afektif dari nyeri.
Pada gambar 1, terlihat input serabut afferent dan organ visceral, kulit, sendi, tendons, otot-otot atau impuls dan otak yang turun ke spinal dapat mempengaruhi rangsangan (exitability) dan alpha dan gamma motorneurons yang berakibat kontraksi otot (muscle stiffness), misalnya meningkatkan input nosiseptif dari viscus abdominalis akan meningkatkan tonus otot-otot abdomen. Atau input nosiseptif dari sendi kapsul dapat meningkatkan “reflex excitability” dan beberapa otot-otot antagonis yang bersangkutan dengan pergerakan sendi tersebut sehingga hal ini dapat memblok sendi tersebut, disebut juga sebagai “neurogenic block”. Pengaruh yang paling besar berasal dari otak, stress dan emosi dapat mengakibatkan “descending excitatory pathways”, sehingga merangsang peningkatan reflek dari otot-otot postural.
Perasaan nyeri tergantung pada pengaktifan serangkaian sel-sel saraf, yang meliputi reseptor nyeri afferent primer, sel-sel saraf penghubung (inter neuron) di medulla spinalis dan batang otak, sel-sel di traktus ascenden, sel-sel saraf di thalamus dan sel-sel saraf di kortek serebri. Bermacam-macam reseptor nyeri primer ditemukan dan memberikan persarafan di kulit, sendi-sendi, otot-otot dan alat-alat dalam pengaktifan reseptor nyeri yang berbeda menghasilkan kuatitas nyeri tertentu. Sel-sel saraf nyeri pada kornu dorsalis medulla spinalis berperan pada reflek nyeri atau ikut mengatur pengaktifan sel-sel traktus ascenden. Sel-sel saraf dari traktus spinothalamicus membantu memberi tanda perasaan nyeri, sedangkan traktus lainnya lebih berperan pada pengaktifan system kontrol desenden atau pada timbulnya mekanisme motivasi-afektif.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa thalamus lebih berperan dalam sensasi nyeri dibandingkan daerah kortek serebri (willis WD, 1995). Meskipun demikian penelitian-penelitian lain membuktikan peranan yang cukup berarti dan kortek serebri dalam sensasi nyeri. Struktur diensepalik dan telesepalik seperti thalamus bagian medial, hipotalamus, amygdala dan system limbic diduga berperan pada berbagai reaksi motivasi dan afektif dari nyeri.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan beri komentar sobat di bawah ini!
Komentar sobat akan sangat bermanfaat bagi kemajuan blog ini! :D Jangan lupa follow blog ini juga ;)
Mohon untuk tidak menggunakan nama ANONIM!
No SPAM !!!