Hakikat Ilmu
Ilmu
tidak bisa terlepas dari pengetahuan karena keduanya berhubungan sangat
erat. Ilmu yang di dalam bahasa inggris
disebut sebagai science, merupakan pengetahuan
yang diperoleh melalui metode ilmiah. Ilmu bukan hanya sekedar kumpulan dari
fakta-fakta walaupun didalamnya juga terdapat berbagai fakta, namun di dalam
ilmu juga terdapat teori, hukum, prinsip dan lain sebagainya (Jujun S., 2005).
Pengetahuan merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek
tertentu. Pengetahuan merupakan sumber jawaban dari berbagai pertanyaan yang
muncul pada kehidupan. Pengetahuan dapat dimiliki berkat adanya pengalaman atau
melalui interaksi antar manusia maupun dengan lingkungannya.
Ilmu merupakan bagian dari
pengetahuan akan tetapi tidak semua pengetahuan dapat dikatakan sebagai ilmu.
Pengertian ilmu dan pengetahuan nampak lebih jelas menurut Rinjin (1997) dimana
ilmu merupakan keseluruhan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan
logis, bukanlah sekedar kumpulan fakta tetapi pengetahuan yang mempersyaratkan
objek, metoda, teori, hukum, atau prinsip. Menurut The Liang Gie (1991)
menyatakan bahwa ilmu dapat dipandang sebagai proses, prosedur dan produk.
Sebagai proses ilmu terwujud dalam aktivitas penelitian. Sebagai prosedur ilmu
tidak lain adalah metoda ilmiah. Dan sebagai produk ilmu merupakan pengetahuan
yang tersusun secara sistematis. Pandangan tentang ilmu tersebut merupakan
keastuan yang logis dan harus ada secara berurutan dimana ilmu harus diusahakan
dengan aktivitas tertentu yaitu penelitian ilmiah. Aktivitas tersebut harus
dilaksanakan dengan metoda ilmiah yang diharapkan menghasilkann pengetahuan
ilmiah.
Filsafat yang merupakan salah satu
kajian ilmu sekarang berkembang dan melahirkan tiga dimensi utama sekaligus
sebagai obyek kajiannya. Ketiga dimensi utama filsafat ilmu ini adalah ontologi
(apa yang menjadi obyek suatu ilmu), epistemologi (cara mendapatkan ilmu), dan
aksiologi (untuk apa ilmu tersebut).
Ontologi
Ontologi
terdiri dari dua suku kata, yakni ontos dan logos. Ontos berarti
sesuatu yang berwujud (being) dan logos berarti ilmu. Jadi ontologi
adalah bidang pokok filsafat yang mempersoalkan hakikat keberadaan segala
sesuatu yang ada menurut tata hubungan sistematis berdasarkan hukum sebab
akibat yaitu ada manusia, ada alam, dan ada kausa prima dalam suatu hubungan
yang menyeluruh, teratur, dan tertib dalam keharmonisan (Suparlan Suhartono,
2007).
Ontologi
dapat pula diartikan sebagai ilmu atau teori tentang wujud hakikat yang ada.
Obyek ilmu atau keilmuan itu adalah dunia empirik, dunia yang dapat dijangkau
pancaindera. Dengan demikian, obyek ilmu adalah pengalaman inderawi. Dengan
kata lain, ontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hakikat sesuatu yang
berwujud (yang ada) dengan berdasarkan pada logika semata. Pengertian ini didukung
pula oleh pernyataan Runes bahwa “ontology is the theory of being qua being”,
artinya ontologi adalah teori tentang wujud.
Jujun
Suriasumantri (2005), bahwa ontologi membahas apa yang ingin diketahui atau
dengan kata lain merupakan suatu pengkajian mengenai teori tentang ada. Dasar
ontologis dari ilmu berhubungan dengan materi yang menjadi obyek penelaahan
ilmu. Berdasarkan obyek yang telah ditelaahnya, ilmu dapat disebut sebagai
pengetahuan empiris, karena obyeknya adalah sesuatu yang berada dalam jangkauan
pengalaman manusia yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh
panca indera manusia. Berlainan dengan agama dan bentuk-bentuk pengetahuan
lain, ilmu membatasi diri hanya kepada kejadian-kejadian yang bersifat empiris,
selalu berorientasi terhadap dunia empiris.
Ontologi
sebagai cabang filsafat yang membicarakan tentang hakikat benda bertugas untuk
memberikan jawaban atas pertanyaan “apa sebenarnya realitas benda itu? apakah
sesuai dengan wujud penampakannya atau tidak?”. Dari teori hakikat (ontologi)
ini kemudian muncullah beberapa aliran dalam persoalan keberadaan, yaitu:
1. Keberadaan dipandang dari segi jumlah
(kuantitas)
a.
Monisme, aliran yang menyatakan bahwa hanya satu keadaan fundamental.
Kenyataan tersebut dapat berupa jiwa, materi, Tuhan atau substansi lainnya yang
tidak dapat diketahui.
b.
Dualisme (serba dua), aliran yang menganggap adanya dua substansi yang
masing-masing berdiri sendiri. Misal dunia indera (dunia bayang-bayang) dan
dunia intelek (dunia ide).
c.
Pluralisme (serba banyak), aliran yang tidak mengakui adanya sesuatu
substansi atau dua substansi melainkan banyak substansi, misalnya hakikat
kenyataan terdiri dari empat unsur yaitu udara, api, air dan tanah
(empedogles).
2.
Keberadaan dipandang dari segi sifat, menimbulkan beberapa aliran, yaitu:
a.
Spiritualisme, mengandung arti ajaran yang menyatakan bahwa kenyataan yang
terdalam adalah roh yaitu roh yang mengisi dan mendasari seluruh alam.
b.
Materialisme, adalah pandangan yang menyatakan bahwa tidak ada hal yang nyata
kecuali materi.
3.
Keberadaan dipandang dari segi proses, kejadian, atau perubahan
a.
Mekanisme (serba mesin), menyatakan bahwa semua gejala atau peristiwa dapat
dijelaskan berdasarkan asas mekanik (mesin).
b.
Teleologi (serba tujuan), berpendirian bahwa yang berlaku dalam kejadian
alam bukanlah kaidah sebab akibat tetapi sejak semula memang ada sesuatu
kemauan atau kekuatan yang mengarahkan alam ke suatu tujuan.
c.
Vitalisme, memandang bahwa kehidupan tidak dapat sepenuhnya dijelaskan secara
fisika, kimia, karena hakikatnya berbeda dengan yang tak hidup.
d.
Organisisme (lawannya mekanisme dan vitalisme). Menurut organisisme, hidup
adalah suatu struktur yang dinamik, suatu kebulatan yang memiliki bagian-bagian
yang heterogen, akan tetapi yang utama adalah adanya sistem yang teratur.
Epistemologi
Epistomologi
berasal dari bahasa Yunani ”episteme” dan ”logos”. ”Episteme”
berarti pengetahuan (knowledge),”logos” berarti teori. Dengan demikian
epistomologi secara etimologis berarti teori pengetahuan. (Rizal, 2001). Epistomologi
mengkaji mengenai apa sesungguhnya ilmu, dari mana sumber ilmu, serta bagaimana
proses terjadinya. Dengan menyederhanakan batasan tersebut, Brameld (Noor
Syam, 1984) mendefinisikan epistomologi sebagai “it is epistemologi that
gives the teacher the assurance that he is conveying the truth to his student”.
Definisi tersebut dapat diterjemahkan sebagai “epistomologi memberikan
kepercayaan dan jaminan bagi guru bahwa ia memberikan kebenaran kepada
murid-muridnya”.
Epistemologi
dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau
sumber, struktur, metode dan syahnya (validitas) pengetahuan. Dalam
metafisika/ontologi, pertanyaan pokoknya adalah “apakah ada itu?”, sedangkan
dalam epistemologi pertanyaan pokoknya adalah “apa yang dapat saya ketahui?”.
Persoalan-persoalan dalam epistemologi adalah 1) Bagaimanakah manusia dapat
mengetahui sesuatu?; 2) Dari mana pengtahuan itu dapat diperoleh?; 3)
Bagaimanakah validitas pengetahuan itu dapat dinilai?.
Menurut IAIN (2011), epistemologi atau teori
pengetahuan ialah cabang filsafat yang berurusan
dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengendalian-pengendalian dan
dasar-dasarnya serta pengertian mengenai pengetahuan yang dimiliki mula-mula
manusia percaya bahwa dengan kekuatan pengenalannya ia dapat mencapai realitas
sebagaimana adanya. Mereka mengandaikan begitu saja bahwa pengetahuan mengenai
kodrat itu mungkin, meskipun beberapa di antara mereka menyarankan bahwa
pengetahuan mengenai struktur kenyataan dapat lebih dimunculkan dari sumber-sumber
tertentu ketimbang sumber-sumber lainya.
Berbagai tindakan untuk memperoleh
pengetahuan secara garis besar dibedakan menjadi dua, yaitu secara nonilmiah,
yang mencakup : a)
akal sehat, b) prasangka, c) intuisi, d) penemuan kebetulan dan cobacoba,
dan e) pendapat otoritas dan
pikiran kritis, serta tindakan secara ilmiah. Usaha yang dilakukan secara
nonilmiah menghasilkan pengetahuan
(knowledge), dan bukan science. Sedangkan melalui usaha yang bersifat ilmiah
menghasilkan pengetahuan
ilmiah atau ilmu.
Aksiologi
Menurut IAIN (2011), aksiologi merupakan
sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan ilmu semua keperluan
dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah. Dengan
kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan kemudahan lainnya seperti
transfortasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi, dan lain sebagainya. Seorang
ilmuwan akan dihadapkan pada kepentingan-kepentingan pribadi ataukah
kepentingan masyarakat akan membawa pada persoalan etika keilmuan serta masalah
bebas nilai. Pekembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan telah menciptakan
berbagai bentuk kemudahan bagi manusia, bahwa ilmu pengetahuan dan teknologinya
merupakan berkah dan penyelamat bagi manusia, terbebas dari kutuk yang membawa
malapetaka dan kesengsaraan? Memang dengan jalan mempelajari teknologi seperti
pembuatan bom atom, manusia bisa memanfaatkan wujudnya sebagai sumber energi.
Di bidang etika, tanggugung jawab seorang ilmuan, bukan lagi memberi informasi
namun harus memberi contoh. Dia harus bersifat objektif, terbuka, menerima,
keritik menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendirian yang dianggap benar
dan kalau berani mengakui kesalahan.
Makna aksiologi ilmu bisa diartikan sebagai teori nilai yang
berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Seperti diketahui
setiap pengetahuan, termasuk pengetahuan ilmiah, mempunyai tiga dasar, yaitu
ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Aksiologi ilmu ialah ilmu pengetahuan
yang menyelidiki hakikat nilai-nilai yang terkandung dalam ilmu, yang umumnya ditinjau
dari sudut pandang kefilsafatan.
Dasar aksiologis ilmu membahas tentang manfaat yang diperoleh
manusia dari pengetahuan yang didapatkanya. Tidak dapat dipungkiri bahwa ilmu
telah memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia dalam mengendalikan kekuatan-kekuatan
alam. Dangan mempelajari atom kita dapat memanfaatkan untuk sumber energi bagi
keselamatan manusa, tetapi hal ini juga dapat menimbulkan malapetaka bagi
manusia. Penciptaan bom atom akan meningkatkan kualitas persenjataan dalam
perang, sehingga jika senjata itu dipergunakan akan mengancam keselamatan umat
manusia.
Aksiologi
adalah filsafat yang secara khusus mengkaji cita-cita, sistem nilai atau
nilai-nilai mutlak (tertinggi), yaitu nilai-nilai yang dianggap sebagai “tujuan
utama”. Nilai-nilai ini dalam filsafat adalah al-haq (kebenaran),
kebaikan dan keindahan. Oleh karena itu pembahasan tentang filsafat nilai ini
dibagi menjadi tiga bagian:
·
Logika (membahas nilai
kebenaran yang membantu kita pada komitmen kebenaran dan menjauhi kesalahan)
·
Etika/filsafat moral
(membahas nilai kebaikan, kewajiban dan tanggung jawab moral)
·
Ilmu estetika (membahas
nilai keindahan)
DAFTAR PUSTAKA
IAIN. 2011. Dasar-Dasar
Ilmu (Ontologi, Epistemologi, Aksiologi). Fakultas Syariah IAIN, Sumatera
Utara.
Jujun, S.
Suriasumantri. (2005) Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer. Jakarta
: Sinar Harapan.
Noor Syam, Mohammad.
(1984). Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan. Surabaya:
Pancasila Usaha Nasional
Rinjin, Ketut. (1997) Pengantar
Filsafat Ilmu dan Ilmu Sosial Dasar. Bandung : CV Kayumas.
Rizal Mustansyir dan
Misnal Munir. (2001). Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Suparlan, Suhartono.
(2007). Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Kelompok Penerbit Ar-Ruzz
Media.
The Liang Gie. (1991) Pengantar
Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Liberty.
Thanks for sharing. I hope it will be helpful for too many people that are searching for this topic. Keep posting and keep this forum a great place to learn things.
ReplyDelete