30 April 2011

Download Game Monster Rancher 2

Download Game Monster Rancher 2




Uploader: Renzonokuken
Category : Games
Size: 430.37MB
Server : Indowebter
Original name: MR 2.ISO


29 April 2011

Download Game PS1 Driver

Download Game PS1 Driver



Uploader: rendy1287 
 Category : Games
Size: 375.47MB
Server : Indowebter
Original name: Driver.rar
 
 

28 April 2011

Dragon Ball Trilogy (Japan) Free Download

Dragon Ball Trilogy(Japan) Free Download
 

Uploader: rendy1287
Category : Fighting Game
Size: 387.88MB
Server : Indowebster
Original name: Dragon Ball Trilogy (Japan).rar



Dragon Ball GT: Final Bout (USA) Free Download

Dragon Ball GT: Final Bout (USA) Free Download


Pada kesempatan kali ini saya share game DRAGON BALL GT, sobat blogger pasti sudah tau kan game yg satu ini. Game yang terkenal dari serial animasi di tv ini sangat enak untuk dimainkan untuk sekedar hiburan saja.
sobat bloger yang ingin mencoba silahkan download link dibawah.

Screenshot :
 

Uploader: rendy1287 
Category : Fighting Games
Size: 53.28MB
Original name: DragonBall GT - Final Bout (U).rar


Atau
Download: (megaupload credit to: Manslayergoku)

Download: (4shared credit to: Sedan75)
 Password : hotplug

Download: (mediafire credit to: quang_1327)

Dinasty Warrior Free Download

Dinasty Warrior Free Download

undefined

Title: Dynasty Warrior,Dynasty,Warrior
Uploader: smartcom
Size: 290.34MB
Server : Indowebster
Original name: Dynasty+Warriors.rar


27 April 2011

Aplikasi teknologi fisioterapi dan efek fisiologis teknologi fisioterapi pada hemiparese dextra oleh karena stroke non haemorhagik


Pada sub bab ini penulis akan membahas teknologi fisioterapi yang berhubungan dengan masalah yang dibahas, teori – teori pendukung terhadap aplikasi teknologi fisioterapi dan efek fisiologis teknologi fisioterapi pada hemiparese dextra oleh karena stroke non haemorhagik. Terapi pada masing – masing fase tidak terpisah melainkan merupakan suatu kesatuan, terapi fase flaccid merupakan persiapan terapi pada fase spastik.
Modalitas Fisioterapi yang digunakan untuk menangani kondisi stroke stadium akut atau flaccid ini, bertujuan untuk;
(1) mencegah komplikasi pada fungsi paru akibat tirah baring yang lama.
(2) menghambat spastisitas, pola sinergis ketika ada peningkatan tonus.
(3) mengurangi oedem pada anggota gerak atas dan bawah sisi sakit .
(4) merangsang timbulnya tonus kearah normal, pola gerak dan koordinasi gerak.
(5) meningkatkan kemampuan aktifitas fungsional. Pelaksanaan terapi dilakukan pada ruang ICU dan bangsal rawat inap.
Adapun teknik yang digunakan oleh penulis disini diantaranya :
1). Passive breathing excercise
Karena sudah satu minggu pasien mengalami serangan stroke.Dan saat ini sebagian besar waktunya digunakan untuk tiduran oleh pasien. Istirahat yang cukup lama dibed dan inaktifitas akan menurunkan metabolisme secara umum .Hal ini mengakibatkan penurunan kapasitas fungsional pada sistim tubuh yang komplek, dengan manifestasi klinis berupa sindrom imobilisasi (Saleem dan Vallbona).
Pada pasien yang menderita defisit neurologis efek imobilisasi berakibat pada penurunan kapasitas fungsional. Hal ini menyebabkan membutuhkan waktu yang lama untuk mengembalikan potensi fungsi maksimal yang dimiliki pasien. Manifestasi klinik sindrom imobilisasi salah satunya pada sistem respirasi yang berupa :
(a) penurunan kapasitas vital
(b) penurunan ventilasi volunter maksimal
(c) perubahan regional dalam ventilasi/perfusi
(d) gangguan mekanisme batuk.
2). Positioning
Setiap posisi atau gerak dari pasien harus selalu berada dalam lingkup pola penyembuhan atau berlawanan dengan pola spastisitas yang timbul kemudian, posisi dan latihan gerak dalam pola penyembuhan harus sejak dini dilaksanakan.Pengaturan posisi yang benar dengan posisi anatomis, ini bermanfaat untuk menghambat pola sinergis dan spastisitas ketika adanya peningkatan tonus. Posisi tidur terlentang, posisi bahu dan lengan diletakkan diatas bantal sehingga bahu sedikit terdorong ke depan (protaksi) karena pada paisen stroke cenderung untuk terjadi retraksi bahu.Posisi bantal diletakkan dibawah tungkai bawah dengan maksud agar panggul tidak jatuh kebelakang dan tungkai tidak eksternal rotasi. Posisi miring kesisi sehat berfungsi agar tidak terjadi dekubitus dan untuk mencegah komplikasi fungsi paru akibat tirah baring yang lama karena karena sangkar thorak terfiksir dalam posisi ekspirasi, dengan posisi bahu protaksi dan lengan lurus didepan bantal.Posisi miring kesisi sakit, dengan posisi bahu terdorong kedepan dan tidak tertindih akan memberikan rasa berat badan pada sisi lumpuh.Pengaturan posisi elevasi pada ekstremitas bawah dan ekstremitas atas berguna untuk menurunkan oedem dengan menganut prinsip gravitasi dengan postural drainage lewat pembuluh darah dan limfe.Pengaturan posisi furniture pasien disisi lumpuh dengan tujuan (1) rotasi kepala yang diikuti mata paisen secara otomatis kearah benda yang terletak dimeja menimbulkan suatu kebiasaan untuk meluruskan lengan yang sakit dalam pola penyembuhan (2) berat badan bergeser kerah sisi tubuh terutama sendi panggul, merangsang kesadaran akan sisi yang paralisis (3) gerakan memutar bahu terhadap panggul merupakan gerakan penting dalam mencegah spastisitas.
3). Stimulasi taktil terhadap kulit, otot, persendian dengan tehnik – tehnik: tapping, swiping, aproksimasi.
Stimulasi taktil pada prinsipnya harus menimbulkan kontraksi otot, sehingga akan merangsang golgi tendon dan muscle spindle.Impuls yang berasal dari gelondong otot dan organ tendon dikirim oleh serat konduksi yang paling kaya bermyelin yaitu serat Ia.Impuls propioseptif lain yang berasal dari reseptor fasia, sendi dan jaringan ikat yang lebih dalam, berjalan dalam serat yang kurang bermyelin.Ketukan, swiping, tapping dan aproksimasi akan merangsang propioseptor pada kulit dan persendian, gelondong otot akan bereaksi dengan dikirimnya impuls ke motoneuron anterior, perangsangan neuron ini menyebabkan peningkatan kontraksi secara singkat. Rangsangan pada muscle spindle dan golgi tendon akan diinformasikan melalui afferen ke susunan saraf pusat sehingga akan mengkontribusikan fasiltas dan inhibisi (gracanin).Rangsangan taktil yang diulang-ulang akan memberikan informasi ke “supraspinal mechanisme” sehingga terjadi pola gerak yang terintegrai dan menjadi gerakan-gerakan pola fungsional. Stimulasi taktil melalui saraf motoris perifer melatih fungsi tangan “graps” dan “release” serta dapat memberikan fasilitasi pada otot yang lemah dalam melakukan gerakan .
4). Latihan gerak pasif dengan pola gerak propioceptive neuromusculer fasilitation dengan tehnik rhytmical initiation .
PNF adalah kependekan dari propioceptive Neuromuscular Fasilitation. Dimana maksud dari fasilitasi disini adalah membuat lebih mudah.Dengan demikian kita bisa memberikan tindakan dengan efisien dengan selalu memperhatikan ketepatan dan fungsi gerakan yang dilakukan pasien.Propiceptieve, dengan metode PNF maka akan semakin diperkuat dan diintensifkan rangsangan – rangsangan spesifik melalui receptor yaitu panca indra dan atau propioceptor.Neuromusculair, juga untuk meningkatkan respons dari sistem neouromusculair. Filosofi dari PNF adalah menangani atau mengobati pasien secara total dengan tujuan mencapai fungsi-fungsi yang optimal dari pasien.PNF berlatar belakang atas konsep sebagai berikut : bahwa kehidupan (dalam arti sempit) adalah sederetan reaksi atas sederetan rangsangan – rangsangan yang diterimanya.Manusia dengan cara demikian akan dapat mencapai bermacam – macam kemampuan motorik.Bila ada gangguan terhadap mekanisme neuromusculair, berarti seseorang tidak dalam kondisi untuk siap bereaksi terhadap rangsangan -rangsangan yang datang sehingga dia tidak mampu untuk bereaksi kearah yang tepat seperti yang dikehendaki.Metode PNF berusaha memberikan rangsangan – rangsangan yang sesuai dengan reaksi yang dikehendaki, yang pada akhirnya akan dicapai kemampuan atau gerakan yang terkoordinasi.Lewat rangsangan – rangsangan tadi fisioterapis berusaha untuk mengaktifkan lagi mekanisme yang latent dan cadangan –cadangannya dengan tujuan utama untuk meningkatkan kemampuan fungsional.Metode PNF menganut prinsip – prinsip (1) Ilmu proses tumbuh kembang, perkembangan motoris berkembang dari cranial ke caudal dan dari proksimal ke distal.Gerakan terkoordinasi pada orang dewasa berlangsung dari distal ke proksimal.Gerakan selalu sebelumnya didahului dengan kontrol sikap (stabilisasi), dimana stabilisasi akan menentukan kualitas dari gerakan (2) Prinsip Neurofisiologis, Overflow principe; motoris impuls dapat diperkuat oleh motoris impuls yang lain dari group otot yang lebih kuat yang dalam waktu bersamaan berkontraksi, dimana otot –otot tersebut kira – kira mempunyai fungsi yang sama (otot – otot synergis).overflow principe akan menimbulkan apa yang disebut irradiatie atau summatie.Rangsangan saraf motoris mempunyai ambang rangsang tertentu (semua atau tidak sama sekali).(3) Prinsip ilmu gerak, latihan – latihan isometris ditujukan untuk memperbaiki sikap sedangkan latihan isotonis ditujukan untuk memperbaiki gerakan.Gerakan tunggal murni tidak ada dalam kehidupan, otak hanya mengenal aktifitas otot secara group bukan gerakan individual,setiap gerakan terjadi dalam arah tiga dimensi.gerakan akan semakin kuat bila terjadi bersama – sama dengnan gerakan total yang lain.Dengan dasar – dasar tersebut, metode PNF menyusun latihan – latihan dalam gerakan – gerakan yang selalu melibatkan lebih dari satu sendi dan mempunyai 3 komponen gerakan.Latihan akan lebih cepat berhasil apabila pasien secara penuh mampu melakukan suatu gerakan dari pada bila hanya melakukan sebagian saja.Hindarkan faktor – faktor yang menghambat latihan misal latihan seharusnya tanpa menimbulkan rasa sakit, pengulangan – pengulangan yang banyak dan bervariasi, sikap posisi awal akan memberikan hasil yang lebih baik, aktifitas yang lama penting untuk meningkatkan kekuatan, koordinasi, kondisi dari sistem neuromusculair.Tehnik – tehnik PNF adalah alat fasilitasi yang dipilih dengan maksud yang spesifik, tehnik – tehnik tersebut mempunyai maksud (1) mengajarkan pola gerak, menambah kekuatan otot (3) relaksasi (4) memperbaiki koordinasi (5) memperbaiki gerak (6) mengajarkan kembali gerakan (7) menambah stabilisasi.
5) Mobilisasi dini dengan latihan secara pasif dan aktif.
Pemulihan motorik ialah kembalinya fungsi motorik yang disebabkan oleh pemulihan sistem saraf pada daerah otak yang terkena.Pemulihan motorik sangat bervariasi, banyak diantara mereka yang mengalami pemulihan lengkap (recovery completely) namun tidak sedikit pula yang harus berlatih keras guna memperoleh kembali kemampuan fungsionalnya atau bahkan banyak diantaranya harus menjalani kehidupannya dengan beberapa disabilitas.
Pemulihan motorik terjadi melalui dua mekanisme utama yaitu
(1) resolusi dari faktor – faktor lokal yang merusak dan ini biasanya merupakan pemulihan spontan yang umumnya berlangsung antara 3 sampai dengan 6 bulan. Bahkan proses ini bisa hanya dalam beberapa hari sampai beberapa minggu, proses ini meliputi pengurangan oedem lokal, perbaikan sirkulasi darah lokal dan penyerapan jaringan yang rusak
(2) Neuroplastisitas yang terjadi pada stadium lanjut, penderita stroke mempunyai hubungan bermakna terhadap reorganisasi yang disebut “Neural Plasticity” dalam proses perbaikan sistem sarafnya. penyembuhan saraf penderita stroke harus ditangani secara menyeluruh sejak fase awal hingga fase penyembuhan salah satu pendekatannya adalah pendekatan fisik (physical therapy). ( Purbo kuntono, 1997)
Proses perbaikan pada penderita stroke, pada fase awal perbaikan fungsional neurologi berupa perbaikan lesi primer oleh penyerapan kembali oedema di otak dan membaiknya sistem vaskularisasi.Dalam beberapa waktu kemudian berlanjut ke perbaikan fungsi aksonal atau aktivasi sinaps yang tidak efektif.Pada penderita stroke, perbaikan fungsi neuron berlangsung kurang lebih dalam waktu satu tahun. Prediksi perbaikan ini sangat tergantung dari luasnya defisit neurologi awal, perkembangan lesi, ukuran dan topis kelainan di otak, serta keadaan sebelumnya. Keadaan ini juga dipengaruhi oleh usia nutrisi dan tindakan terapi (fisioterapi) yang juga merupakan faktor yang menentukan dalam proses perbaikan.Kemampuan otak untuk memodifikasi dan mereorganisasi fungsi dari fungsi yang mengalami cendera\kerusakan disebut “neural plastisity”
Otak mempunyai kemampuan untuk beradaptasi, memperbaiki, mengatasi perubahan lingkungan nya (bahaya-bahaya) melalui penyatuan neuronal kembali yang dikelompokan menjadi :
(1) Sprouting ( Collateral Sprouting ) merupakan respon neuron daerah yang tidak mengalami cendera dari sel-sel yang utuh ke daerah yang debervasi setelah ada cendera.Perhatikan fungsi SSP dapat berlangsung beberapa bulan atau tahun setelah cendera dan dapat terjadi secara luas di otak pada daerah setal nukleus, hipokampus, dan sistem saraf tepi.
(2) Unmasking, dalam keadaan normal, banyak akson dan sinaps yang tidak aktif. Apabila “ Jalur Utama” mengalami kerusakan maka fungsinya akan diambil oleh akson menurut wall dan kabath, jalur sinapsis mempunyai mekanisme homestatik, dimana penurunan masukan akan menyebabkan naiknya eksitabilitas sinapsnya .
(3)Diachisia (Dissipation of diachisia) keadaan dimana terdapat hilangnya kesinambungan fungsi atau adanya hambatan fungsi dari traktus-traktus sentral di otak (Purbo kuntono, 1997 yang dikutip dari Meryl Roth Gesch M, 1992) .
Maka perbaikan fungsi pada penderita post stroke dapat dilakukan melalui dua cara : (1) Latihan gerak atau mobilisasi dini untuk mempengaruhi fasilitas dan mendidik kembali fungsi otot terhadap sisi anggota yang lesi (2) Latihan untuk mempengaruhi gerak kompensasi sebagai pengganti daerah yang akan lesi.
Pada fase penyembuhan ini latihan sangat berpengaruh dalam derajat maupun kecepatan perbaikan fungsi.Mobilisasi dengan latihan pasif dan latihan aktif sedini mungkin yang dilakukan serta berulang-ulang akan menjadi gerak yang terkontrol atau terkendali.


Fisioterapi Pada Emfisema


Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada Survei Kesehatan Rumat Tangga (SKRT) 1986 asma, bronkitis kronik dan emfisema menduduki peringkat ke-5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT DepKes RI menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronis dan emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab tersering kematian di Indonesia . Penyakit bronchitis kronik dan emfisema di Indonesia meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah orang yang menghisap rokok, dan pesatnya kemajuan industri.
Di negara-negara barat, ilmu pengetahuan dan industri telah maju dengan mencolok tetapi telah pula menimbulkan pencemaraan lingkungan dan polusi. Ditambah lagi dengan masalah merokok yang dapat menyebabkan penyakit bronkitis kronik dan emfisema . Di Amerika Serikat kurang lebih 2 juta orang menderita emfisema.Emfisema menduduki peringkat ke-9 diantara penyakit kronis yang dapat menimbulkan gangguan aktifitas . Emfisema terdapat pada 65 % laki-laki dan 15 % wanita . Data epidemiologis di Indonesia sangat kurang. Nawas dkk melakukan penelitian di poliklinik paru RS Persahabatan Jakarta dan mendapatkan prevalensi PPOK sebanyak 26 %, kedua terbanyak setelah tuberkulosis paru (65 %). Di Indonesia belum ada data mengenai emfisema paru .
A.DEFINISI
Emfisema adalah suatu kelainan anatomik paru yang ditandai oleh pelebaran secara abnormal saluran napas bagian distal bronkus terminalis, disertai dengan kerusakan dinding alveolus yang ireversibel.
Berdasarkan tempat terjadinya proses kerusakan, emfisema dapat dibagi menjadi tiga;
1.Sentri-asinar (sentrilobular/CLE)
Pelebaran dan kerusakan terjadi pada bagian bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan daerah sekitar asinus.
2.Pan-asinar (panlobular)
Kerusakan terjadi merata di seluruh asinus. Merupakan bentuk yang jarang, gambaran khas nya adalah tersebar merata di seluruh paru-paru, meskipun bagian-bagian basal cenderung terserang lebih parah. Tipe ini sering timbul pada orang dengan defisiensi alfa-1 anti tripsin.
3.Iregular
Kerusakan pada parenkim paru tanpa menimbulkan kerusakan pada asinus.
Emfisema dapat bersifat kompensatorik atau obstruktif .
1.Emfisema kompensatorik
Terjadi di bagian paru yang masih berfungsi, karena ada bagian paru lain yang tidak atau kurang berfungsi, misalnya karena pneumonia, atelektasis, pneumothoraks.
2.Emfisema obstruktif
Terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus yang tidak menyeluruh, hingga terjadi mekanisme ventil.
B.Patogenesis
Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya emfisema paru yaitu rokok, polusi, infeksi, faktor genetik, obstruksi jalan napas.
1.Rokok
Secara patologis rokok dapat menyebabkan gangguan pergerakkan silia pada jalan napas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mucus bronkus. Gangguan pada silia, fungsi makrofag alveolar mempermudah terjadinya perdangan pada bronkus dan bronkiolus, serta infeksi pada paru-paru. Peradangan bronkus dan bronkiolus akan mengakibatkan obstruksi jalan napas, dinding bronkiolus melemah dan alveoli pecah. Disamping itu, merokok akan merangsang leukosit polimorfonuklear melepaskan enzim protease (proteolitik), dan menginaktifasi antiprotease (Alfa-1 anti tripsin), sehingga terjadi ketidakseimbangan antara aktifitas keduanya .
2.Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan terjadinya emfisema. Insidensi dan angka kematian emfisema dapat lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi. Polusi udara seperti halnya asap tembakau juga menyebabkan gangguan pada silia, menghambat fungsi makrofag alveolar .
3.Infeksi
Infeksi saluran napas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat. Penyakit infeksi saluran napas seperti pneumonia, bronkiolitis akut, asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan napas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema.
4.Faktor genetik
1.Defisiensi Alfa-1 anti tripsin
Cara yang tepat bagaimana defisiensi antitripsin dapat menimbulkan emfisema masih belum jelas.
5.Obstruksi jalan napas
Emfisema terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus, sehingga terjadi mekanisme ventil. Udara dapat masuk ke dalam alveolus pada waktu inspirasi akan tetapi tidak dapat keluar pada waktu ekspirasi. Etiologinya ialah benda asing di dalam lumen dengan reaksi lokal, tumor intrabronkial di mediastinum, kongenital. Pada jenis yang terakhir, obstruksi dapat disebabkan oleh defek tulang rawan bronkus.
PATOFISIOLOGI
Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai perobekan alveolus-alveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian atau seluruh paru. Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstruksi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih sukar dari pada pemasukannya. Dalam keadaan demikian terjadi penimbunan udara yang bertambah di sebelah distal dari alveolus . Pada Emfisema obstruksi kongenital bagian paru yang paling sering terkena adalah belahan paru kiri atas. Hal ini diperkirakan oleh mekanisme katup penghentian. Pada paru-paru sebelah kiri terdapat tulang rawan yang terdapat di dalam bronkus-bronkus yang cacat sehingga mempunyai kemampuan penyesuaian diri yang berlebihan. Selain itu dapat juga disebabkan stenosis bronkial serta penekanan dari luar akibat pembuluh darah yang menyimpang.
Mekanisme katup penghentian : Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstruksi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih penimbunan udara di alveolus menjadi?sukar dari pemasukannya bertambah di sebelah distal dari paru.  Pada emfisema paru penyempitan saluran nafas terutama disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Pada paru-paru normal terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru ke laur yaitu disebabkan tekanan intrapleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik jaringan paru ke dalam yaitu elastisitas paru. Bila terpapar iritasi yang mengandung radikal hidroksida (OH-). Sebagian besar partikel bebas ini akan sampai di alveolus waktu menghisap rokok. Partikel ini merupakan oksidan yang dapat merusak paru. Parenkim paru yang rusak oleh oksidan terjadi karena rusaknya dinding alveolus dan timbulnya modifikasi fungsi dari anti elastase pada saluran napas. Sehingga timbul kerusakan jaringan interstitial alveolus.
Partikel asap rokok dan polusi udara mengenap pada lapisan mukus yang melapisi mukosa bronkus. Sehingga menghambat aktivitas silia. Pergerakan cairan yang melapisi mukosa berkurang. Sehingga iritasi pada sel epitel mukosa meningkat. Hal ini akan lebih merangsang kelenjar mukosa. Keadaan ini ditambah dengan gangguan aktivitas silia. Bila oksidasi dan iritasi di saluran nafas terus berlangsung maka terjadi erosi epital serta pembentukanjaringan parut. Selain itu terjadi pula metaplasi squamosa dan pembentukan lapisan squamosa. Hal ini menimbulkan stenosis dan obstruksi saluran napas yang bersifat irreversibel sehingga terjadi pelebaran alveolus yang permanen disertai kerusakan dinding alveoli .
A.DIAGNOSIS
1.Anamnesa :
Riwayat menghirup rokok.
Riwayat terpajan zat kimia.
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga.
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi misalnya BBLR, infeksi saluran nafas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara. Sesak nafas waktu aktivitas terjadi bertahap dan perlahan-lahan memburuk dalam beberapa tahun . Pada bayi terdapat kesulitan pernapasan berat tetapi kadang-kadang tidak terdiagnosis hingga usia sekolah atau bahkan sesudahnya .
2.Pemeriksaan Fisik :
Inspeksi :
Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup).
Dada berbentuk barrel-chest.
Sela iga melebar.
Sternum menonjol.
Retraksi intercostal saat inspirasi.
Penggunaan otot bantu pernapasan.
Palpasi : vokal fremitus melemah.
Perkusi : hipersonor, hepar terdorong ke bawah, batas jantung mengecil, letak diafragma rendah.
Auskultasi :
Suara nafas vesikuler normal atau melemah.
Terdapat ronki samar-samar.
Wheezing terdengar pada waktu inspirasi maupun ekspirasi.
Ekspirasi memanjang.
Bunyi jantung terdengar jauh, bila terdapat hipertensi pulmonale akan terdengar suara P2 mengeras pada LSB II-III.
3.Pemeriksan Penunjang :
a.Faal Paru
Spinometri (VEP, KVP).
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP 1 < 80 % KV menurun, KRF dan VR meningkat.
VEP, merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya dan perjalanan penyakit.
Uji bronkodilator
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan 15-20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP 1.
Hb, Ht, Leukosit.
c.Gambaran Radiologis
Pada emfisema terlihat gambaran :
Diafragma letak rendah dan datar.
Ruang retrosternal melebar.
Gambaran vaskuler berkurang.
Jantung tampak sempit memanjang.
Pembuluh darah perifer mengecil.
d.Pemeriksaan Analisis Gas Darah
Terdapat hipoksemia dan hipokalemia akibat kerusakan kapiler alveoli.
e.Pemeriksaan EKG
Untuk mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai hipertensi pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.
f.Pemeriksaan Enzimatik
Kadar alfa-1-antitripsin rendah.
B.PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan emfisema secara umum meliputi :
1.Penatalaksanaan umum.
2.Pemberian obat-obatan.
3.Terapi oksigen.
4.Latihan fisik.
5.Rehabilitasi.
6.Fisioterapi.
1.Penatalaksanaan umum
Yang termasuk di sini adalah :
a.Pendidikan terhadap keluarga dan penderita
Mereka harus mengetahui faktor-faktor yang dapat mencetuskan eksaserbasi serta faktor yang bisa memperburuk penyakit. Ini perlu peranan aktif penderita untuk usaha pencegahan .
b.Menghindari rokok dan zat inhalasi
Rokok merupakan faktor utama yang dapat memperburuk perjalanan penyakit. Penderita harus berhenti merokok. Di samping itu zat-zat inhalasi yang bersifat iritasi harus dihindari. Karena zat itu menimbulkan ekserbasi / memperburuk perjalanan penyakit.
c.Menghindari infeksi saluran nafas
Infeksi saluran nafas sedapat mungkin dihindari oleh karena dapat menimbulkan suatu eksaserbasi akut penyakit.
2.Pemberian obat-obatan.
a.Bronkodilator
1.Derivat Xantin
Sejak dulu obat golongan teofilin sering digunakan pada emfisema paru. Obat ini menghambat enzim fosfodiesterase sehingga cAMP yang bekerja sebagai bronkodilator dapat dipertahankan pada kadar yang tinggi ex : teofilin, aminofilin.
2?2.Gol Agonis
Obat ini menimbulkan bronkodilatasi. Reseptor beta berhubungan erat dengan adenil siklase yaitu substansi penting yang menghasilkan siklik AMP yang menyebabkan bronkodilatasi.
Pemberian dalam bentuk aerosol lebih efektif. Obat yang tergolong beta-2 agonis adalah : terbutalin, metaproterenol dan albuterol.
3.Antikolinergik
Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor kolinergik sehingga menekan enzim guanilsiklase. Kemudian pembentukan cAMP sehingga bronkospasme menjadi terhambat ex : Ipratropium bromida diberikan dalam bentuk inhalasi.
Manfaat kortikosteroid pada pengobatan obstruksi jalan napas pada emfisema masih diperdebatkan. Pada sejumlah penderita mungkin memberi perbaikan. Pengobatan dihentikan bila tidak ada respon. Obat yang termasuk di dalamnya adalah : dexametason, prednison dan prednisolon.
b.Ekspectoran dan Mucolitik
Usaha untuk mengeluarkan dan mengurangi mukus merupakan yang utama dan penting pada pengelolaan emfisema paru. Ekspectoran dan mucolitik yang biasa dipakai adalah bromheksin dan karboksi metil sistein diberikan pada keadaan eksaserbasi. Asetil sistein selain bersifat mukolitik juga mempunyai efek anti oksidans yang melindungi saluran aspas dari kerusakan yang disebabkan oleh oksidans .
c.Antibiotik
Infeksi sangat berperan pada perjalanan penyakit paru obstruksi terutama pada keadaan eksaserbasi. Bila infeksi berlanjut maka perjalanan penyakit akan semakin memburuk. Penanganan infeksi yang cepat dan tepat sangat perlu dalam penatalaksanaan penyakit. Pemberian antibiotik dapat mengurangi lama dan beratnya eksaserbasi. Antibiotik yang bermanfaat adalah golongan Penisilin, eritromisin dan kotrimoksazol biasanya diberikan selama 7-10 hari. Apabila antibiotik tidak memberikan perbaikan maka perlu dilakukan pemeriksaan mikroorganisme .
3.Terapi oksigen
Pada penderita dengan hipoksemia yaitu PaO2 < 55 mmHg. Pemberian oksigen konsentrasi rendah 1-3 liter/menit secara terus menerus memberikan perbaikan psikis, koordinasi otot, toleransi beban kerja .
4.Latihan fisik
Hal ini dianjurkan sebagai suatu cara untuk meningkatkan kapasitas latihan pada pasien yang sesak nafas berat. Sedikit perbaikan dapat ditunjukan tetapi pengobatan jenis ini membutuhkan staf dan waktu yang hanya cocok untuk sebagian kecil pasien. Latihan pernapasan sendiri tidak menunjukkan manfaat.
Latihan fisik yang biasa dilakukan :
Secara perlahan memutar kepala ke kanan dan ke kiri
Memutar badan ke kiri dan ke kanan diteruskan membungkuk ke depan lalu ke belakang
Memutar bahu ke depan dan ke belakang
Mengayun tangan ke depan dan ke belakang dan membungkuk
Gerakan tangan melingkar dan gerakan menekuk tangan
Latihan dilakukan 15-30 menit selama 4-7 hari per minggu
Dapat juga dilakukan olah raga ringan naik turun tangga
Walking – joging ringan.
5.Rehabilitasi
Rehabilitasi psikis berguna untuk menenangkan penderita yang cemas dan mempunyai rasa tertekan akibat penyakitnya. Sedangkan rehabilitasi pekerjaan dilakukan untuk memotivasi penderita melakukan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisiknya. Misalnya bila istirahat lebih baik duduk daripada berdiri atau dalam melakukan pekerjaan harus lambat tapi teratur.
6.Fisioterapi
Tujuan dari fisioterapi adalah :
Membantu mengeluarkan sputum dan meningkatkan efisiensi batuk.
Mengatasi gangguan pernapasan pasien.
Memperbaiki gangguan pengembangan thoraks.
Meningkatkan kekuatan otot-otot pernapasan.
Mengurangi spasme otot leher (10).
Penerapan fisioterapi :
1.Postural Drainase :
Salah satu tehnik membersihkan jalan napas akibat akumulasi sekresi dengan cara penderita diatur dalam berbagai posisi untuk mengeluarkan sputum dengan bantuan gaya gravitasi. Tujuannya untuk mengeluarkan sputum yang terkumpul dalam lobus paru, mengatasi gangguan pernapasan dan meningkatkan efisiensi mekanisme batuk.
2.Breathing Exercises :
Dimulai dengan menarik napas melalui hidung dengan mulut tertutup kemudian menghembuskan napas melalui bibir dengan mulut mencucu. Posisi yang dapat digunakan adalah tidur terlentang dengan kedua lutut menekuk atau kaki ditinggikan, duduk di kursi atau di tempat tidur dan berdiri. Tujuannya untuk memperbaiki ventilasi alveoli, menurunkan pekerjaan pernapasan, meningkatkan efisiensi batuk, mengatur kecepatan pernapasan, mendapatkan relaksasi otot-otot dada dan bahu dalam sikap normal dan memelihara pergerakan dada.
3.Latihan Batuk :
Merupakan cara yang paling efektif untuk membersihkan laring, trakea, bronkioli dari sekret dan benda asing.
4.Latihan Relaksasi :
Secara individual penderita sering tampak cemas, takut karena sesat napas dan kemungkinan mati lemas. Dalam keadaan tersebut, maka latihan relaksasi merupakan usaha yang paling penting dan sekaligus sebagai langkah pertolongan.
Metode yang biasa digunakan adalah Yacobson.
Contohnya :
Penderita di tempatkan dalam ruangan yang hangat, segar dan bersih, kemudian penderita ditidurkan terlentang dengan kepala diberi bantal, lutut ditekuk dengan memberi bantal sebagai penyangga.
C.PROGNOSIS
Prognosis jangka pendek maupun jangka panjang bergantung pada umur dan gejala klinis waktu berobat.
Penderita yang berumur kurang dari 50 tahun dengan :
Sesak ringan, 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan.
Sesak sedang, 5 tahun kemudian 42 % penderita akan sesak lebih berat dan meninggal.


Fisioterapi Pada Multiple Sclerosis


A.     Pengertian
Multiple sclerosis adalah satu diantara sekian banyak kondisi saraf yang terjadi menjelang dewasa sampai tua. Ditemukan oleh Tuan  Auguste D”este pada tahun 1822. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, kemudian oleh Tuan  Martin Charcot menemukan bahwa pada medulla spinalis ditemukan bentuk-bentuk flac, dan bentuk flac tersebut secara mikroskopik merupakan tanda khas dari Multiple Sclerosis, sehingga beliau menyebutnya juga “Flac Sclerosis”. Flac terjadi karena adanya demyelinisasi akibat kerusakan Oligodenroglia sebagai kelanjutan suatu mekanisme inflamasi. Dengan kata lain flac pada medulla spinalis terutama pada substansia alba adalah akumulasi dari sel darah putih dan cairan darah yang rusak dari dari medulla spinalis, karena itu akan terjadi dekstruksi atau kerusakan pada myelin dan neurotransmitternya.
B.     Gambaran epidemologi
Kerapkali keluhan dan gejalanya  berkurang setelah timbulnya gejala permulaan. Akan tetapi biasanya, terjadi exacerbasi dan penyakit tersebut hampir selalu menjai lebih berat dengan berlalunya waktu. Biasanya penderita Mustiple Sclerosis ini secara progresif menjadi makin cacat dan cachexia (keadaan lemah dan kurus karena penyakit lemah  dan lama), serta cenderung menderita infeksi yang ternyata fatal. Terkenanya medulla spinalis atau hipotalamus oleh flac sklerosis biasanya akan mempercepat kematian. Multiple Sklerosis sering terjadi pada usia 15 – 50 tahun dimana onsetnya jarang terjadi sebelum usia 12 tahun atau sesudah 50 tahun.
C.      Etiologi
Multiple Sklerosis terjadi karena adanya kerusakan myelin dan neurotransmitter akibat akumulasi sel darah putih dan cairan darah pada medulla spinalis. Luar lesi berbeda-beda  mulai sebesar tusukan jarum sampai diameter melebihi 1 cm. pada pemeriksaan mikroskopis daerah-daerah degenerasi memperlihatkan demyelinisasi dini pada selubung axon. Kemudian terjadi penghancurm dan hilangnya axon-axon tersebut  serta selanjutnya terdapat pembentukkan jaringan parut glial.
D.     Tanda-tanda
Tanda-tanda yang terdapat Multiple Skelrosis dapat diamati baik secara kelompok sehingga gejalanya dapat saja terlihat cepat atau lambat. Cepat dihitung dalam beberapa jam saja sedangkan lambat dihitung dalam beberapa hari atau minggu. Adapun gejalanya yaitu:
1.      Kerusakan motorik meliputi kerusakan otot, kerusakan koordinasi, gangguan ADL
2.      Kerusakan neuritis retrobulbare pada traktus corticobulbaris berfungsi untuk melanjutkan jalaran perintah ketubuh khususnya pada wajah
3.      Paraestesi
4.      Un steady The gait
5.      Double Vision atau penglihatan ganda
6.      Vomiting (mual)
7.      Vertigo (sakit kepala)
Pada tipe yang lain Nampak seperti hemiplegi trigeminal neuralgia fascial paralysis yang jumlahnya 3% dari seluruh kasus. Hal tersebut menjadi perhatian fisioterapi dalam merangcang  penatalaksanaan. Berbagai sympton yang lain seperti gangguan sensoris dan bladder dan bowel, gangguan sexual, kognitif dan gangguan emosional. Hal tersebut dapat disimpulkan sebagai symptom atau gejalanya sebagai berikut:
1.      Gejala gangguan motorik
- Spastik dan Hiperefleks
- Kontraktur
- Gangguan pola berjalan
- Mudah mengalami kelelahan
- Cerebellar dan Bulbar paralysis yang disebabkan oleh gangguan menelan dan gangguan pernapasan
- Nistagmus
- Intention tremor
2.      Gejala gangguan  sensoris
-          Numbness atau rasa kebal-kebal
-          Nyeri terutama pada system otot origo pada otot-otot skeletal
-          Parastesi
-          Disaestesi
3.      Gejala gangguan penglihatan
-          Double vision atau penglihatan ganda
4.      Gejala gangguan bladder dan bowel
-          Incontenentia atau retention urine
-          Obstivasi atau susah buang air besar
5.      Gejala gangguan seks
-          Impotensi
-          Gangguan sensasi pada system genitalia
6.      Gejala gangguan kognisi dan emosi
-          Depresi
-          Euqorin
-          Emosilabil
7.      Gejala gangguan memori
-          Mengalami gangguan dalam membuat satu konsep
-          Kurang perhatian dan kurang konsentrasi
E.      Kesimpulan
Multiple sclerosis adalah sifatnya kronik dan sering kali progresif, yang terjadi pada system pusat yang ditandai dengan adanya demyelinisasi spinal cord, dan otak di kepala. Akibat kerusakan pada myelin Nampak oedema yang pada akhirnya myelin mengalami neuroglia atau secara tissue, sehingga menyebabkan terganggunya fungsi neurotransmitter Demyelinisasi adalah kerusakan sel darah putih dan cairan darah yang terjadi pada substanstia alba, yang mana penyebabnya tidak jelas namun di duga karena tidak normalnya autoimun
Gejala yang di timbulkan oleh multiple sclerosis ditentukan oleh tingkat kerusakan saraf dimana apabila kerusakannya sampai pada akar saraf maka gejala yang di timbulkan berupa hypotomus dan hyporefleks atau trias menurun (gangguan lower motor neuron), jika kerusakan ini terus berlanjut sehingga sampai pada bagian medulla spinalis yaitu pada substance alba maka akan muncul gejala baru brupa spastic dan hyperrefleks (gejala UMN lesi). Dari tahapan LMN lesi ke UMN lesi terdapat prross hilangnya gejala lama tetapi dalam waktu yang lama muncul gejala baru, hal ini disebut dengan “silent gait”
F.      Penatalaksanaa modifikasi program fisioterapi
1.      Anamnesis
a.      Umum
Nama :
Umur :
Alamat :
Hobi :
Pekerjaan :
b.      Khusus
Keluhan utama :
Adanya rasa sakit pada tungkai/lengan yang mengalami gangguan dan disertai keluhan lain seperti gangguan penglihatan, gangguan dalam berjalan, gangguan dalam BAB dan BAK, gangguan psikologi, serta gangguan sex
Karena ini merupakan program modifikasi maka akan mengungkap keluhan pasien, maka pertanyaan yang diajukan diarahkan kepada masalah-masalah tertentu yaitu sebagai berikut :
-          Tentang rasa sakit yang pasien rasakan
-          Tentang kemampuannya dalam berjalan, serta yang dirasakan pasien saat berjalan
-          Tentang kemampuan penglihatan pasien
-          Tentang kemampuannya dalam melakukan BAB dan BAK
-          Tentang kemampuan pasien dalam melakukan hubungan dalam pasangannya
-          Untuk gangguan psikologis seperti gangguan emosi atau kognisi ini dapat dilihat dari cara pasien menjawab setiap pertanyaan yang diajukan , dan pada ekspresi wajah pasien
Lokasi keluhan : pada tungkai kanan dan tungkai kiri pasien
Sifat keluhan : pada tungkai kanan dan lengan kiri mengalami kelemahan dan cepat lelah
Riwayat perjalanan penyakit : 3 bulan yang lalu pasien mengalami kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan fraktur pada tulang belakang. Perawatan dilakukan dirumah sakit selama 1 bulan dan setelah sembuh 1 bulan kemudian muncul gejala kelemahan pada tungkai kanan dan lengan kiri, maka oleh dokter dia dirujuk ke fisioterapi.
2.      Inspeksi
a.      Statis
Dengan melihat posisi penderita yaitu posisi kepala sedikit menunduk, lenbgan kiri sedikit terangkat dan fleksi elbow sekitar 90 derajat wrist fleksi, dan shoulder endoretassi. Dan pada saat berdiri terlihat tungkai kanan (hip dan knee) semifleksi, dan badan terlihat pembengkokan kearah kanan
b.      Dinamis
Terlihat pada saat pasien berjalan yaitu dengan adanya kepincangan akibat tidak simetrisnya tungkai kiri dan kanan
3.      Tes orientasi
-          Pasien diperintahkan untuk berjalan
-          Pasien diperintahkan untuk memakai sisir dan mengambil dompet dari kantong celana
4.      Tes motorik
-          Reaksi ADL
-          Reaksi keseimbangan
-          Reaksi transver
-          Reaksi asosiasi
-          Gerakan asiosiasi
-          Tes kekuatan otot
5.      Tes sensorik
-          Tes rasa sakit
-          Tes rasa posisi
-          Tes arah gerak
-          Tes rasa beda dua titik
-          Grove tes
6.      Tes tonus
-          Tes gerakan pasif
-          Tes palpasi
7.      Tes reflex
-          KPR
-          APR
-          Biceps reflex
-          Triceps reflex
-          Brachioradialis reflex
8.      Tes koordinasi
-          Heel to knee
-          Finger to eye
-          Finger to noice
9.      Tes kognitif
10. Tes psikis
11. Tes spesifik dan Orthopedic lainnya
-          Tes respirasi
-          ROM tes
-          Tes kontraktur
-          Double vision tes
-          Tes bladder dan bowel
-          Tes lingkar otot
-          Tes pengenalan tekstur
12. Diagnosa fisioterapi
Gangguan aktivitas fungsi akibat Multiple Sclerosis
13. Pembuatan resume  pemeriksaan FT
NO Tanggal Problematik Spesifik FT Intervensi FT Evaluasi


A.      Motorika 1.      Spastik pada ext. inferior dextra
2.      Kontraktur pada:
-          M. Iliopsoas
-          M. Hamstring
-          M. Tensor fascialatae
-          M. Adduktor hip
-          M. gastrocnemius
-          M. Soleus
-          M. Tibialis anterior
-          M. Fleksor wrist
-          M. Pronator teres
-          M. Biceps Brachii
-          M. Infraspinatus
-          M. Subs scapularis
3.      Gangguan ADL berjalan dan ADL tangan
4.      Gangguan ADL keseimbangan (balance)
5.      Gangguan postur
6.      Kelemahan Otot
B.     Sensorik
1.      Timbulnya numbness
2.      Timbulnya nyeri
3.      Timbulnya paresthesis dan disaesthesis
C.      Hiperrefleks
1.      APR dan KPR pada tungkai kanan
2.      Biceps reflex, Triceps reflex, dan brachioradialis reflex pada lengan kiri
D.     Gangguan Koordinasi
E.      Keterbatasan ROM pada:
1.      Hip joint, Knee joint dan ankle joint pada tungkai kanan
2.      Shoulder joint, elbow joint, dan wrist joint pada lengan kiri
F.      Gangguan Bladder dan Bowel
G.     Gangguan Sex
H.     Gangguan kognitif dan emosi
I.        Gangguan memori
J.       Gangguan penglihatan (double vision)
Hot pack, IRR, Massage,NDT
Stretching
Walking exc, PNF.
Rolling balance exc
Mirror exc, bugnet exc, Stretching
Strengthening, PNF
Contras bath
Interferensi
Hot pack
NDT (Rib, Rim dan fasilitasi)
Frenkell exc., PNF
ROM exc., Hold Rilex
Manual terapi, Stretching, PROMEX, Kontras rileks
Bladder training
Sex training
Mental support
Haptonomi
Penglihatan jarak pandang pasien menggunakan bantuan chart

Sumber: Buku Diktat FT C II

Fisioterapi Pada Luka Bakar

A. DEFINISI
Luka bakar adalah injury pada jaringan yang disebabkan oleh suhu panas (thermal),kimiaelektrik,dan radiasi.
B. PATOFISIOLOGI
• Berat ringanya luka bakar tergantung pada factor agent,lamanya terpapar,area yang terkena,kedalamannya bersamaan dengan trauma,usia dan kondisi penyakit sebelumnya.
• Derajat luka bakar terbagi menjadi tiga bagian
1. Derajat satu (superficial) yaitu hanya mengenai epidermis dengan ditandai eritema, nyeri, fungsi fisiologi masih utuh, dapat terjadi pelepuhan, serupa dengan terbakar matahari ringan.tampak 24 jam setelah terpapar dan fase penyembuhan 3-5 hari
2. Derajat dua (partial) adalah mengenai dermis dan epidermis dengan ditandai lepuh atau terbentuknya vesikula dan bula, dan nyeri yang sangat, hilangnya fungsi fisiologis. Fase penyembuhan tanpa infeksi 7-21 hari.
3. Derajat tiga (ketebalan penuh) yaitu mengenai seluruh lapisan epidermis dan dermis, tanpa meninggalkan sisa-sisa sel epidermis untuk mengisi kembali daerah yang rusak, hilangnya rasa nyeri, warnanya dapat hitam, coklat, dan putih mengenai jaringan termasuk (fascia otot,tendon dan tulang)
• Fisiologi syok pada luka bakar akibat dari lolosnya cairan dalam sirkulasi kapiler setelah massive dan berpengaruh pada system kardiovaskuler karena hilangnya atau rusaknya kapiler, yang menyeabkan cairan akan lolos atau hilang dari compartment intravaskuler kedalam jaringan interstisial. Eritrosit dan leukosit tetap dalam sirkulasi dan menyebabkan peningkatan hematokrit dan leukosit. Darah dan cairan akan hilang melalui evaporasi sehingga terjadi kekurangan cairan.
• Respon luka bakar akan meningkatkan aliran darah keorgan vital dan menurunkan aliran darah keperifer dan organ yang tidak vital.
• Respon metabolic pada luka bakar adalah hipermetabolisme yang merupakan hasil dari peningkatan sejumlah energi, peningkatan katekolamin dimana terjadi peningkatan temperature dan metabolisme, hiperglikemi karena meningkatnya pengeluaran glukosa untuk kebutuhan mtabolik yang kemudian menjadi penipisan glukosa, ketidakseimbangan nitrogen oleh karena status hipermetabolisme dan injury jaringan..
C. KOMPLIKASI
• Syok hopovolemik
• Kekurangan cairan dan elektrolit
• Hipermetabolisme
• Infeksi
• Gagal ginjal akut
• Masalah pernapasan akut, injury,inhalasi, aspirasi grasric,pneumonia bakteri, edema.
• Paru dan emboli
• Sepsi pada luka
• Ilius paralitik
Berat ringannya luka bakar dari American burn association dalam Whaley and Wong (1999) adalah sebagai berikut :
1. luka bakar minor adalah luka bakar kurang dari 10% luas permukaan tubuh
2. luka bakar moderate adalah luka bakar 10-20% luas permukaan tubuh.
3. luka bakar major adalah luka bakar lebih dari 20% luas permukaan tubuh.
D. ETIOLOGI
• Thermal (air panas, api, panas permukaan)
• Kimia (asam, alkali dan lainnya)
• Radiasi (terapi dan sinar ultraviolet)
• Elektrik
E. MANINFESTASI KLINIS
• Riwayat terpaparnya
• Lihat derajat luka bakar
• Status pernapasan (tachipnea, tekanan nadi lemah,hipotensi, menurunnya pengeluaran urine atau anuri.
• Perubahan suhu tubuh dari demam ke hipotermi.
F.PENATALAKSANAAN TERAUPETIK
• Mempertahankan jalan nafas
• Pemberian oksigen 100% untuk intoksikasi karbon monoksida.
• Monitor analisa gas darah.
• Escharotomiy.
• Terapi cairan,formula parkland sering digunakan pada anak 4 ml ringer laktat/kg berat badan/luas permukaan luka bakar,dalam 24 jam pertama setelah luka bakar. Setelah jumlah cairan yang dihitung diberikan dalam 8 jam pertama setelah terjadi cedera. Setengah sisanya diberikan merata selama 16 jam berikutnya. Pantau pengeluaran urine harus mencapai (1 ml/kg berat badan/jam). Kemudian 24 jam kedua terapi cairan ringer laktat dengan dekstrosa 5%. Terapi albumin dapat diberikan bila indikasi.
• Monitor kelebihan cairan.
• Lakukan keteterisasi untuk memantau urine auput (pengeluaran urine)
• Monitor serum elektrolit sesuai program.
• Antibiotik untuk mencegah infeksi.
• Terapi analgetik.
• Perawatan luka harus steril
• Hidroterapi
• Terapi fisik
• Skin graff bila indikasi
• Monitor gravitasi urine atau berat jenis urine.
• Penderita dengan luas luka bakar lebih dari 5 % tidak boleh diberikan cairan per oral pada awalnya karena dapat terjadi ilius.
G. PENATALAKSANAAN PERAWATAN
Pengkajian
• Pengkajian awal adalah menentukan kegawatan luka bakar.
• Bila ringan atau sedang fokus pada penatalaksanaan nyeri dan perawatan luka.
• Bila luka bakar berat, pengkajian meliputi : kepatenan jalan nafas, kaji vascular, urine output (pengeluaran urine), tanda-tanda vital, gejala syok, intensita nyeri, kaji luka, pantau analisa gas darah, pulse oximentry, dan kaji bising usus.
• Kaji perilaku klien dan perubahan kesadaran.
Diagnosa Keperawatan
1. Tidak efektif bersihkan jalan nafas dan gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru, injury pulmona sekunder dari smoke inhalation, karbon monoksida atau hipoksia.
2. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan luka bakar.
3. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan dari intravascular ke rongga interstisial dan hilangnya cairan secara evaporasi.
4. Nyeri berhubungan dengan rusaknya ujung-ujung saraf, trauma dan edema karena injury luka bakar, dan prosedur.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka bakar, injury thermal.
6. Resiko infeksi berhubungan dengan hilangnya lapisan perlindungan kulit sekunder dari luka bakar, atau luka yang terkontaminasi.
7. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubugan dengan hipermetabolisme dan peningkatan kebutuhan kalori dan protein.
8. Resiko gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan luka bakar, nyeri, gangguan pergerakan sendi, dan adanya pembentukan skar.
9. Resiko tidak efektif termuregulator berhubungan dengan hilangnya panas dan perubahan mekanisme kulit untuk mempertahankan suhu tubuh.
10. Gangguan citra tubuh, perubahan proses keluarga, tidak efektif coping keluarga, dan kurangnya pengetahuan berhubungan dengan luka bakar.
Perencanaan
1. Kepatenan jalan nafas dapat dipertahan yang ditandai dengan saturasi oksigen dalam batas normal, jalan nafas dan bunyi nafas bersih.
2. Anak akan menunjukan pengeluaran urine lebih kurang atau sama dengan 1 ml/kg berat badan/jam untuk 24 jam pertama setelah injury dan tetap terpantau.
3. Anak akan memperlihatkan keseimbangan cairan dan elektrolit.
4. Anak merasakan nyeri berkungan yang ditandai dengan anak dapat beristirahat dan beraktivitas sesuai kebutuhan.
5. Luka bakar akan sembuh tanpa infeksi.
6. Luka bakar akan mengalami penyembuhan tanpa infeksi, tidak ada sepsis, dan tidak ada infeksi pulmonal.
7. status metabolisme seimbang yang ditandai dengan badan stabil, serum elektrolit normal, penyembuhan luka yang cepat, intake makanan dapat dipertahanjan 90% sesuai kebutuhan.
8. Anak akan mencapai fungsi aktivitas yang optimum.
9. Fungsi termuregulator dapat dipertahankan yang ditandai dengan suhu tubuh dalam batas normal.
10. Klien dan keluarganya mengekspresikan perasaan tentang kondisi anak, pengobatan, prosedur dan partisipasi dalam perawatan anak.
Implementasi
1. Mempertahankan kepatenan jalan nafas dan pertukaran gas.
• Kaji status pernapasan setiap jam untuk 72 jam pertama.
• Monitor analisa gas darah.
• Monitor pulse oximetry.
• Pemberian oksigen sesuai program.
• Latihan nafas dalam dan batuk efektif setiap 1-2 jam sekali bila tidak tidur.
• Tinggikan posisi kepala 15-30 derajat.
• Pengisapan (suction) lender bila perlu.
2. Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat.
• Berikan cairan intravena dan oral sesuai dengan kebutuhan dan pantau secara ketat.
• Monitor urine output (pengeluaran cairan) dan catat bila kurang dari 1 ml/kg berat badan jam dan lapor ke penanggung jawab.
• Kaji tanda-tanda ketidakseimbangan elektrolit. hypokalemia dan hyperkalemia,hyponatremia dan hypermatremia,hypochloremia, hypercalcemia dan hypocalcemia.
• Monitor status neurology.
• Monitor nadi perifer dan nadi bagian distal serta catat adanya perubahan dan lakukan kolaborasi.
3. Mempertahankan volume cairan dalam batas normal.
• Monitor tanda-tanda vital sampai stabil.
• Monitor pemasukan dan pengeluaran
• Timbang berat badan setiap hari.
• Monitor elektrolit, Hgb, dan Hct
• Pemberian terapi intravena dan oral
• Pemberian kalium bila rendah.
4. Mengurangi rasa nyeri
• Kaji tingkat nyeri dengan skala 1-10
• Catat HR, tekanan darah dan pernapasan.
• Pemberian obat nyeri 20-30 menit sebelum prosedur perawatan luka.
• Hati-hati dalam perawatan kulit.
• Gunakan kontak taktik
• Gunakan terapi distraksi.
• Kurangi hal-hal yang dapat mengurangi nyeri
• Lakukan pergerakan aktif dan pasif
• Pengaturan posisi yang tepat
5. Meningkatkan penyembuhan luka dan integritas kulit
• Kaji luka pada fase akut (perubahan warna kulit, membrane mukosa, dan kuku.
• Rubah posisi setiap 2 jam atau sesuai kebutuhan klien terutama bagian tulang-tulang yang resiko menimbulkan decubitus.
• Cegah adanya gesekan pada kulit.
• Support dengan bantal pada bagian tertentu yang dibutuhkan.
• Lakukan perawatan luka dengan steril ( menggunakan sarung tangan, baju khusus, gunakan larutan normalsaline yang steril untuk membersihkan luka ).
• Jaga agar kulit tetap kering.
6. Kaji luka selama mengganti balutan.
• Kaji luka selama mengganti balutan.
• Gunakan teknis steril saat melakukan perawatan luka.
• Kaji adanya sepsis ( perubahan status neurology, hypothermia, demam oliguria ).
• Angkat eschar secara hati-hati.
• Mencuci tangan dengan teknik aseptic setiap akan menyentuh .
• Bersihkan luka dengan larutan steril ( nrmal saline ).
• Gunakan standar pencegahan universal ( baju khusus, mencuci tangan, menggunakan masker ) atau semua personel yang mendekati anak.
• Pantau tanda-tanda vital ( suhu, nadi ).
• Observasi luka (purulent dan drainage).
• Pemberian antibiotic sesuai program.
7. Meningkatkan status nutrisi yang optimum
.
• Berikan nutrisi ( kalori, protein ).
• Hindari nyeri saat prosedur karena nyeri dapat menurunkan nafsu makan.
• Berikan vitamin dan mineral.
• Berikan makanan tambahan yang dapat menambah nafsu makan.
• Antisipasi total utrisi parenteral.
8. Meningkatkan fungsi aktivitas.
• Jelaskan pentingnya latihan dan lakukan latihan pergerakan aktif dan pasif.
• Observasi kontriksi eschar khsusnya persendian ( kontraktur ).
• Ajarkan cara meningkatkan penggunaan fungsi pergerakan.
• Pemberian analgetik sebelum melakukan aktivitas, bila perlu.
• Tingkatkan aktivitas diri.
• Libatkan keluarga untuk melakukan pergerakan persendian, fleksi, ekstensi, rotasi, abduksi-adduksi.
9. Meningkatkan fungsi termuregulator.
• Monitor tanda vital ( suuh ).
• Kaji kulit, dingin, perubahan warna dan pengisian kembali kapiler
( capillary refill ) .
• Observasi demam yang menggigil.
• Hindari stress yang dingin.
10. Meningkatkan konsep diri, koping yang positif dan pemahaman kondisi dan pengobatan.
• Ajarkan untuk mengekspresikan perasaan.
• Jelaskan tentang kondisi luka bakar, perawatan dan pengobatannya dan jelaskan apa yang dapat dilakukan termasuk alasannya.
• Kaji support system keluarga.
• Demonstrasikan cara merawat luka dengan teknik aseptic.
• Tenangkan klien dan keluarganya dengan komunikasi yang teraupetik.
• Antisipasi periaku regresi.

Sumber

Terapi Untuk Leukemia

Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi yaitu jenis pengobatan dengan menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia. Tergantung pada jenis leukemia, pasien bisa mendapatkan satu atau kombinasi dari dua obat atau lebih. Pada jenis penyakit leukemia tertentu dilakukan terapi biologi untuk meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik. Bagi pasien dengan leukemia limfositik kronis, menggunakan terapi biologi jenis antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-sel leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Bagi penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang digunakan adalah bahan alami bernama interferon untuk memperlambat pertumbuhan sel-sel leukemia. Jalan terapi selanjutnya dapat dilakukan melalui radioterapi dengan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Sebuah mesin besar mengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel-sel leukemia ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi yang diarahkan ke seluruh tubuh. Iradiasi seluruh tubuh biasanya diberikan sebelum transplantasi sumsum tulang. Terobosan terbaru adalah transplantasi sel induk / sel tunas (stem cell). Contoh penggunaan terapi stem cell yang sudah sering didengar adalah tranplantasi sumsum tulang untuk penderita keganasan hematologis seperti leukemia maupun kelainan genetik seperti thalassemia. Kesulitan cara ini adalah pemenuhan syarat mutlak kecocokan HLA (Human Leucocyte Antigent) 100% antara donor dan resipien (penerima). Di samping stem cell dari sumsum tulang, diusahakan pula stem cell dari darah tepi dengan teknik penyaringan tertentu.
Sumber utama stem cell dalam tubuh tampaknya bukan sumsum tulang, melainkan cairan ari-ari (umbilical cord blood). Perkembangan sumber stem cell mencapai ke arah yang lebih baik yaitu dari darah tali pusat. Stem cell dari darah tali pusat cenderung lebih baik, karena lebih “murni” dari perubahan ciri genetik daripada setelah tumbuh dewasa. Perubahan genetik tersebut bisa terjadi oleh pengaruh infeksi ataupun faktor lingkungan (misalnya radiasi). Sel tunas pada ari-ari lebih segar, lebih plastis, dan lebih aktif ketimbang sel tunas dari sumber lain. Meskipun demikian, sel terbaik untuk dijadikan sumber stem cell adalah sel embrionik manusia, yang muncul pada embrio bayi yang berumur sekitar 7 hari. Sel ini merupakan sel-sel blastosit yang paling gesit. Namun, sampai saat ini, pengambilan sel tunas dari sumber ini masih menjadi kontroversi karena hal tersebut sama dengan membunuh sang janin.
Pada umumnya, Stem cell terletak di area tersembunyi yang kurang oksigen pada sumsum tulang. Sel-sel ini muncul ketika tubuh mengalami luka, menuju ke dalam sel otak ketika terjadi stroke, menyelinap ke sel darah merah ketika nyeri akibat leukemia muncul, dan seterusnya. Salah satu kelebihan sel tunas ini yaitu meski disuntik ke berbagai pembuluh darah, ia tak pernah lupa jalan pulang ke sel awalnya (sel yang mengalami cedera). Darah tali pusat juga belum mengandung sel-sel imun yang relatif matur, sehingga reaksi penolakan imunologis lebih rendah. Dengan demikian, darah tali pusat bisa ditransplantasikan ke pasien lain tanpa harus mendapatkan kecocokan HLA 100%. Kecocokan sekitar 60% sudah mampu mencegah reaksi penolakan. Dalam perkembangannya, tentu bukan hanya penyakit darah yang diharapkan bisa diatasi dengan terapi stem cell. Pengobatan stem cell dilakukan dengan menyuntikkan sel tunas ke dalam sel yang rusak di organ tubuh. Pasien akan mendapatkan stem cell yang sehat melalui tabung fleksibel yang dipasang di pembuluh darah balik besar di daerah dada atau leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari stem cell hasil transplantasi ini. Setelah transplantasi sel induk, pasien biasanya harus menginap di rumah sakit selama beberapa minggu.

Sumber

Tentang Osteoarthritis


A. DEFENISIOsteoartritis (OA) adalah gangguan sendi yang bersifat kronis disertai kerusakan tulang rawan sendi berupa disintegrasi dan pelunakan progresif yang diikuti pertambahan pertumbuhan pada tepi tulang dan tulang rawan sendi yang disebut osteofityang diikuti dengan fibrosis pada kapsul sendi. Kelainan ini timbul akibat mekanisme obnormal pada proses penuaan, trauma atau akibat kelainan lain yang menyebabkan kerusakan tulang rawan sendi. Kelainanini tidak berkaitan dengan factor sistemik ataupun inspeksi
Osteoartritis dapat dibagi atas 2 jenis yaitu:
Osteoartritis primer
Osteoartritis primer tidak diketahui dengan jelas penyebabnya dapat mengenai satu atau beberapa sendi. Osteoartritis jenis ini terutama ditemukan pada wanita kulit putih, usia pertengahan dan umumnya bersifat poli-artikuler dengan nyeri yang akut disertai pembengkakan tulang yang disebut nodus herbenden.
Osteoartritis sekunder
Osteoartritis sekunder tidak diketahui dengan jelas penyebabnya, dapat mengenai satu atau beberapa sendi. Osteoartritis jenis ini terutama ditemukan pada wanita kulit putih, usia pertengahan dan umumnya bersifat poli-artikuler dengan nyeri yang akut disertai pembebengkakan tulang yang disebut nodus herbenden. Osteoartritis sekunder dapat disebabkan oleh penyakit yang menyebabkan kerusakan pada synovial sehingga menimbulkan osteoarthritis sekunder.
Beberapa keadaan yang dapat menimbulkan osteartritis sekunder adalah:
1. Trauma/instabilitas
Osteoarthritis sekunder terutama terjadi karena trauma akibat fraktur pada daerah sendi, setelah menisektomi,tungkai bawah yang tidak sama panjang,adanya hipermobilitas dan instabilitas sendi,ketidaksejajaran dan ketidakserasian permukaan sendi.
2. Faktor genetik/ perkembangan
Adanya kelainan genetic dan kelainan perkembangan tubuh seperti displasia epifisial, displasia asetabular, penyakit legg-Calve-Perthes, dislokasi sendi panggul bawaan, tergelincirnya epifisis (slipped epifisis) dapat menyebabkan osteoarthritis.
3. Penyakit metabolik/endokrin
Osteoarthritis sekuler dapat pula disebabkan oleh penyakit metabolik/endokrin seperti penyakit okronosis, akromegall, mukopolisakaridosis, deposisi Kristal atau setelah suatu inflamasi pada sendi misalnya arthritis rhematik atau atropati oleh inflamasi
4. Osteoarthritis
Osteoarthritis dapat berkembang akibat osteonekrosis kaput femoris oleh bermacam-macam sebab, misalnya penyakit caisson, penyakit sckle cell.
B. PERUBAHAN PATOLOGIS
Penyebab
1. Umur
Umur ditemukan pada usia lajut (diatas 50 tahun),oleh karena pada orang lanjut usia pembentukan kondroitin sulfat yang merupaakan substansi dasar tulang rawan berkurang dan dapat terjadi fibrosistulang rawan
2. Jenis kelamin
Kelainan ini dapat ditemukan baik pada pria maupun wanita dimana osteoarthritis primer lebih banyak ditemukan pada wanita pasca menupause sedangkan osteoarthritis sekunder lebih banyak ditemukan pada laki-laki.
3. Ras
Lebih sering pada orang Asia khususnya Cina, Eropa dan Amerika dari pada kulit hitam.
4. Faktor keturunan
5. Faktor metabolic/endokrin
Penderita obesitas, hipertensi hiperurisemi dan diabetes lebih rentan terhadap osteoartritis
6. Faktor mekanik serta kelainan geometri sendi
7. Trauma dan faktor okupasi
Trauma yang hebat terutama fraktur intra-artikuler atau dislokasi sendi merupakan predisposisi osteoartritis.
8. Cuaca/ iklim
Gejala lebih sering timbul setelah kontak dengan cuaca dingin atau lembab.
Tanda dan Gejala
1. Paling sering terserang sendi-sendi panggul dan lutut
2. Nyeri pada waktu bergerak
3. Nyeri menjalar
4. Spasme otot
5. Krepitasi kadang-kadang terdengar
6. Deformitas lutut biasanya vurus/valgus Fleksi
7. Ketidaksesuaian pajang tungkai karena fleksi
Perubahan Patologis
1. Fibrilasi dari tulang rawan sendi
2. Menipisnya tulang rawan sendi
3. Pembentukan kista permukaan sendi
4. Ankilosis sendi
5. Subluksasi dari sendi
6. Pembentuan osteofit
Kelainan yang dapat ditemukan pada osteoarthritis adalah :
1. Tulang Rawan
Kelainan osteoarthritis berawal dari berkurang/tidak terbentuknya substansi tulang rawn sendi (kondroitinsulfat). Terjadi perlunakan dari iregularitas pada tulang rawan sendi, permukaan sendi menjadi kasar.
2. Tulang
Terjadi peningkatan vaskularisasi serta pembentukkan osteofit pada ujung persendian terutama pada sendi interfalangeal distal. Pembentukkan tulang baru ini berupa eburnasi dan pembentukkan kista-kista. Kista ini dapat berhubungan dengan sendi dan berisi cairan synovial, melalui defek pada tulang subkondral.
3. Membran synovial
Membran synovial mengalami hipertropi vilus. Pada mikroskop elektron terlihat reticulum endoplasma yang bertambah, dilatasi sisterna, serta berkurangnya apparatus golgi dan penambahan lisosol.
4. Kapsul sendi
Terjadi fibrosis dan kontraktur pada kapsul sendi.
5. Badan lepas (loose bodies)
Tulang rawan yang nekrosis dapat mengalami aberasi, terlepass kedalam ruang sendi dan berupa benda-benda lepas yang dapat menimbulkan reaksi pada membrane synovial sehingga timbul evulsi dalam sendi.
6. Efusi
Efusi dapat terjadi pada stadium awal atau pada stadium eksaseerbasi inflamasi akut. Cairan bersifat jernih, mempunyai viskositas tinggi dengan kadar protein yang rendah (2 g / 100 ml). juga dapat terjadi efusi hemoragik yang terutama terjadi pada orang tua.
7. Nodus herbenden dan bouchard
Nodus ini terjadi oleh karena regenerasi membrane kapsul dan jaringan lunak sendi yang membentuk kista yang mengandung asam hialuronat. Kemudian terjadi metaplasia tulang dan tulang rawan.
Komplikasi osteoatritis
  • Kontraktur otot
  • Nyeri
  • Keterbatasan ROM
PROGRAM LATIHAN REGIO KNEE
1. Fleksi Knee
Duduk tegak di kursi dan lintas kaki kiri dengan kaki di bagian bawah. Perlahan menggunakan kaki kanan untuk mendorong kaki kiri di bawah kursi sekaligus menjaga hips flat di kursi. Tahan posisi ini selama enam detik. Kembali ke posisi awal dan lakukan enam repeats Ulangi latihan dengan seluruh kaki kanan di bawah.
2. Knee Extension
Duduk tegak lurus dengan kembali terhadap kursi. Perlahan straighten lutut kiri Anda. Tahan posisi ini selama enam detik. Santai dan kaki Anda lebih rendah ke posisi berdiri. Lakukan enam repeats dengan lutut kanan.
3. Heel Slide Knee Extension Heel Knee Extension Slide
Tungkai kiri dengan lutut bengkok dan kaki kiri rata di lantai. Perlahan geser kiri tumit jauh dari tubuh Anda sehingga kedua kakinya paralel selama enam detik. Lakukan enam kali dan ulangi latihan dengan kaki kanan.

Sumber

Fisioterapi Pada Asma

Asma adalah penyakit yang akrab dengan anak. Pada penderita asma, selain meresepkan obat, dokter biasanya juga menyarankan fisioterapi. Terapi pada paru-paru ini akan membantunya mengeluarkan lendir, sehingga penderita bisa bernapas lega kembali. Pada umumnya untuk kasus batuk pilek atau asma yang ringan hanya dibutuhkan 1-2 kali fisioterapi tapi untuk kasus yang berat bisa dibutuhkan sampai 7 kali, bahkan lebih. Jika penderita sering mengalami asma, katakanlah hampir 3 bulan sekali atau sering kambuh tiba-tiba, terbayang kan harus berapa kali fisioterapi dilakukan. Begitu pula pengeluaran tenaga, waktu, dan uang karena anak dan pendampingnya harus bolak-balik ke rumah sakit. Penghematan terhadap pengeluaran-pengeluaran tersebut sangat bisa dilakukan jika orang tua mengerti teknik fisioterapi untuk kemudian mempraktikkannya di rumah. Memang ada alat yang dibutuhkan dalam fisioterapi ini, yaitu nebulizer yang harganya relatif (berkisar 800 ribu rupiah ke atas). Namun kalau dihitung-hitung, boleh jadi harga tersebut jatuhnya lebih murah dibanding total biaya yang dikeluarkan jika harus mondar-mandir ke rumah sakit.

Manfaat fisioterapi bukan hanya meringankan batuk pilek karena infeksi saja, tapi juga gangguan pernapasan akibat asma atau pilek karena alergi. Namun fisioterapi di rumah harus dijadikan satu paket dengan kunjungan ke dokter. Maksudnya, tetap harus diingat bahwa tujuan fisioterapi adalah memperingan gejalasementara pengobatan tetap harus dilakukan berdasarkan pemeriksaan dokter. Fisioterapi di rumah dapat dilakukan pada semua orang, tanpa pandang umur, dari bayi hingga dewasa. Hanya saja untuk melakukan fisioterapi pada bayi, orang tua umumnya tidak memiliki rasa percaya diri. Wajar saja, karena tubuhnya masih begitu mungil. Apalagi memang ada beberapa teknik fisioterapi untuk bayi yang hanya bisa dilakukan fisioterapis profesional, misalnya untuk mengeluarkan lendir setelah proses inhalasi dengan nebulizer.
Kondisi yang mengizinkan fisioterapi:
  • Dokter menyarankan anak menjalani fisioterapi.
  • Asma ringan (tidak disertai demam dan lamanya belum lebih dari 7 hari).
Hindari fisioterapi bila:
  • Kondisi asma yang dialami anak tergolong berat atau disertai demam.
  • Anak mengalami sesak yang parah karena dengan fisioterapi malah bisa menambah sesaknya.
  • Anak baru saja menghabiskan makannya karena dapat mengakibatkan muntah.
Syarat fisioterapi
  • Sebelumnya, anak sudah banyak minum air putih.
  • Pakaian yang dikenakan harus longgar.
  • Ruangan yang dipakai tidak banyak berdebu, tidak lembap, ventilasi udara baik.
Tersedia perlengkapan yang dibutuhkan:
1. Bantal
2. tempat tidur dan kursi
3. alat nebulizer
Tahapan fisioterapi
1. Inhalasi
Inhalasi adalah pengobatan dengan cara memberikan obat dalam bentuk uap kepada si sakit langsung melalui alat pernapasannya (hidung ke paru-paru). Alat terapi inhalasi bermacam-macam. Salah satunya yang efektif bagi anak adalah alat terapi dengan kompresor (jet nebulizer). Cara penggunaannya cukup praktis yaitu anak diminta menghirup uap yang dikeluarkan nebulizer dengan menggunakan masker. Obat-obatan yang dimasukkan ke dalam nebulizer bertujuan melegakan pernapasan atau menghancurkan lendir. Semua penggunaan obat harus selalu dalam pengawasan dokter. Dosis obat pada terapi inhalasi jelas lebih sedikit tapi lebih efektif ketimbang obat oral/obat minum seperti tablet atau sirup. Ya, karena dengan inhalasi obat langsung mencapai sasaran. Bila tujuannya untuk mengencerkan lendir/sekret di paru-paru, obat itu akan langsung menuju ke sana.
2. Latihan batuk
Batuk merupakan cara efektif dan efisien untuk mengeluarkan lendir di saluran pernapasan. Agar batuk jadi efektif maka perlu diberikan latihan batuk. Namun latihan ini hanya bisa dilakukan pada penderita yang sudah bisa diajak sedikit bekerja sama (kooperatif) atau mulai di usia batita. Untuk bayi, teknik batuk pada fisioterapi di rumah biasanya ditiadakan. Bayi biasanya mengeluarkan lendir dengan cara memuntahkannya. Adapun latihan batuk yang bisa dilakukan adalah: Anak duduk dengan agak membungkuk. Minta ia menarik napas dalam-dalam lalu tahan dan kontraksikan otot perut. Tiup napas lebih kuat dan batukkan.
3. Latihan pernapasan (Breathing exercise)
Pada penderita asma, latihan pernapasan selain ditujukan untuk memperbaiki fungsi alat pernapasan, juga bertujuan melatih penderita untuk mengatur pernapasan jika terasa akan datang serangan, ataupun sewaktu serangan asma.(Breathing Exercise) berbeda dengan gimnastik respirasi, meskipun didalamnya terdapat latihan-latihan yang bertujuan memperbaiki kelenturan rongga dada serta diafragma. Tujuan utamanya pada penderita asma adalah untuk melakukan pernapasan yang benar (efisien).
Pada penderita asma, latihan pernapasan selain ditujukan untuk memperbaiki fungsi alat pernapasan, juga bertujuan melatih penderita untuk mengatur pernapasan jika terasa akan datang serangan, ataupun sewaktu serangan asma. Latihan pernapasan utama bagi penderita asma adalah latihan nafas perut atau diafragma. Kekhususan di dalam latihan yakni waktu mengeluarkan nafas dikerjakan secara aktif. Sedangkan sewaktu menarik napas, lebih banyak secara pasif. Mengeluarkan nafas melalui mulut yang mencucu seperti sewaktu meniup lilin atau bersiul, pelan-pelan, dengan mengkempiskan dinding perut. Sewaktu inspirasi, dinding perut relaks (pasif) dan udara masuk ke paru-paru melalui hidung. Latihan ini bisa dilakukan pada anak yang kooperatif, sekitar usia 3 tahun ke atas. Sebetulnya, yang paling banyak digunakan dalam latihan ini adalah otot-otot dada bagian bawah atau diafragma.
Latihan pernapasan pada anak dapat dilakukan dengan menggunakan mainan semisal boneka.
Berikut caranya:
  • Anak dalam posisi telentang.
  • Taruh mainan boneka di atas perutnya. Minta anak untuk menarik napas sehingga boneka tersebut bergerak naik.
  • Kemudian tiupkan udara lewat mulut sehingga bonekanya bergerak turun. Lakukan sebanyak 4-8 kali.
6. Relaksasi
Khusus bagi penderita asma, maka perlu pula diajarkan cara-cara relaksasi untuk meredakan rasa sesaknya.
Posisi tersebut antara lain:
  • Bila dalam keadaan berdiri, posisi relaksasi yang disarankan yaitu tubuh bersandar ke dinding belakang atau bertumpu ke depan dan kepala condong ke depan sehingga napasnya tidak terengah-engah dan otot diafragmanya lebih banyak berfungsi.
  • Bila dalam posisi duduk, taruh bantal di perutnya kemudian minta ia memeluk bantal itu dengan posisi seperti bersujud. Adanya gaya berat ini dapat membantu pernapasannya.
  • Latihan relaksasi pada penderita asma bertujuan mencapai kondisi relaks baik sewaktu ada serangan maupun diluar serangan. Yang ingin dicapai, penderita secara spontan dapat relaksasi, baik pada otot-otot pernapasannya maupun mentalnya, pada saat serangan terasa akan datang atau sedang dalam serangan.
Pencegahan Asma
Upaya pencegahan asma pada anak dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pada anak yang asmanya belum bermanifestasi dan yang telah bermanifestasi.
Tindakan pencegahan pada anak yang belum bermanifestasi :
Mencegah terjadinya sesitisasi pada anak ; walau faktor genetic merupakan faktor penting, tetapi manifestasinya dipengaruhi faktor lingkungan. Penghindaraan terhadap makanan-makanan yang mempunyai tingkat alerginitis tinggi baik pada ibu hamil dan yang menyusui maupun sang anak.
• Orang tua, terutama ibu dianjurkan tidak merokok.
• Pencegahan terjadinya infeksi saluran nafas dan akibatnya.
• Pemberian asi eksklusif akan memberikan kekebalan dan efek imunologis pada anak.
• Tindakan pencegahan pada anak yang telah bermanifestasi ;
• Menghindarkan faktor pencetus ; alergan makanan, inhalan, bahan iritan, infeksi virus/bakterial, hindari latihan fisik yang berat, perubahan cuaca dan emosi sebagai faktor pencetus.
• Penggunaan obat-obatan, untuk mengatasi serangan asma.
Semua serangan penyakit asma harus dicegah. Serangan penyakit asma dapat dicegah jika faktor pemicunya diketahui dan bisa dihindari. Serangan yang dipicu oleh olah raga bisa dihindari dengan meminum obat sebelum melakukan olah raga.
Ada usaha-usaha pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah datangnya serangan penyakit asma, antara lain :
  • Menjaga kesehatan
  • Menjaga kebersihan lingkungan
  • Menghindarkan faktor pencetus serangan penyakit asma
  • Menggunakan obat-obat antipenyakit asma
 Sumber