28 April 2016

Profesi Sebagai Fisioterapis dan Hubungannya Dengan Low Back Pain

Sebagai seorang fisioterapis yang bekerja di klinik swasta ataupun rumah sakit tentunya sering menangani pasien yang terkena penyakit pada punggung bagian bawah atau yang lebih sering dikenal dengan istilah Low Back Pain. Low Back pain merupakan suatu sindroma klinik yang ditandai dengan dengan gejala utama berupa nyeri yang atau perasaan yang tidak nyaman di daerah punggung bawah. Semua orang pernah mengalami penyakit ini tidak terkecuali seorang fisioterapis yang bekerja di klinik swasta akibat dari aktivitasnya sehari-hari dalam menangani pasien. Low back pain yang merupakan suatu kondisi nyeri akut yang diperberat dengan adanya gerakan yang membungkuk yang dilakukan secara terus menerus.
Penyebab dari timbulnya Low Back Pain pada Fisioterapis yang bekerja di klinik adalah sebagai berikut:

S1. Sikap tubuh atau postur yang jelek saat menangani pasien
Akibat dari kebiasaan seorang fisioterapis dalam memberikan intervensi kepada pasien dengan cara yang kurang ergonomis merupakan salah satu penyebab dari timbulnya low back pain. Sikap kerja seperti berdiri dan membungkuk ke depan, tidak tegak, kepala menunduk, dan punggung bawah yang hiperlordosis juga dapat menimbulkan terjadinya sindroma ini. Apalabila kebiasaan-kebiasaan tersebut diulangi terus menerus dan dalam jangka waktu yang lama akan dapat menimbulkan keluhan pada tulang belakang bagian bawah.
22. Posisi bed pasien yang terlalu tinggi dan tempat untuk menaruh alat (Modalitas fisioterapi) yang kurang memenuhi standar ergonomi.
Posisi bed yang terlalu tinggi akan sangat mempengaruhi kondisi seorang fisioterapis. Bed yang tinggi dan posisi alat (modalitas) yang pendek dapat meningkatkan resiko terjadinya nyeri punggung bawah karena kondisi tersebut mengharuskan seorang fisioterapis untuk melakukan gerakan membungkuk secara terus menerus dalam dalam jangka yang lama. Hal tersebut nantinya akan mengakibatkan ketegangan yang terjadi pada otot-otot punggungan akibat dari penggunaan yang terlalu berlebihan (overuse) sehingga dapat menimbulkan nyeri. Begitu pula dengan tempat untuk menaruh alat-alat yang digunakan untuk memberikan intervensi kepada pasien yang juga tidak ergonomis (pendek).
33.  Duduk dan berdiri dalam jangka waktu yang lama
Duduk dan berdiri dalam jangka waktu yang lama pada saat bekerja di klinik juga sangat mempengaruhi terjadinya keluhan low back pain. Duduk dan berdiri dalam jangka waktu yang lama terlebih dalam posisi yang tidak tepat menimbulkan terjadinya ketegangan otot-otot pinggang dan dapat merusak jaringan-jaringan lunak disekitarnya.
Upaya penanggulangan dari penyakit Low Back Pain adalah sebagai berikut:
11. Selalu memperhatikan aspek ergonomis dalam melakukan pekerjaan seperti sikap tubuh yang tidak terlalu membungkuk ke depan, memperhatikan cara mengambil barang yang berat, dan selalu memperhatikan posisi tubuh kita sendiri agar sesuai dengan aspek-aspek ergonomi saat memberikan intervensi pasien.
22. Dalam memberikan intervensi kepada pasien, jika bed yang ada terlalu tinggi maka fisioterapis dapat menggunakan bangku sehingga posisi kita menjadi nyaman dan ergonomis. Hendaknya poisisi tempat untuk menaruh alat-alat fisioterapi juga disesuaikan dengan kondisi yang ergonomis sehingga timbulnya nyeri akibat dari low back pain dapat dihindari.
33. Duduk dan berdiri dalam jangka waktu yang lama juga dapat menimbulkan terjadinya nyeri pada punggung bawah, oleh karena itu kita harus memperbaiki sikap kita dalam bekerja. Jika kita duduk, duduklah dalam posisi yang benar, tempat duduk yang nyaman dan memiliki punggung kursi sebagai tempat untuk bersandar. Pada saat duduk, dalam waktu yang lama hendaknya seluruh punggung kontak dengan dengan kursi dan selingan dengan melakukan peregangan (stretching) dalam jangka waktu 1 jam. Waktu berdiri, usahakan berdiri dengan posisi yang baik, hindari berdiri terlalu lama dan selingi dengan jongkok. Bila mengangkat beban yang berat misalnya memidahkan pasien dari kursi roda ke bed hendaknya memperhatikan cara mengangkat yang benar seperti reganggkan terlebih dahulu kedua kaki kemudian tekuk lutut dan posisi punggung harus dalam keadaan tetap tegak.
44. Selalu melakukan olahraga yang rutin dan teratur untuk mencegah terjadinya keluhan yang ditimbulkan oleh adanya nyeri punggung bawah (Low back pain) dan memperkuat otot-otot tubuh terutama pada punggung baguan bawah.

23 April 2016

KOMBINASI STRAIN COUNTERSTRAIN DAN INFRARED SAMA BAIK DENGAN KOMBINASI CONTRACT RELAX STRETCHING DAN INFRARED TERHADAP PENURUNAN NYERI MYOFASCIAL PAIN SYNDROME OTOT UPPER TRAPEZIUS PADA MAHASISWA FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA



KOMBINASI STRAIN COUNTERSTRAIN DAN INFRARED SAMA BAIK DENGAN KOMBINASI CONTRACT RELAX STRETCHING DAN INFRARED TERHADAP PENURUNAN NYERI MYOFASCIAL PAIN SYNDROME OTOT UPPER TRAPEZIUS PADA MAHASISWA FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
1I Made Dhita Prianthara 2I Made Niko Winaya 3 I Made Muliarta
1. Program Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Bali
2. Program Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Bali
3. Bagian Faal Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Bali

ABSTRAK
Myofascial pain syndrome merupakan gangguan nyeri muskuloskeletal yang ditandai dengan adanya trigger point di dalam tautband otot skeletal. Myofascial pain syndrome menyebabkan terjadinya penurunan aktifitas sehari-hari seperti kesulitan dalam menggerakkan leher. Selain itu myofascial pain syndrome dicirikan dengan adanya spasme otot, tenderness, stiffness, keterbatasan gerak dan kelemahan otot. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan kombinasi strain counterstrain dan infrared dengan kombinasi contract relax stretching dan infrared terhadap penurunan nyeri myofascial pain syndrome otot upper trapezius. Penelitian ini bersifat eksperimental dengan rancangan pre dan post test control group design. Sampel berjumlah 22 orang dibagi ke dalam dua kelompok. Kelompok 1 diberikan intervensi strain counterstrain dan infrared sedangkan kelompok 2 diberikan intervensi contract relax stretching dan infrared. Pengukuran nyeri dilakukan dengan menggunakan VAS (visual analogue scale).
Perbedaan rerata sebelum dan sesudah perlakuan pada tiap kelompok dengan menggunakan paired sample t-test didapatkan hasil p=0,000 untuk kelompok 1 dengan beda rerata 2,309±0,996 dan p=0,000 dengan beda rerata 2,118±0,855 untuk kelompok 2. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada setiap kelompok terjadi penurunan nyeri yang bermakna. Dari uji beda selisih kelompok 1 dengan kelompok 2 dengan menggunakan independent samples t-test didapatkan p=0,635 dimana p>0,05. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kombinasi strain counterstrain dan infrared sama baik dengan kombinasi contract relax stretching dan infrared terhadap penurunan nyeri myofascial pain syndrome otot upper trapezius.

Kata Kunci : Myofascial pain syndrome, strain counterstrain, contract relax stretching, infrared, VAS


COMBINATION OF STRAIN COUNTERSTRAIN AND INFRARED SHOWED NO SIGNIFICANT DIFFERENCE AS COMBINATION OF CONTRACT RELAX STRETCHING AND INFRARED TO REDUCE PAIN IN MYOFASCIAL PAIN SYNDROME UPPER TRAPEZIUS MUSCLE AMONG PHYSICAL THERAPY STUDENTS FACULTY OF MEDICINE UDAYANA UNIVERSITY
ABSTRACT
Myofascial pain syndrome is a musculoskeletal pain disorder characterized by presence of trigger points in tautband of skeletal muscle. Myofascial pain syndrome causes decrease in daily activities such as difficulty in moving the neck. In addition myofascial pain syndrome characterized by muscle spasm, tenderness, stiffness, limitation of motion and muscle weakness. The objective of this study was to compare the combination of strain counterstrain and infrared with combination of contract relax stretching and infrared to reduce pain in the myofascial pain syndrome of trapezius muscle. This research was an experimental study with pre and post test control group design. Total sample is 22 subject were divided into two groups. The first group was given strain counterstrain and infrared intervention, while the second group was given contract relax stretching and infrared intervention. Pain was measured by VAS (visual analogue scale).
This research was found that mean difference of VAS before and after intervention in each group were tested with paired sample t-test and the result obtained p = 0.000 with mean 2.309±0.996 for the first group and p = 0.000 with mean 2,118±0,855 for the second group. The result means that in each group were significantly decreased pain. From the Independent sample t-test obtained by the difference of first group with second group is p=0.635 where p>0.05. From these results it can be concluded that the combination of strain counterstrain and infrared showed no significant difference as combination of contract relax stretching and infrared to reduce pain in myofascial pain syndrome upper trapezius.

Keywords : Myofascial pain syndrome, strain counterstrain, contract relax stretching, infrared, VAS
PENDAHULUAN

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) di jaman sekarang sudah berkembang sangat pesat sehingga dapat memudahkan manusia dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari. Kemajuan teknologi seperti komputer, televisi dan alat-alat komunikasi sudah banyak digunakan dalam berbagai bidang. Perkembangan internet dari tahun ke tahun juga mengalami peningkatan. Dari internet manusia bisa mendapatkan informasi penting dari berbagai bidang. Di dalam bidang kesehatan pun sudah banyak ditemukan berbagai macam ilmu baru agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang lebih optimal.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tentunya sudah dapat dinikmati oleh berbagai kalangan usia seperti mahasiswa. Mahasiswa yang sering memanfaatkan perkembangan ilmu dan teknologi tersebut tentunya memberikan dampak yang positif. Namun hal tersebut tidak selalu berdampak positif bagi kesehatan karena sering menyebabkan berbagai keluhan kesehatan. Hasil survey di Amerika Serikat didapatkan fakta bahwa rata-rata waktu kerja yang digunakan untuk bekerja dengan komputer adalah 5,8 jam per hari atau 69% dari total jam kerja mereka.7 Sedangkan dari hasil wawancara yang dilakukan kepada 25 orang mahasiswa, rata-rata menggunakan komputer 5 jam dalam sehari. Saat menggunakan komputer posisi tubuh kita cenderung tidak ergonomis seperti terlalu menghadap ke bawah akibat dari layar komputer yang terlalu rendah atau pun terlalu keatas sehingga kita harus terus melihat keatas, posisi tubuh yang sering membungkuk, dan postur yang buruk seperti forward head position. Keadaan tersebut akan mengarahkan tubuh dalam keadaan posisi statis yang akan menyebabkan terjadinya keluhan muskuloskeletal. Saat tubuh dalam posisi statis, terjadi kontraksi yang terjadi secara terus menerus pada otot. Jika dilakukan secara berulang-ulang (repetitif) dan dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya luka pada jaringan sehingga terjadi penumpukan sisa-sisa metabolisme. Pelengketan jaringan akan terjadi akibat dari kurangnya nutrisi dan oksigen sehingga menyebabkan ischemia. Hal tersebut akan mengakibatkan nyeri pada otot yang berkontraksi terutama pada daerah leher. Nyeri pada daerah leher tersebut dikenal sebagai sindroma nyeri myofascial (myofascial pain syndrome).
Myofascial pain syndrome merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal yang ditandai dengan adanya trigger point di area yang sensitif di dalam taut band otot skeletal, jika diberikan tekanan pada area tersebut akan menimbulkan nyeri yang spesifik pada suatu titik yang ditekan (tenderness). Myofascial pain syndrome dapat menyebabkan nyeri lokal, tenderness, tightness, stiffness, nyeri rujukan dan kelemahan otot yang biasanya terjadi pada otot upper trapezius.9
Otot upper trapezius merupakan otot stabilitator yang berfungsi mempertahankan posisi kepala yang perlekatannya tepat berada di punggung bagian atas. Saat melakukan aktivitas otot ini berfungsi untuk melakukan gerakan elevasi dan depresi tulang scapula. Kontraksi otot yang terjadi pada posisi statis pada upper trapezius saat melakukan aktivitas sering menyebabkan otot ini mengalami kekakuan ataupun tightness sehingga dapat memicu terjadinya cedera pada otot upper trapezius. Kondisi otot tersebut akan menimbulkan nyeri akibat myofascial pain syndrome apabila tidak segera ditangani dengan baik.5
Nyeri yang diakibatkan oleh myofascial pain syndrome otot upper trapezius dapat mengakibatkan terjadinya berbagai keluhan. Salah satu keluhan tersebut adalah gangguan fungsional dan keterbatasan range of motion (ROM) seperti elevasi dan depresi bahu. Apabila tidak tertangani dengan baik akan menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari. Terapi dengan medikamentosa sudah tepat diberikan pada kasus myofascial pain syndrome, selain dengan medikamentosa untuk menangani nyeri akibat myofascial pain syndrome juga dapat dilakukan dengan intervensi fisioterapi. Fisioterapi yang merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk memulihkan fungsi dan gerak tubuh harus memiliki kemampuan untuk melakukan assessment, diagnosa, planning, intervensi sesuai dengan patologi pada kasus tersebut dan evaluasi pada akhir program agar pasien dapat beraktivitas seperti biasa. Teknik fisioterapi yang dapat diterapkan pada kasus myofascial pain syndrome adalah menggunakan teknik strain counterstrain.
Strain counterstrain merupakan salah satu teknik manipulasi pada jaringan lunak yang bertujuan untuk mengurangi nyeri akibat dari gangguan muskuloskeletal dengan cara menekan bagian otot yang mengalami pemendekan dan memposisikan sendi secara pasif ke dalam posisi yang menimbulkan rasa yang paling nyaman. Teknik ini dapat memberikan manfaat karena dapat mengatur kembali muscle spindle secara automatik yang nantinya akan membantu dalam melaporkan panjang dan tonus otot. Ketika sendi diposisikan dalam posisi yang nyaman maka akan menghasilkan efek inhibisi nyeri yang sangat hebat sehingga bisa menurunkan rasa nyeri dan pelepasan tonus otot yang berlebihan. Jika posisi paling nyaman sudah dapat diperoleh dimana nyeri dapat menghilang dari monitoring palpasi pada tender point, maka jaringan yang tegang akan menjadi paling relaks.12
Teknik lain yang dapat digunakan adalah contract relax stretching yang merupakan suatu teknik yang menggabungkan kontraksi otot isometrik dengan stretching pasif. Kontraksi isometrik dilakukan pada otot yang mengalami pemendekan dan dilanjutkan dengan penguluran yang dilakukan secara pasif pada otot tersebut. Teknik ini bermanfaat untuk memanjangkan atau mengulur jaringan lunak seperti otot, fascia, tendon dan ligament yang mengalami pemendekan secara patologis akibat dari adanya spasme pada otot atau pun akibat dari pemendekan otot. Kontraksi isometrik membantu mengurangi nyeri melalui mekanisme pumping action sehingga sisa-sisa metabolisme dapat berkurang. Saat otot diregangkan dengan teknik contract relax stretching akan mempengaruhi sarkomer yang merupakan unit kontraksi dasar pada otot. Pemberian intervensi contract relax stretching pada kasus myofascial akan dapat membantu otot dalam meluruskan kembali beberapa serabut atau cross link karena ketegangan otot akibat dari myofascial pain syndrome. Adanya fase relaksasi pada teknik ini disertai dengan ekspirasi maksimal dapat mempermudah dalam memperoleh pelemasan otot dan pencapaian panjang otot yang mengalami tightness/kontraktur yang lebih maksimal.1
Selain menggunakan teknik di atas, fisioterapi juga dapat menggunakan infrared untuk menangani nyeri myofascial pain syndrome. Infrared merupakan salah satu modalitas fisioterapi yang menggunakan pancaran sinar elektromagnetik yang bertujuan untuk meningkatkan metabolisme, vasodilatasi pembuluh darah dan mengurangi nyeri. Adanya efek termal dari infrared suatu reaksi kimia akan dapat dipercepat sehingga proses metabolisme yang terjadi pada superficial kulit meningkat dan pemberian nutrisi dan oksigen pada otot yang mengalami myofascial akan diperbaiki. Vasodilatasi pembuluh darah akan menyebabkan sirkulasi darah meningkat dan sisa-sisa dari hasil metabolisme dalam jaringan akan dikeluarkan. Pengeluaran sisa-sisa metabolisme tersebut seperti zat ‘P’ yang menumpuk di jaringan akan dibuang sehingga rasa nyeri dapat berkurang/menghilang.10
Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu dilakukan penelitian tentang kombinasi strain counterstrain dan infrared sama baik dengan kombinasi contract relax stretching dan infrared terhadap penurunan nyeri myofascial pain syndrome otot upper trapezius pada Mahasiswa Fisioterapi Kedokteran Universitas Udayana.

METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimental dengan rancangan Pre dan Post Test Control Group Design. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni tahun 2014. Populasi target pada penelitian ini adalah semua Mahasiswa Fisioterapi Universitas Udayana yang terindikasi myofascial pain syndrome. Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan kriteria inklusi, ekslusi dan assessment fisioterapi yang didapatkan sampel sebanyak 22 orang yang dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok 1 dengan perlakuan strain counterstrain dan infrared dan kelompok 2 dengan perlakuan contract relax stretching dan infrared.
Instrumen Penelitian
VAS (Visual Analogue Scale) adalah suatu alat ukur yang digunakan untuk mengukur intensitas nyeri dimana nyeri diukur dengan menggunakan garis lurus dengan ukuran 10 cm yang menggambarkan intensitas nyeri. Di ujung sebelah kiri garis diberi tanda yang berarti “tidak nyeri” sedangkan di ujung sebelah kanan diberi tanda “nyeri yang tidak tertahankan”. Pasien memberi tanda di sepanjang garis tersebut sesuai dengan intensitas nyeri yang dirasakan. Nyeri diukur sebelum dan sesudah dilakukan intervensi.
Setelah 6 kali evaluasi dan peneliti sudah mendapatkan data yang lengkap, peneliti melakukan uji komparasi data untuk mengetahui perbedaan nyeri sebelum dan sesudah intervensi pada masing-masing kelompok dengan paired t-test dan uji komparasi data untuk membandingkan hasil perhitungan beda rerata penurunan nyeri pada sebelum dan setelah intervensi antar kelompok dengan menggunakan uji Independent sample t test. Kemudian semua data yang didapatkan diolah dengan statistik menggunakan komputer dengan perangkat lunak SPSS.

HASIL PENELITIAN
Berikut ini merupakan deskripsi karakteristik sampel yang terdiri atas jenis kelamin dan umur.
Tabel 1. Distribusi Data Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Frekwensi
Persen
Kel. 1
Kel. 2
Kel. 1
Kel. 2
Laki-Laki
3
6
27,3
54,5
Perempuan
8
5
72,7
45,5
Total
11
11
100,0
100,0
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan 1 subjek yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 3 orang (27,3%) dan perempuan sebanyak 8 orang (72,7%), sedangkan pada kelompok perlakuan 2 subjek yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 6 orang (54,5%) dan perempuan sebanyak 5 orang (45,5%).
Tabel 2. Distribusi Data Sampel Berdasarkan Umur
Karakteristik
Nilai Rerata dan Simpang Baku
Kel. 1
Kel. 2

Usia
20,09±0,944
20,45±1,440
Dari Tabel 5.2 di atas menunjukkan bahwa subjek penelitian kelompok 1 memiliki rerata umur (20,09±0,944) tahun dan pada kelompok 2 memiliki rerata umur (20,45±1,440).


Tabel 3. Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas
Kelompok Data
Uji Normalitas dengan Shapiro Wilk Test
Uji Homogenitas
(Levene’s Test)
Kelompok 1
Kelompok 2
p
p
Sebelum
0,097
0,088
0,118
Sesudah
0,474
0,116
0,053
Selisih
0,235
0,679
0,454
Berdasarkan Tabel 3 terlihat hasil uji normalitas dengan menggunakan Shapiro Wilk Test dan uji homogenitas dengan mengguanakan Levene’s Test didapatkan hasil bahwa data berdistribusi normal dan homogen.
Tabel 4. Hasil Uji Paired Sample T Test

Beda Rerata
p


Kelompok 1
2,309±0,996
0,000
Kelompok 2
2,118±0,855
0,000




Bedasarkan Tabel 4 didapatkan hasil beda rerata penurunan nyeri myofascial pain syndrome otot upper trapezius yang dianalisis dengan paired sample t-test sebelum dan setelah intervensi pada kelompok 1 dengan nilai p = 0,000 (p < 0,05) yang berarti bahwa ada perbedaan yang bermakna dari penurunan nyeri sebelum dan setelah intervensi strain counterstrain dan infrared pada myofascial pain syndrome otot upper trapezius.
Pengujian hipotesis sebelum dan setelah intervensi pada kelompok 2 yang menggunakan uji paired sample t-test didapatkan nilai p = 0,000 (p < 0,05) yang berarti bahwa ada perbedaan yang bermakna dari penurunan nyeri sebelum dan setelah intervensi contract relax stretching dan infrared pada myofascial pain syndrome otot upper trapezius.
Tabel 5. Hasil Uji Independent T-Test

Kelompok
Rerata±SB
p


Nyeri Sebelum Intervensi
Kelompok 1
4,118±0,977
0,749

Kelompok 2
4,236±0,706

Nyeri Sesudah Intervensi
Kelompok 1
1,809±0,942
0,361

Kelompok 2
2,118±0,558

Selisih
Kelompok 1
2,309±0,996
0,635

Kelompok 2
2,118±0,855


Berdasarkan Tabel 5 yang memperlihatkan hasil perhitungan beda rerata penurunan nyeri yang diperoleh nilai p = 0,635 (p > 0,05) pada selisih antara sebelum dan sesudah perlakuan. Hal ini berarti tidak ada perbedaan yang bermakna pada intervensi strain counterstrain dan infrared dibandingkan dengan contract relax stretching dan infrared terhadap penurunan nyeri myofascial pain syndrome otot upper trapezius.

PEMBAHASAN
Karakteristik Sampel
Karakteristik sampel pada penelitian ini yaitu pada kelompok 1 subjek yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 3 orang (27,3%) dan berjenis kelamin perempuan sebanyak 8 orang (72,7%), sedangkan pada kelompok 2 subjek yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 6 orang (54,5%) dan perempuan sebanyak 5 orang (45,5%). Dilihat dari umur subjek, kelompok perlakuan 1 memiliki rerata umur 20,09±0,944 dan kelompok 2 memiliki rerata umur 20,45±1,440 dimana usia tersebut merupakan usia yang produktif. Pada umur tersebut mahasiswa banyak melakukan aktifitas dan selalu aktif dalam melakukan pekerjaannya salah satunya seperti menggunakan komputer sebagai media untuk belajar maupun menggunakan internet.
Berdasarkan data diatas, hal tersebut sesuai dengan pernyataan Eduardo et al. tahun 2009 yang menyatakan bahwa 54% wanita lebih banyak terkena myofascial pain syndrome dibandingkan dengan pria yang hanya 45%. Sedangkan menurut teori Low level muscle contraction (Cinderella Hypothesis) dalam Dommerholt pada tahun 2006 menyatakan bahwa kontraksi otot yang terjadi secara terus menerus dan dilakukan berulang-ulang dapat menyebabkan terjadinya myofascial pain syndrome. Hal tersebut dapat dilihat pada saat aktivitas menggunakan komputer dalam jangka waktu yang lama.

Kombinasi Strain Counterstrain dan Infrared Dapat Menurunkan Nyeri Myofascial Pain Syndrome Otot Upper Trapezius
Berdasarkan hasil uji paired sample t test yang dilakukan pada kelompok perlakuan 1 dimana didapatkan rerata sebelum intervensi sebesar 4,118 dan setelah intervensi didapatkan nilai sebesar 1,809, sedangkan nilai p = 0,000 (p < 0,05) yang berarti bahwa ada perbedaan yang bermakna nyeri sebelum dan sesudah intervensi strain counterstrain dan infrared. Hal tersebut menunjukkan bahwa intervensi strain counterstrain dan infrared dapat menurunkan nyeri pada myofascial pain syndrome otot upper trapezius.
            Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan DiGiovanna et al. pada tahun 2005 yang menyatakan bahwa strain counterstrain yang dapat mempengaruhi aktifitas proprioceptive yang tidak tepat sehingga dapat membantu menormalisasi tonus otot dan pengaturan panjang ketegangan normal otot. Dengan menormalisasi proprioceptive dan keseimbangan neural didalam jaringan otot serta melepaskan inhibisi yang disebabkan oleh nyeri maka strain counterstrain dapat membantu memulihkan tonus otot dan fungsi otot yang terlibat. Penambahan penekanan pada otot yang memendek dengan penambahan posisi pasif akan mengatur kembali muscle spindle dan susunan saraf pusat akan memberi sinyal dengan benar secara langsung untuk mengatur ulang gamma motor neuron sehingga tonus otot menurun dan membantu melepaskan spasme.
            Penelitian yang dilakukan oleh Meseguer et al. pada tahun 2006 yang menyimpulkan bahwa teknik strain counterstrain dapat menurunkan nyeri yang signifikan dalam mengurangi nyeri tekan dan nyeri lokal yang disebabkan oleh myofascial pain syndrome otot upper trapezius melalui pengaturan kembali secara automatik pada muscle spindle, yang dapat membantu melaporkan panjang dan tonus otot.
            Penelitian tentang infrared telah dilakukan oleh Haryanto pada tahun 2003 yang menyatakan bahwa terdapat peningkatan ambang nyeri setelah pemberian infrared serta dapat bertahan selama 15 menit setelah penghentian pemberian infrared. Pemanasan yang dihasilkan oleh infrared menimbulkan kenaikan teperatur daerah lokal yang diikuti terjadiya vasodilatasi pembuluh darah sehingga aliran darah pada daerah nyeri yang diakibatkan oleh myofascial pain syndrome menjadi lancar, proses metabolisme meningkat sehingga pemberian oksigen dan nutrisi pada jaringan yang mengalami gangguan akan meningkat.

Kombinasi Contract Relax Stretching dan Infrared Dapat Menurunkan Nyeri Myofascial Pain Syndrome Otot Upper Trapezius
            Berdasarkan hasil uji dengan uji paired sampel t test pada kelompok perlakuan 2 didapatkan rerata sebelum intervensi sebesar 4,236 dan setelah intervensi sebesar 2,118, sedangkan nila p = 0,000 ( p < 0,05 ) yang berarti bahwa ada perbedaan yang bermakna nyeri sebelum dan sesudah intervensi contract relax stretching dan infrared. Hal tersebut menunjukkan bahwa intervensi contract relax stretching dan infrared dapat menurunkan nyeri pada myofascial pain syndrome otot upper trapezius.
            Penelitian yang dilakukan oleh Azizah dan Hardjono pada tahun 2006 menyatakan bahwa dengan diberikannya intervensi contract relax stretching, maka motor unit yang ada pada seluruh serabut otot akan teraktifasi akibat dari adanya kontraksi isometrik yang diikuti dengan inspirasi maksimal. Hal tersebut juga akan menstimulus golgi tendon organ yang dapat membantu terjadinya relaksasi pada otot setelah kontraksi (reverse innervation) sehingga akan terjadi pelepasan adhesi pada otot tersebut. Kontraksi otot yang kuat akan mempermudah mekanisme pumping action sehingga proses metabolisme dan sirkulasi lokal dapat berlangsung dengan baik sebagai akibat dari vasodilatasi dan relaksasi setelah kontraksi maksimal dari otot sehingga proses metabolisme dan sirkulasi darah dapat berlangsung dengan baik akibat dari vasodilatasi dan relaksasi dari otot. Dengan demikian pengangkutan sisa-sisa metabolisme (P substance) dan asetabolic yang diproduksi melalui proses inflamasi dapat berjalan dengan lancar sehingga rasa nyeri dapat berkurang. Adanya komponen stretching maka panjang otot dapat dikembalikan dengan mengaktifasi golgi tendon organ sehingga relaksasi dapat dicapai karena nyeri akibat ketegangan otot dapat diturunkan dan mata rantai viscous circle dapat diputuskan.
            Penelitian yang dilakukan oleh Pratama pada tahun 2013 menyatakan bahwa pemberian contract relax stretching terbukti memberikan pengaruh terhadap penurunan nyeri otot upper trapezius pada kondisi myofascial trigger points. Adanya kontraksi otot yang kuat akan mempermudah mekanisme pumping action sehingga proses metabolisme dan sirkulasi lokal dapat berlangsung dengan baik dan sekaligus akan membuang sisa hasil metabolisme.
            Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wahyu pada tahun 2013, penyinaran yang diberikan dengan modalitas infrared akan memberikan efek panas pada jaringan yang akan memperlancar aliran darah. Pemberian nutrisi dan oksigen yang diperlukan oleh jaringan akan terpenuhi dengan baik dan pembuangan hasil dari sisa-sisa metabolisme akan lancar sehingga nyeri dapat berkurang.

Kombinasi Strain Counterstrain dan Infrared Sama Baik Dengan Contract Relax Stretching dan Infrared Terhadap Penurunan Nyeri Myofascial Pain Syndrome Otot Upper Trapezius
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji independent t test yang digunakan untuk menguji perbandingan rerata penurunan nyeri pada otot upper trapezius sebelum dan setelah perlakuan pada kedua kelompok perlakuan. Pada analisis kelompok 1 didapatkan nilai rerata selisih antara nilai sebelum dan sesudah intervensi 2,309±0,996 dan kelompok perlakuan 2 memiliki rerata selisih antara nilai sebelum dan sesudah intervensi 2,118±0,855, sedangkan selisih p = 0,635 (p > 0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna (signifikan) pada kombinasi intervensi strain counterstrain dan infrared dengan contract relax stretching dan infrared terhadap penurunan nyeri myofascial pain syndrome otot upper trapezius. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Somprasong et al. pada tahun 2011 yang menyatakan bahwa tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan antara pemberian strain counterstrain dengan stretching.
            Menurut penelitian yang dilakukan oleh Risal pada tahun 2010, strain counterstrain merupakan teknik manipulasi yang menerapkan teknik palpasi/penekanan yang disertai dengan pemberian posisi nyaman pada jaringan yang patologis. Hal tersebut dapat menstimulasi muscle spindle yang mengalami spasme sehingga menghasilkan aktivasi dari proprioseptor yang mempersarafi muscle spindle. Impuls nosisensorik yang diakibatkan oleh adanya kerusakan pada jaringan akan di inhibisi oleh aktivitas proprioseptor. Rangsangan yang diterima oleh muscle spindle juga akan menyebabkan terjadinya relaksasi secara reflex pada otot yang spasme. Penekanan/palpasi yang diberikan dapat menghasilkan aliran sirkulasi yang meningkat setelah kompresi dilepas. Pada saat tekanan diberikan, hal tersebut dapat menghasilkan hambatan nosisensorik sehingga setelah diberikan penekanan akan timbul rasa nyaman. Dalam pengalaman klinis menunjukkan bahwa metode ini dapat memberikan rasa lebih enak/nyaman saat dipalpasi daripada saat terasa tegang.
            Dalam penelitian Witri tahun 2013 disebutkan bahwa kontraksi maksimal yang dilakukan selama 7 detik selama pemberian contract relax stretching akan menstimulus golgi tendon organ yang dapat membantu terjadinya relaksasi pada otot setelah kontraksi. Proses relaksasi yang diikuti ekspirasi maksimal akan memudahkan perolehan pelemasan otot. Dengan adanya komponen stretching maka panjang otot dapat dikembalikan dengan mengaktifasi golgi tendon organ sehingga relaksasi dapat dicapai karena nyeri akibat ketegangan otot dapat diturunkan. Intervensi contract relax stretching memberikan kontraksi isometrik dengan inspirasi maksimal dan stretching yang diikuti dengan ekspirasi maksimal akan menimbulkan mekanisme pumping action sehingga proses metabolisme dan sirkulasi lokal dapat berlangsung dengan baik. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya pengangkutan sisa-sisa metabolisme (P substance) dan asetabolic yang diproduksi melalui proses inflamasi dapat berjalan dengan lancar sehingga rasa nyeri dapat berkurang.
            Penelitian yang dilakukan Wahyu tahun 2013 menyebutkan infrared merupakan pancaran gelombang elektromagnetik yang digunakan untuk keluhan yang hanya sampai di bagian kulit (superfisial). Adanya efek sedatif dari infrared dimana stimulasi panas sampai pada jaringan sub cutan yang akan mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah sehingga aliran dalam pembuluh darah meningkat dan substansi P atau sisa metabolisme akan terbuang. Selain itu efek pemanasan juga juga akan meningkatkan metabolisme yang akan mengakibatkan peningkatan suplay nitrisi dan oksigen ke jaringan sehingga nyeri berkurang. Pemanasan yang dihasilkan oleh infrared akan menstimulasi ujung-ujung saraf perifer (neuron) yang akan mengaktifkan serabut saraf A alpha dan A delta yang dapat mengaktifkan neuron inhibisi seperti seperti asam amino inhibitory dan neuropeptida, zat-zat tersebut terikat pada reseptor aferen primer dan neuron dorsal horn. Sehingga transmisi nosiseptif akan terhambat oleh mekanisme pra-sinaptik dan pasca-sinaptik dan transmisi nosiseptor akan turun. Jadi perjalanan impuls nyeri tidak langsung dikirim ke otak tetapi lebih banyak dimodulasi yang mengakibatkan nyeri berkurang.


SIMPULAN
Simpulan
            Berdasarkan analisis penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
1. Kombinasi strain counterstrain dan infrared dapat menurunkan nyeri myofascial pain syndrome otot upper trapezius sebesar 56,07%.
2. Kombinasi contract relax stretching dan infrared dapat menurunkan nyeri myofascial pain syndrome otot upper trapezius sebesar 50%.
3. Kombinasi strain counterstrain dan infrared sama baik dengan contract relax stretching dan infrared dalam menurunkan nyeri myofascial pain syndrome otot upper.

Saran
            Beberapa saran yang dapat diajukan berdasarkan temuan dan kajian dalam penelitian ini adalah :
1. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, baik intervensi strain counterstrain, contract relax stretching dan infrared dapat digunakan sebagai intervensi fisioterapi dalam menangani nyeri yang diakibatkan oleh myofascial pain syndrome otot upper trapezius. Intervensi strain counterstrain dapat digunakan apabila pasien menginginkan rasa nyaman pada saat diberikan intervensi.


DAFTAR PUSTAKA
1.      Azizah dan Hardjono. 2006. Pengaruh Penambahan Contract Relax Stretching Pada Intervensi Interferencial Current dan Ultrasound Terhadap Pengurangan Nyeri Pada Sindroma Miofascial Otot Supraspinatus. Jakarta: Fisioterapi Universitas Esa Unggul.
2.      DiGiovanna, E.L., Schiowitz, S. and Dowling, D.J. 2005. An Osteopathic Approach to Diagnosis and Treatment. 3rd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
3.      Dommerholt, J. Bron, C. and Fransen, J., 2006. Myofascial Trigger Points: An Evidence Informed Review. The Journal of Manual and Manipulatif Therapy. USA. Vol.14 (4): 203-221
4.      Eduardo, V.D., Romero, J.C. and Escoda, C.G. 2009. Myofascial Pain Syndrome Associated With Trigger Points: A literature Review. (I) Epidemiology, Clinical Treatment and Etiopathogeny. Oral Medicine and Pathology. Barcelona. Vol.14 (10): 494-498
5.      Hamilton and Luttgens K. 2002. Kinesiology Scientific Basis of Human Motion. New York: Mc Graw Hill.
6.      Haryanto, J.S. 2003. Efek Infra Merah terhadap Ambang Nyeri Pada Subjek Sehat [Thesis]. Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Universitas Diponegoro.
7.      Hasibuan, N.D.P. 2011. Gambaran Keluhan Muskuloskeletal Pada Pegawai Yang Menggunakan Personal Komputer Di PT PLN (PERSERO) Wilayah Sumatera Utara Tahun 2011. USU Institutional Repository. Diakses pada tanggal 1 Mei 2014 dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/26764
8.      Meseguer, A.A., Fernandes, D.P.C., Navarro-Poza, J.L., Rodriguez-Blanco, C., Gandia, J.J.B. 2006. Immediate Effects of The Strain/Counterstrain Technique In Local Pain Evoked By Tender Points In The Upper Trapezius Muscle. Clinical Chiripractic. Spain: Vol 19: 112-118.
9.      Montanes-Aguilera, F.J., Valtuena-Gimeno N., Chamon-Sanchez-De-Los-Silos R., Martinez-Sanchis J., Barrios-Pitarque C., Bosch-Morell F. 2011. Short-term Efficacy of Richelli´s PainrelieverTM on Upper Trapezius Myofascial Trigger Point in a Patient with Neck pain- A Case Report. Journal of Physical Therapy. Valencia: Vol 3: 61-65.
10.  Porter, S.B. 2013. Tidy’s Physiotherapy. 15th ed. USA: Elsevier.
11.  Pratama, G.R. 2013. Pengaruh Latihan Contract Relax Stretching Terhadap Penurunan Nyeri Myofascial Trigger Point Syndrome Otot Upper Trapezius Pada Pembatik Tulis Halus Laweyan [Skripsi]. Program Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadyah Surakarta.  
12.  Risal, 2010. Beda Pengaruh Contract Relax Stretching dengan Strain-Counterstrain Technique Terhadap Penurunan Nyeri pada Penderita Piriformis Syndrome di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Jurnal Fisioterapi Makassar. Makassar: Universitas Hasanudin.
13.  Wahyu P.Y. 2013. Efektifitas Jarak Infra Merah Terhadap Ambang Nyeri. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta
14.  Witri, O.M. 2013. Perbandingan Myofascial Release Technique Dengan Contract Relax Stretching Terhadap Penurunan Nyeri Pada Sindrom Myofascial Otot Upper Trapezius [Skripsi]. Program Studi Fisioterapi Universitas Udayana.