KOMBINASI
STRAIN COUNTERSTRAIN DAN INFRARED SAMA BAIK DENGAN KOMBINASI CONTRACT RELAX STRETCHING DAN INFRARED TERHADAP PENURUNAN NYERI MYOFASCIAL PAIN SYNDROME OTOT UPPER TRAPEZIUS PADA MAHASISWA
FISIOTERAPI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
1I Made Dhita Prianthara 2I Made Niko
Winaya 3 I Made Muliarta
1. Program Studi
Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Bali
2. Program Studi
Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Bali
3. Bagian Faal
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar Bali
ABSTRAK
Myofascial pain
syndrome
merupakan gangguan nyeri muskuloskeletal yang ditandai dengan adanya trigger point di dalam tautband otot skeletal. Myofascial pain syndrome menyebabkan
terjadinya penurunan aktifitas sehari-hari seperti kesulitan dalam menggerakkan
leher. Selain
itu myofascial pain syndrome
dicirikan dengan adanya spasme otot, tenderness,
stiffness, keterbatasan gerak dan
kelemahan otot. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan kombinasi
strain counterstrain dan infrared dengan kombinasi contract relax stretching dan infrared terhadap penurunan nyeri myofascial pain syndrome otot upper trapezius. Penelitian ini bersifat
eksperimental dengan rancangan pre
dan post test control group design. Sampel
berjumlah 22 orang dibagi ke dalam dua kelompok. Kelompok 1 diberikan
intervensi strain counterstrain dan infrared sedangkan kelompok 2 diberikan
intervensi contract relax stretching dan
infrared. Pengukuran nyeri dilakukan
dengan menggunakan VAS (visual
analogue scale).
Perbedaan
rerata sebelum dan sesudah perlakuan pada tiap kelompok dengan menggunakan paired sample t-test didapatkan hasil p=0,000
untuk kelompok 1 dengan beda rerata 2,309±0,996 dan p=0,000 dengan beda rerata 2,118±0,855 untuk
kelompok 2. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada setiap kelompok terjadi
penurunan nyeri yang bermakna. Dari uji beda selisih kelompok 1 dengan kelompok
2 dengan menggunakan independent samples
t-test didapatkan p=0,635 dimana p>0,05. Dari
hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kombinasi strain counterstrain dan infrared sama baik dengan kombinasi contract relax stretching dan infrared terhadap penurunan nyeri myofascial pain syndrome otot upper trapezius.
Kata
Kunci : Myofascial pain syndrome, strain
counterstrain, contract relax stretching, infrared, VAS
COMBINATION
OF STRAIN COUNTERSTRAIN AND INFRARED SHOWED NO SIGNIFICANT DIFFERENCE AS
COMBINATION OF CONTRACT RELAX STRETCHING AND INFRARED TO REDUCE PAIN IN
MYOFASCIAL PAIN SYNDROME UPPER TRAPEZIUS MUSCLE AMONG PHYSICAL THERAPY STUDENTS
FACULTY OF MEDICINE UDAYANA UNIVERSITY
ABSTRACT
Myofascial pain
syndrome is a musculoskeletal pain disorder characterized by presence of
trigger points in tautband of skeletal muscle. Myofascial pain syndrome causes
decrease in daily activities such as difficulty in moving the neck. In addition
myofascial pain syndrome characterized by muscle spasm, tenderness, stiffness,
limitation of motion and muscle weakness. The objective of this study was to
compare the combination of strain counterstrain and infrared with combination
of contract relax stretching and infrared to reduce pain in the myofascial pain
syndrome of trapezius muscle. This
research was an experimental study with pre and post test control group design.
Total sample is 22 subject were divided into two groups. The first group was
given strain counterstrain and infrared intervention, while the second group
was given contract relax stretching and infrared intervention. Pain
was measured by VAS (visual analogue scale).
This research was found that mean difference of VAS
before and after intervention in each group were tested with paired sample
t-test and the result obtained p = 0.000 with mean 2.309±0.996 for
the first group and p = 0.000 with mean 2,118±0,855 for the second group. The result means
that in each group were significantly decreased pain. From the
Independent sample t-test obtained by the difference of first group with second
group is p=0.635 where p>0.05. From these results it can be concluded that the
combination of strain counterstrain and infrared showed no significant difference
as combination of contract relax stretching and infrared to reduce pain in
myofascial pain syndrome upper trapezius.
Keywords
: Myofascial pain syndrome, strain counterstrain, contract relax stretching,
infrared, VAS
PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK) di jaman sekarang sudah berkembang sangat pesat sehingga dapat
memudahkan manusia dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari. Kemajuan teknologi seperti komputer, televisi dan alat-alat
komunikasi sudah banyak digunakan dalam berbagai bidang. Perkembangan internet
dari tahun ke tahun juga mengalami peningkatan. Dari internet manusia bisa
mendapatkan informasi penting dari berbagai bidang. Di dalam bidang kesehatan
pun sudah banyak ditemukan berbagai macam ilmu baru agar dapat memberikan
pelayanan kesehatan yang lebih optimal.
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi tentunya sudah dapat dinikmati oleh berbagai
kalangan usia seperti mahasiswa. Mahasiswa yang sering memanfaatkan
perkembangan ilmu dan teknologi tersebut tentunya memberikan dampak yang
positif. Namun hal tersebut tidak selalu berdampak positif bagi kesehatan karena sering menyebabkan berbagai keluhan kesehatan. Hasil
survey di Amerika Serikat didapatkan fakta bahwa rata-rata waktu kerja yang
digunakan untuk bekerja dengan komputer adalah 5,8 jam per hari atau 69% dari
total jam kerja mereka.7 Sedangkan dari hasil wawancara yang
dilakukan kepada 25 orang mahasiswa, rata-rata menggunakan komputer 5 jam dalam
sehari. Saat menggunakan komputer posisi tubuh kita cenderung tidak ergonomis
seperti terlalu menghadap ke bawah akibat dari layar komputer yang terlalu
rendah atau pun terlalu keatas sehingga kita harus terus melihat keatas, posisi
tubuh yang sering membungkuk, dan postur yang buruk seperti forward head position. Keadaan tersebut
akan mengarahkan tubuh dalam keadaan posisi statis yang akan menyebabkan
terjadinya keluhan muskuloskeletal. Saat tubuh dalam posisi statis,
terjadi kontraksi yang terjadi secara terus menerus pada otot. Jika dilakukan
secara berulang-ulang (repetitif) dan dalam jangka waktu yang lama dapat
menyebabkan terjadinya luka pada jaringan sehingga terjadi penumpukan sisa-sisa
metabolisme. Pelengketan jaringan akan terjadi akibat dari kurangnya nutrisi
dan oksigen sehingga menyebabkan ischemia.
Hal tersebut akan mengakibatkan nyeri pada otot yang berkontraksi terutama pada
daerah leher. Nyeri pada daerah leher tersebut dikenal sebagai sindroma nyeri myofascial
(myofascial pain syndrome).
Myofascial
pain syndrome
merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal yang ditandai dengan adanya trigger point di area yang sensitif di
dalam taut band otot skeletal, jika
diberikan tekanan pada area tersebut akan menimbulkan nyeri yang spesifik pada
suatu titik yang ditekan (tenderness).
Myofascial pain syndrome dapat
menyebabkan nyeri lokal, tenderness,
tightness, stiffness, nyeri rujukan dan kelemahan otot yang biasanya
terjadi pada otot upper trapezius.9
Otot upper
trapezius merupakan otot stabilitator yang berfungsi mempertahankan posisi
kepala yang perlekatannya tepat berada di punggung bagian atas. Saat melakukan
aktivitas otot ini berfungsi untuk melakukan gerakan elevasi dan depresi tulang
scapula. Kontraksi otot yang terjadi
pada posisi statis pada upper trapezius
saat melakukan aktivitas sering menyebabkan otot ini mengalami kekakuan ataupun tightness sehingga dapat
memicu terjadinya cedera pada otot upper
trapezius. Kondisi otot tersebut akan menimbulkan nyeri akibat myofascial pain syndrome apabila tidak
segera ditangani dengan baik.5
Nyeri yang diakibatkan oleh myofascial pain syndrome otot upper trapezius dapat mengakibatkan
terjadinya berbagai keluhan. Salah satu keluhan tersebut adalah gangguan
fungsional dan keterbatasan range of
motion (ROM) seperti elevasi dan depresi bahu. Apabila
tidak tertangani dengan baik akan menyebabkan terganggunya aktivitas
sehari-hari. Terapi dengan medikamentosa sudah tepat diberikan pada kasus myofascial pain syndrome, selain dengan
medikamentosa untuk menangani nyeri akibat myofascial
pain syndrome juga dapat dilakukan dengan intervensi fisioterapi.
Fisioterapi yang merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk
memulihkan fungsi dan gerak tubuh harus memiliki kemampuan untuk melakukan assessment, diagnosa, planning, intervensi sesuai dengan
patologi pada kasus tersebut dan evaluasi pada akhir program agar pasien dapat
beraktivitas seperti biasa. Teknik fisioterapi yang dapat diterapkan pada kasus
myofascial pain syndrome adalah
menggunakan teknik strain counterstrain.
Strain
counterstrain
merupakan salah satu teknik manipulasi pada jaringan lunak yang bertujuan untuk
mengurangi nyeri akibat dari gangguan muskuloskeletal dengan cara menekan bagian otot yang mengalami pemendekan dan
memposisikan sendi secara pasif ke dalam posisi yang menimbulkan rasa yang
paling nyaman. Teknik ini dapat memberikan manfaat karena dapat mengatur
kembali muscle spindle secara
automatik yang nantinya akan membantu dalam melaporkan panjang dan tonus otot.
Ketika sendi diposisikan dalam posisi yang nyaman maka akan menghasilkan efek
inhibisi nyeri yang sangat hebat sehingga bisa menurunkan rasa nyeri dan
pelepasan tonus otot yang berlebihan. Jika posisi paling nyaman sudah dapat
diperoleh dimana nyeri dapat menghilang dari monitoring palpasi pada tender point, maka jaringan yang tegang
akan menjadi paling relaks.12
Teknik lain yang dapat digunakan adalah contract relax stretching yang merupakan
suatu teknik yang menggabungkan kontraksi otot isometrik dengan stretching pasif. Kontraksi isometrik
dilakukan pada otot yang mengalami pemendekan dan dilanjutkan dengan penguluran
yang dilakukan secara pasif pada otot tersebut. Teknik ini bermanfaat untuk
memanjangkan atau mengulur jaringan lunak seperti otot, fascia, tendon dan
ligament yang mengalami pemendekan secara patologis akibat dari adanya spasme
pada otot atau pun akibat dari pemendekan otot. Kontraksi isometrik membantu
mengurangi nyeri melalui mekanisme pumping
action sehingga sisa-sisa metabolisme dapat berkurang. Saat otot
diregangkan dengan teknik contract relax
stretching akan mempengaruhi sarkomer yang merupakan unit kontraksi dasar
pada otot. Pemberian intervensi contract
relax stretching pada kasus myofascial
akan dapat membantu otot dalam meluruskan kembali beberapa serabut atau cross link karena ketegangan otot akibat
dari myofascial pain syndrome. Adanya
fase relaksasi pada teknik ini disertai dengan ekspirasi maksimal dapat
mempermudah dalam memperoleh pelemasan otot dan pencapaian panjang otot yang
mengalami tightness/kontraktur yang
lebih maksimal.1
Selain menggunakan teknik di atas,
fisioterapi juga dapat menggunakan infrared
untuk menangani nyeri myofascial pain
syndrome. Infrared merupakan
salah satu modalitas fisioterapi yang menggunakan pancaran sinar
elektromagnetik yang bertujuan untuk meningkatkan metabolisme, vasodilatasi
pembuluh darah dan mengurangi nyeri. Adanya efek termal dari infrared suatu reaksi kimia akan dapat
dipercepat sehingga proses metabolisme yang terjadi pada superficial kulit meningkat dan pemberian nutrisi dan oksigen pada
otot yang mengalami myofascial akan
diperbaiki. Vasodilatasi pembuluh darah akan menyebabkan sirkulasi darah
meningkat dan sisa-sisa dari hasil metabolisme dalam jaringan akan dikeluarkan.
Pengeluaran sisa-sisa metabolisme tersebut seperti zat ‘P’ yang menumpuk di
jaringan akan dibuang sehingga rasa nyeri dapat berkurang/menghilang.10
Berdasarkan latar belakang
tersebut, perlu dilakukan penelitian tentang kombinasi strain counterstrain dan infrared
sama baik dengan kombinasi contract
relax stretching dan infrared terhadap
penurunan nyeri myofascial pain syndrome otot
upper trapezius pada Mahasiswa
Fisioterapi Kedokteran Universitas Udayana.
METODE
PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian
ini adalah eksperimental dengan
rancangan Pre dan Post Test Control Group Design. Penelitian dilaksanakan pada bulan
Mei hingga Juni tahun 2014. Populasi target pada penelitian ini adalah semua
Mahasiswa Fisioterapi Universitas Udayana yang terindikasi myofascial pain syndrome. Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan
kriteria inklusi, ekslusi dan assessment fisioterapi yang didapatkan sampel
sebanyak 22 orang yang dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok 1 dengan perlakuan strain counterstrain dan infrared dan kelompok 2 dengan perlakuan
contract relax stretching dan infrared.
Instrumen
Penelitian
VAS (Visual Analogue Scale) adalah suatu alat ukur yang
digunakan untuk mengukur intensitas nyeri dimana nyeri diukur dengan menggunakan
garis lurus dengan ukuran 10 cm yang menggambarkan intensitas nyeri. Di ujung
sebelah kiri garis diberi tanda yang berarti “tidak nyeri” sedangkan di ujung
sebelah kanan diberi tanda “nyeri yang tidak tertahankan”. Pasien memberi tanda
di sepanjang garis tersebut sesuai dengan intensitas nyeri yang dirasakan. Nyeri
diukur sebelum dan sesudah dilakukan intervensi.
Setelah
6 kali evaluasi dan peneliti sudah mendapatkan data yang lengkap, peneliti
melakukan uji komparasi data untuk mengetahui perbedaan nyeri sebelum dan
sesudah intervensi pada masing-masing kelompok dengan paired t-test dan
uji komparasi data untuk membandingkan hasil perhitungan beda rerata penurunan
nyeri pada sebelum dan setelah intervensi antar kelompok dengan menggunakan uji
Independent sample t test. Kemudian semua data yang didapatkan diolah
dengan statistik menggunakan komputer dengan perangkat lunak SPSS.
HASIL PENELITIAN
Berikut
ini merupakan deskripsi karakteristik sampel yang terdiri atas jenis kelamin dan
umur.
Tabel 1. Distribusi Data Sampel
Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
|
Frekwensi
|
Persen
|
||
Kel. 1
|
Kel. 2
|
Kel. 1
|
Kel. 2
|
|
Laki-Laki
|
3
|
6
|
27,3
|
54,5
|
Perempuan
|
8
|
5
|
72,7
|
45,5
|
Total
|
11
|
11
|
100,0
|
100,0
|
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa pada kelompok
perlakuan 1 subjek yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 3 orang (27,3%) dan
perempuan sebanyak 8 orang (72,7%), sedangkan pada kelompok perlakuan 2 subjek
yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 6 orang (54,5%) dan perempuan sebanyak
5 orang (45,5%).
Tabel 2. Distribusi Data Sampel
Berdasarkan Umur
Karakteristik
|
Nilai Rerata dan Simpang Baku
|
||
Kel. 1
|
Kel. 2
|
||
Usia
|
20,09±0,944
|
20,45±1,440
|
Dari Tabel 5.2 di atas menunjukkan bahwa subjek
penelitian kelompok 1 memiliki rerata umur (20,09±0,944) tahun dan pada kelompok 2
memiliki rerata umur (20,45±1,440).
Tabel
3. Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas
Kelompok Data
|
Uji Normalitas dengan Shapiro Wilk Test
|
Uji
Homogenitas
(Levene’s Test)
|
|
Kelompok 1
|
Kelompok 2
|
||
p
|
p
|
||
Sebelum
|
0,097
|
0,088
|
0,118
|
Sesudah
|
0,474
|
0,116
|
0,053
|
Selisih
|
0,235
|
0,679
|
0,454
|
Berdasarkan Tabel 3 terlihat hasil uji normalitas
dengan menggunakan Shapiro Wilk Test dan
uji homogenitas dengan mengguanakan Levene’s
Test didapatkan hasil bahwa data berdistribusi normal dan homogen.
Tabel
4. Hasil Uji Paired Sample T Test
|
Beda Rerata
|
p
|
|
|
|||
Kelompok 1
|
2,309±0,996
|
0,000
|
|
Kelompok 2
|
2,118±0,855
|
0,000
|
|
Bedasarkan Tabel 4 didapatkan hasil beda
rerata penurunan nyeri myofascial pain
syndrome otot upper trapezius yang
dianalisis dengan paired sample t-test
sebelum dan setelah intervensi pada kelompok 1 dengan nilai p = 0,000 (p <
0,05) yang berarti bahwa ada perbedaan yang bermakna dari penurunan nyeri
sebelum dan setelah intervensi strain
counterstrain dan infrared pada myofascial pain syndrome otot upper trapezius.
Pengujian hipotesis sebelum dan setelah intervensi
pada kelompok 2 yang menggunakan uji paired
sample t-test didapatkan nilai p = 0,000 (p < 0,05) yang berarti bahwa
ada perbedaan yang bermakna dari penurunan nyeri sebelum dan setelah intervensi
contract relax stretching dan infrared pada myofascial pain syndrome otot upper
trapezius.
Tabel 5. Hasil Uji Independent T-Test
|
Kelompok
|
Rerata±SB
|
p
|
|
Nyeri Sebelum
Intervensi
|
Kelompok 1
|
4,118±0,977
|
0,749
|
|
Kelompok 2
|
4,236±0,706
|
|||
Nyeri Sesudah
Intervensi
|
Kelompok 1
|
1,809±0,942
|
0,361
|
|
Kelompok 2
|
2,118±0,558
|
|||
Selisih
|
Kelompok 1
|
2,309±0,996
|
0,635
|
|
Kelompok 2
|
2,118±0,855
|
Berdasarkan Tabel 5 yang memperlihatkan hasil
perhitungan beda rerata penurunan nyeri yang diperoleh nilai p = 0,635 (p >
0,05) pada selisih antara sebelum dan sesudah perlakuan. Hal ini berarti tidak
ada perbedaan yang bermakna pada intervensi strain
counterstrain dan infrared dibandingkan
dengan contract relax stretching dan infrared terhadap penurunan nyeri myofascial pain syndrome otot upper trapezius.
PEMBAHASAN
Karakteristik
Sampel
Karakteristik sampel pada penelitian ini
yaitu pada kelompok 1 subjek yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 3 orang
(27,3%) dan berjenis kelamin perempuan sebanyak 8 orang (72,7%), sedangkan pada
kelompok 2 subjek yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 6 orang (54,5%) dan
perempuan sebanyak 5 orang (45,5%). Dilihat dari umur subjek, kelompok
perlakuan 1 memiliki rerata umur 20,09±0,944 dan kelompok 2 memiliki rerata
umur 20,45±1,440 dimana usia tersebut merupakan usia yang produktif. Pada umur
tersebut mahasiswa banyak melakukan aktifitas dan selalu aktif dalam melakukan
pekerjaannya salah satunya seperti menggunakan komputer sebagai media untuk
belajar maupun menggunakan internet.
Berdasarkan
data diatas, hal tersebut sesuai dengan pernyataan Eduardo et al. tahun 2009 yang menyatakan bahwa 54% wanita lebih banyak
terkena myofascial pain syndrome dibandingkan
dengan pria yang hanya 45%. Sedangkan menurut teori Low level muscle contraction (Cinderella
Hypothesis) dalam Dommerholt pada tahun 2006 menyatakan bahwa kontraksi
otot yang terjadi secara terus menerus dan dilakukan berulang-ulang dapat
menyebabkan terjadinya myofascial pain
syndrome. Hal tersebut dapat dilihat pada saat aktivitas menggunakan
komputer dalam jangka waktu yang lama.
Kombinasi Strain
Counterstrain dan Infrared Dapat
Menurunkan Nyeri Myofascial Pain Syndrome
Otot Upper Trapezius
Berdasarkan hasil uji paired sample t test yang dilakukan pada
kelompok perlakuan 1 dimana didapatkan rerata sebelum intervensi sebesar 4,118
dan setelah intervensi didapatkan nilai sebesar 1,809, sedangkan nilai p =
0,000 (p < 0,05) yang berarti bahwa ada perbedaan yang bermakna nyeri
sebelum dan sesudah intervensi strain
counterstrain dan infrared. Hal
tersebut menunjukkan bahwa intervensi strain
counterstrain dan infrared dapat
menurunkan nyeri pada myofascial pain
syndrome otot upper trapezius.
Hasil tersebut sesuai dengan
pernyataan DiGiovanna et al. pada
tahun 2005 yang menyatakan bahwa strain
counterstrain yang dapat mempengaruhi aktifitas proprioceptive yang tidak tepat sehingga dapat membantu
menormalisasi tonus otot dan pengaturan panjang ketegangan normal otot. Dengan
menormalisasi proprioceptive dan
keseimbangan neural didalam jaringan otot serta melepaskan inhibisi yang
disebabkan oleh nyeri maka strain
counterstrain dapat membantu memulihkan tonus otot dan fungsi otot yang
terlibat. Penambahan penekanan pada otot yang memendek dengan penambahan posisi
pasif akan mengatur kembali muscle
spindle dan susunan saraf pusat akan memberi sinyal dengan benar secara
langsung untuk mengatur ulang gamma motor neuron sehingga tonus otot menurun
dan membantu melepaskan spasme.
Penelitian yang dilakukan oleh
Meseguer et al. pada tahun 2006 yang
menyimpulkan bahwa teknik strain
counterstrain dapat menurunkan nyeri yang signifikan dalam mengurangi nyeri
tekan dan nyeri lokal yang disebabkan oleh myofascial
pain syndrome otot upper trapezius melalui
pengaturan kembali secara automatik pada muscle
spindle, yang dapat membantu melaporkan panjang dan tonus otot.
Penelitian tentang infrared telah dilakukan oleh Haryanto
pada tahun 2003 yang menyatakan bahwa terdapat peningkatan ambang nyeri setelah
pemberian infrared serta dapat
bertahan selama 15 menit setelah penghentian pemberian infrared. Pemanasan yang
dihasilkan oleh infrared menimbulkan kenaikan teperatur daerah lokal yang diikuti
terjadiya vasodilatasi pembuluh darah sehingga aliran darah pada daerah nyeri
yang diakibatkan oleh myofascial pain
syndrome menjadi lancar, proses metabolisme meningkat sehingga pemberian oksigen dan nutrisi pada jaringan
yang mengalami gangguan akan meningkat.
Kombinasi Contract
Relax Stretching dan Infrared Dapat
Menurunkan Nyeri Myofascial Pain Syndrome
Otot Upper Trapezius
Berdasarkan hasil uji dengan uji paired sampel t test pada kelompok
perlakuan 2 didapatkan rerata sebelum intervensi sebesar 4,236 dan setelah
intervensi sebesar 2,118, sedangkan nila p = 0,000 ( p < 0,05 ) yang berarti
bahwa ada perbedaan yang bermakna nyeri sebelum dan sesudah intervensi contract relax stretching dan infrared. Hal tersebut menunjukkan bahwa
intervensi contract relax stretching dan
infrared dapat menurunkan nyeri pada myofascial pain syndrome otot upper trapezius.
Penelitian yang dilakukan oleh
Azizah dan Hardjono pada tahun 2006 menyatakan bahwa dengan diberikannya
intervensi contract relax stretching, maka
motor unit yang ada pada seluruh serabut otot akan teraktifasi akibat dari
adanya kontraksi isometrik yang diikuti dengan inspirasi maksimal. Hal tersebut
juga akan menstimulus golgi tendon organ yang dapat membantu terjadinya
relaksasi pada otot setelah kontraksi (reverse
innervation) sehingga akan terjadi pelepasan adhesi pada otot tersebut.
Kontraksi otot yang kuat akan mempermudah mekanisme pumping action sehingga proses metabolisme dan sirkulasi lokal
dapat berlangsung dengan baik sebagai akibat dari vasodilatasi dan relaksasi
setelah kontraksi maksimal dari otot sehingga proses metabolisme dan sirkulasi
darah dapat berlangsung dengan baik akibat dari vasodilatasi dan relaksasi dari
otot. Dengan demikian pengangkutan sisa-sisa metabolisme (P substance) dan
asetabolic yang diproduksi melalui proses inflamasi dapat berjalan dengan
lancar sehingga rasa nyeri dapat berkurang. Adanya komponen stretching
maka panjang otot dapat dikembalikan dengan mengaktifasi golgi tendon organ
sehingga relaksasi dapat
dicapai karena nyeri akibat ketegangan otot dapat diturunkan dan mata rantai viscous
circle dapat diputuskan.
Penelitian yang dilakukan oleh
Pratama pada tahun 2013 menyatakan bahwa pemberian contract relax stretching terbukti memberikan pengaruh terhadap
penurunan nyeri otot upper trapezius pada
kondisi myofascial trigger points.
Adanya kontraksi otot yang kuat akan mempermudah mekanisme pumping action
sehingga proses metabolisme dan sirkulasi lokal dapat berlangsung dengan baik
dan sekaligus akan membuang sisa hasil metabolisme.
Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Wahyu pada tahun 2013, penyinaran yang diberikan dengan modalitas infrared
akan memberikan efek panas pada jaringan yang akan memperlancar aliran darah.
Pemberian nutrisi dan oksigen yang diperlukan oleh jaringan akan terpenuhi
dengan baik dan pembuangan hasil dari sisa-sisa metabolisme akan lancar
sehingga nyeri dapat berkurang.
Kombinasi Strain
Counterstrain dan Infrared Sama Baik
Dengan Contract Relax Stretching dan Infrared
Terhadap Penurunan Nyeri Myofascial
Pain Syndrome Otot Upper Trapezius
Berdasarkan
hasil analisis dengan menggunakan uji independent
t test yang digunakan untuk menguji perbandingan
rerata penurunan nyeri pada otot upper
trapezius sebelum dan setelah perlakuan pada kedua kelompok perlakuan. Pada
analisis kelompok 1 didapatkan nilai rerata selisih antara nilai sebelum dan
sesudah intervensi 2,309±0,996
dan kelompok perlakuan 2 memiliki rerata selisih antara nilai sebelum dan
sesudah intervensi 2,118±0,855,
sedangkan selisih p = 0,635 (p > 0,05). Maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna (signifikan) pada kombinasi
intervensi strain counterstrain dan infrared dengan contract relax stretching dan infrared
terhadap penurunan nyeri myofascial
pain syndrome otot upper trapezius. Hasil penelitian ini sama dengan
penelitian yang dilakukan oleh Somprasong et
al. pada tahun 2011 yang menyatakan bahwa tidak ditemukan adanya perbedaan
yang signifikan antara pemberian strain
counterstrain dengan stretching.
Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Risal pada tahun 2010, strain counterstrain merupakan teknik manipulasi yang menerapkan
teknik palpasi/penekanan yang disertai dengan pemberian posisi nyaman pada
jaringan yang patologis. Hal tersebut dapat menstimulasi muscle spindle yang
mengalami spasme sehingga menghasilkan aktivasi dari proprioseptor yang
mempersarafi muscle spindle. Impuls nosisensorik yang diakibatkan oleh adanya
kerusakan pada jaringan akan di inhibisi oleh aktivitas proprioseptor.
Rangsangan yang diterima oleh muscle spindle juga akan menyebabkan terjadinya
relaksasi secara reflex pada otot yang spasme. Penekanan/palpasi yang diberikan
dapat menghasilkan aliran sirkulasi yang meningkat setelah kompresi dilepas.
Pada saat tekanan diberikan, hal tersebut dapat menghasilkan hambatan
nosisensorik sehingga setelah diberikan penekanan akan timbul rasa nyaman.
Dalam pengalaman klinis menunjukkan bahwa metode ini dapat memberikan rasa
lebih enak/nyaman saat dipalpasi daripada saat terasa tegang.
Dalam penelitian Witri tahun 2013
disebutkan bahwa kontraksi maksimal yang dilakukan selama 7 detik selama
pemberian contract relax stretching
akan menstimulus golgi tendon organ yang dapat membantu terjadinya relaksasi
pada otot setelah kontraksi. Proses relaksasi yang diikuti ekspirasi maksimal
akan memudahkan perolehan pelemasan otot. Dengan adanya komponen stretching
maka panjang otot dapat dikembalikan dengan mengaktifasi golgi tendon organ
sehingga relaksasi dapat
dicapai karena nyeri akibat ketegangan otot dapat diturunkan. Intervensi contract relax stretching memberikan
kontraksi isometrik dengan inspirasi maksimal dan stretching yang diikuti dengan ekspirasi maksimal akan menimbulkan
mekanisme pumping action sehingga
proses metabolisme dan sirkulasi lokal dapat berlangsung dengan baik. Hal
tersebut mengakibatkan terjadinya pengangkutan sisa-sisa metabolisme (P
substance) dan asetabolic yang diproduksi melalui proses inflamasi dapat
berjalan dengan lancar sehingga rasa nyeri dapat berkurang.
Penelitian yang
dilakukan Wahyu tahun 2013 menyebutkan infrared
merupakan pancaran gelombang elektromagnetik yang digunakan untuk keluhan yang hanya sampai di bagian kulit (superfisial). Adanya efek sedatif dari infrared dimana stimulasi panas sampai
pada jaringan sub cutan yang akan mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah
sehingga aliran dalam pembuluh darah meningkat dan substansi P atau sisa
metabolisme akan terbuang. Selain itu efek pemanasan juga juga akan
meningkatkan metabolisme yang akan mengakibatkan peningkatan suplay nitrisi dan
oksigen ke jaringan sehingga nyeri berkurang. Pemanasan yang dihasilkan oleh
infrared akan menstimulasi ujung-ujung saraf perifer (neuron) yang akan
mengaktifkan serabut saraf A alpha dan A delta yang dapat mengaktifkan neuron
inhibisi seperti seperti asam amino inhibitory dan neuropeptida, zat-zat
tersebut terikat pada reseptor aferen primer dan neuron dorsal horn. Sehingga
transmisi nosiseptif akan terhambat oleh mekanisme pra-sinaptik dan
pasca-sinaptik dan transmisi nosiseptor akan turun. Jadi perjalanan impuls
nyeri tidak langsung dikirim ke otak tetapi lebih banyak dimodulasi yang
mengakibatkan nyeri berkurang.
SIMPULAN
Simpulan
Berdasarkan analisis penelitian yang
telah dilakukan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
1.
Kombinasi strain counterstrain dan infrared dapat menurunkan nyeri myofascial pain syndrome otot upper trapezius sebesar 56,07%.
2.
Kombinasi contract relax stretching dan
infrared dapat menurunkan nyeri myofascial pain syndrome otot upper trapezius sebesar 50%.
3.
Kombinasi strain counterstrain dan infrared sama baik dengan contract relax stretching dan infrared dalam menurunkan nyeri myofascial pain syndrome otot upper.
Saran
Beberapa saran yang dapat diajukan
berdasarkan temuan dan kajian dalam penelitian ini adalah :
1.
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, baik intervensi strain counterstrain, contract relax
stretching dan infrared dapat
digunakan sebagai intervensi fisioterapi dalam menangani nyeri yang diakibatkan
oleh myofascial pain syndrome otot upper trapezius. Intervensi strain counterstrain dapat digunakan
apabila pasien menginginkan rasa nyaman pada saat diberikan intervensi.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Azizah
dan Hardjono. 2006. Pengaruh Penambahan
Contract Relax Stretching Pada Intervensi Interferencial Current dan Ultrasound
Terhadap Pengurangan Nyeri Pada Sindroma Miofascial Otot Supraspinatus.
Jakarta: Fisioterapi Universitas Esa Unggul.
2.
DiGiovanna,
E.L., Schiowitz, S. and Dowling, D.J. 2005. An
Osteopathic Approach to Diagnosis and Treatment. 3rd ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
3.
Dommerholt,
J. Bron, C. and Fransen, J., 2006. Myofascial Trigger Points: An Evidence
Informed Review. The Journal of Manual
and Manipulatif Therapy. USA. Vol.14 (4): 203-221
4.
Eduardo,
V.D., Romero, J.C. and Escoda, C.G. 2009. Myofascial Pain Syndrome Associated
With Trigger Points: A literature Review. (I) Epidemiology, Clinical Treatment and Etiopathogeny. Oral
Medicine and Pathology. Barcelona.
Vol.14 (10): 494-498
5.
Hamilton
and Luttgens K. 2002. Kinesiology
Scientific Basis of Human Motion. New York: Mc Graw Hill.
6.
Haryanto,
J.S. 2003. Efek Infra Merah terhadap Ambang Nyeri Pada Subjek Sehat [Thesis].
Program Pendidikan Dokter Spesialis-1 Universitas Diponegoro.
7.
Hasibuan,
N.D.P. 2011. Gambaran Keluhan Muskuloskeletal Pada Pegawai Yang Menggunakan
Personal Komputer Di PT PLN (PERSERO) Wilayah Sumatera Utara Tahun 2011. USU Institutional Repository. Diakses
pada tanggal 1 Mei 2014 dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/26764
8.
Meseguer,
A.A., Fernandes, D.P.C., Navarro-Poza, J.L., Rodriguez-Blanco, C., Gandia,
J.J.B. 2006.
Immediate Effects of The Strain/Counterstrain
Technique In Local Pain Evoked By Tender Points In The Upper Trapezius Muscle. Clinical Chiripractic. Spain: Vol 19:
112-118.
9.
Montanes-Aguilera,
F.J., Valtuena-Gimeno N., Chamon-Sanchez-De-Los-Silos R., Martinez-Sanchis J.,
Barrios-Pitarque C., Bosch-Morell F. 2011. Short-term Efficacy of Richelli´s PainrelieverTM on Upper
Trapezius Myofascial Trigger Point in a Patient with Neck pain- A Case Report. Journal of Physical Therapy. Valencia:
Vol 3: 61-65.
10. Porter, S.B.
2013. Tidy’s Physiotherapy. 15th ed.
USA: Elsevier.
11. Pratama, G.R.
2013. Pengaruh Latihan Contract Relax
Stretching Terhadap Penurunan Nyeri Myofascial
Trigger Point Syndrome Otot Upper
Trapezius Pada Pembatik Tulis Halus Laweyan [Skripsi]. Program Studi
Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadyah Surakarta.
12. Risal, 2010. Beda
Pengaruh Contract Relax Stretching
dengan Strain-Counterstrain Technique
Terhadap Penurunan Nyeri pada Penderita Piriformis
Syndrome di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Jurnal Fisioterapi Makassar. Makassar: Universitas Hasanudin.
13. Wahyu P.Y. 2013.
Efektifitas Jarak Infra Merah Terhadap Ambang Nyeri. Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
14. Witri, O.M. 2013. Perbandingan Myofascial
Release Technique Dengan Contract Relax Stretching Terhadap
Penurunan Nyeri Pada Sindrom Myofascial Otot Upper Trapezius
[Skripsi]. Program Studi Fisioterapi Universitas Udayana.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan beri komentar sobat di bawah ini!
Komentar sobat akan sangat bermanfaat bagi kemajuan blog ini! :D Jangan lupa follow blog ini juga ;)
Mohon untuk tidak menggunakan nama ANONIM!
No SPAM !!!