1. Definisi Frozen Shoulder
Istilah frozen shouder hanya digunakan
untuk penyakait yang sudah diketahui dengan baik yang ditandai dengan nyeri dan
kekakuan progresif bahu yang berlangsung 18 bulan. Proses peradangan dari
tendonitis kronis tapi perubahan-perubahan peradangan kemudian menyebar
melibatkan seluruh cuff dan capsul (Appley, 1993).
Selama peradangan berkurang jaringan
berkontraksi kapsul menempel pada kaput humeri dan guset sinovial intra
artikuler dapat hilang dengan perlengketan. Frozen merupakan kelanjutan lesi rotator
cuff, karena degenerasi yang progresif. Jika berkangsung lama otot rotator
akan tertarik serta memperlengketan serta memperlihatkan tnada-tanda penipisan
dan fibrotisasi. Keadaan lebih lanjut, proses degenerasi diikuti erosi tuberculum
humeri yang akan menekan tendon bicep dan bursa subacromialis sehingga
terjadi penebalan dinding bursa. Frozen shoulder dapat pula terjadi
karena ada penimbunan kristal kalsium fosfat dan karbonat pada rotator cuff.
Garam ini tertimbun dalam tendon, ligamen, kapsul serta dinding pembuluh darah.
Penimbunan pertama kali ditemukan pada tendon lalu kepermukaan dan menyebar
keruang bawah bursa subdeltoid sehingga terjadi rardang bursa, terjadi
berulang-ulang karena tekiri terus-menerus menyebabkan penebalan dinding bursa,
pengentalan cairan bursa, perlengketandinding dasar dengan bursa sehingga
timbul pericapsulitis adhesive akhirnya terjadi frozen shoulder (Mayo, 2007).
Frozen shoulder dibagi 2 Klasifikasi, yaitu :
a. Primer/ idiopetik frozen shoulder
Yaitu frozen yang tidak diketahui
penyebabnya. Frozen shoulder lebih banyak terjadi pada wanita dari pada pria
dan biasanya terjadi usia lebih dari 41 tahun. Biasanya terjadi pada lengan
yang tidak digunakan dan lebih memungkinkan terjadi pada orang-orang yang
melakukan pekerjaan dengan gerakan bahu yang lama dan berulang.
b Sekunder frozen shoulder
Yaitu frozen yang diikuti trauma yang
berarati pada bahu misal fraktur, dislokasi, luka baker yang berat, meskipun
cedera ini mungkin sudah terjadi beberapa tahun sebelumnya.
2.
Anatomi Fungsional Sendi Bahu (Shoulder Joint)
Secara anatomi
sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and socket joint) yang terdiri
atas bonggol sendi dan mangkuk sendi, gambar 2. 2. Cavitas sendi bahu
sangat dangkal, sehingga memungkinkan seseorang dapat menggerakkan lengannya
secara leluasa dan melaksanakan aktifitas sehari-hari. Namun struktur yang
demikian akan menimbulkan ketidakstabilan sendi bahu dan ketidakstabilan ini
sering menimbulkan gangguan pada bahu.
Sendi bahu merupakan
sendi yang komplek pada tubuh manusia dibentuk oleh tulang-tulang yaitu :
scapula (shoulder blade),clavicula (collar bone), humerus (upper arm bone),
dan sternum. Daerah persendian bahu mencakup empat sendi, yaitu sendi sternoclavicular,
sendi glenohumeral, sendi acromioclavicular, sendi scapulothoracal.
Empat sendi tersebut bekerjasama secara secara sinkron. Pada sendi glenohumeralsangat
luas lingkup geraknya karena caput humeri tidak masuk ke dalam mangkok
karena fossa glenoidalis dangkal (Sidharta, 1984).
Berbeda dngan cara
berpikir murni anatomis tentang gelang bahu, maka bila dipandang dari sudut
klinis praktis gelang bahu ada 5 fungsi persendian yang kompleks, yaitu:
a. Sendi Glenohumerale
Sendi glenohumeral dibentuk oleh caput
humeri yang bulat dan cavitas glenoidalisscapula yang dangkal dan
berbentuk buah per. Permukaan sendi meliputi oleh rawan hyaline, dan cavitas
glenoidalis diperdalam oleh adanya labrum glenoidale (Snell, 1997).
Dibentuk oleh caput humerrus dengan
cavitas glenoidalisscapulae, yang diperluas dengan adanya cartilago pada
tepi cavitas glenoidalis, sehingga rongga sendi menjadi lebih dalam.
Kapsul sendi longgar sehingga memungkinkan gerakan dengan jarak gerak yang
lebih luas. Proteksi terhadap sendi tersebut diselenggarakan oleh acromion,
procecus coracoideus, dan ligamen-ligamen. Tegangan otot diperlukan
untuk mempertahankan agar caput humerus selalu dipelihara pada cavitas
glenoidalisnya.
Ligamen-ligamen yang memperkuat sendi glenohumeral
antara lain ligamenglenoidalis, ligamenhumeral tranversum, ligamencoraco
humeral dan ligamencoracoacromiale, serta kapsul sendi melekat pada cavitas
glenoidalis dan collum anatomicum humeri (Snell, 1997).
Ligament yang
memperkuat antara lain:
1) ligamentumcoraco humerale, yang membentang dari procesus
coracoideus sampai tuberculum humeri.
2) ligament coracoacromiale, yang membemtang dari procesus
coracoideus sampai acromion.
3) ligament glenohumerale, yang membentang dari tepi cavitas
glenoidalis ke colum anatobicum, dan ada 3 buah yaitu:
a) ligament gleno humerale superior, yang melewati articulatio sebelah
cranial
b) Ligament glenohumeralis medius, yang melewati articulatio
sebelah ventral.
c) Ligamentum gleno humeralis inferius, yang melewati articulation
sebelah inferius.
Bursa-bursa yang ada pada shoulder joint:
1) Bursa otot latisimus dorsi, terletak pada tendon otot teres
mayor dan tendon latisimus dorsi.
2)
Bursa infra spinatus, terdapat pada tendon
infra spinatus dan tuberositashumeri.
3) Bursa otot pectoralis mayor, terletak pada sebelah depan insersio
otot pectoralis mayor.
4) Bursa subdeltoideus, terdapat diatas tuberositas
mayus humeri dibawah otot deltoideus.
5) Bursa ligament coraco clavikularis, terletak diatas ligamentum
coracoclaviculare.
6) Bursa otot subscapularis terletak diantar sisi glenoidalis
scapulae dengan otot subscapularis.
7) Bursa subcutanea acromialis, terletak diatas acromion dibawah
kulit
Ada dua tipe dasar gerakan tulang atau osteokinematika
pada sendi glenoidal yaitu rotasi atau gerakan berputar pada suatu aksis
dan translasi merupakan gerakan menurut garis lurus dan kedua gerakan
tersebut akan menghasilkan gerakan tertentu dalam sendi atau permukaan sendi
yang disebut gerakan artrokinematika.Rotasi tulang atau gerakan
fisiologis akan menghasilkan gerakan roll-gliding di dalam sendi dan translasi
tulang menghasilkan gerakan gliding, traction ataupun compression
dalam sendi yang termasuk dalam joint play movement (Mudatsir, 2002).
Ada dua tipe dasar gerakan tulang atau osteokinematika
adalah rotasi atau gerakan berputar pada suatu aksis dan translasi
merupakan gerakan menurut garis lurus dan kedua gerakan tersebut akan
menghasilkan gerakan tertentu dalam sendi atau permukaan sendi yang disebut
gerakan artrokinematika. Rotasi tulang atau gerakan fisiologis
akan menghasilkan gerakan roll-gliding di dalam sendi dan translasi
tulang menghasilkan gerakan gliding, traction ataupun compression
dalam sendi yang termasuk dalam joint play movement (Mudatsir, 2002).
Gerakan arthrokinematika pada sendi
gleno humeralyaitu : (1) gerakan fleksi terjadi rollingcaput
humeri ke anterior, sliding ke posterior (2) gerakan abduksi
terjadi rollingcaput humeri ke cranio posterior, sliding
ke caudo ventral (3) gerakan eksternal rotasi terjadi rollingcaput
humeri ke dorso lateral, sliding ke ventro medial (4)
gerakan internal rotasi terjadi rollingcaput humeri ke ventro
medial dan sliding ke dorso lateral (Kapanji, 1982).
b. Sendi sterno claviculare
Dibentuk oleh extremitas glenoidalis
clavikula, dengan incisura clavicularis sterni. Menurut bentuknya
termasuk articulation sellaris, tetapi fungsionalnya glubiodea.
Diantar kedua facies articularisnya ada suatu discus articularis
sehingga lebih dapat menyesuikan kedua facies
articularisnya dan sebagai cavum srticulare. Capsula articularis
luas,sehingga kemungkinan gerakan luas.
Ligamentum yang memperkuat:
1) ligamentum interclaviculare, yang membentang diantara medial
extremitassternalis, lewat sebelah cranial incisura jugularis sterni.
2) ligamentum costoclaviculare, yang membentang diantara costae
pertama sampai permukaan bawah clavicula.
3) ligamentum sterno claviculare, yang membentang dari bagian tepi caudal
incisura clavicularis sterni, kebagian cranial extremitas sternalis
claviculare.
Gerak osteokinematika yang terjadi adalah gerak elevasi 45°
dan gerak depresi 70°, serta protraksi 30° dan retraksi 30°.
Sedangkan gerak osteokinematikanya meliputi: (1) gerak protraksi terjadi
roll clavicula kearah ventral dan slide kearah ventral,
(2) gerak retraksi terjadi roll clavicula kerah dorsal dan
slide kearah dorsal, (3) gerak elevasi terjadi roll
kearah cranial dan slide kearah caudal, gerak fleksi
shoulder 10° (sampai fleksi 90°) terjadi gerak elevasi berkisasr
4°, (4) gerak depresi terjadi roll ke arah caudal dan
slide clavicula kearah cranial.
c. Sendi acromioclaviculare
Dibentuk oleh extremitas
acromialisclavicula dengan tepi medial dari acromion scapulae.
Facies articularisnya kecil dan rata dan dilapisi oleh fibro
cartilago. Diantara facies articularis ada discus artucularis.
Secara morfologis termasuk ariculatio ellipsoidea, karena facies
articularisnya sempit, dengan ligamentum yang longgar.
Ligamentum yang memperkuatnya:
1)
ligamentacromio claiculare, yamg membentang
antara acromion dataran ventral sampai dataran caudal
clavicula.
2)
ligament coraco clavicuculare, terdiri dari 2
ligament yaitu:
a) Ligamentum conoideum, yang membentang antara dataran medial
procecuscoracoideus sampai dataran caudal claviculare.
b) Ligamentum trapezoideus, yang membentang dari dataran lateral
procecuscoraoideus sampai dataran bawah clavicuare,
Gerak osteokinematika sendi acromio
clavicularis selalu berkaitan dengan gerak pada sendi scapulothoracalis saat
elevasi diatas kepala maka terjadi rotasi clavicula mengitari
sumbu panjangnya. Rotasi ini menyebabkan elevasi clavicula, elevasi
tersebut pada sendi sterno clavicularis kemudian 30% berikutnya pada rotasi
clavicula.
d. Sendi subacromiale
Sendi subacromiale berada
diantara arcus acromioclaviculare yang berada di sebelah cranial dari
caput serta tuberositas humeri yang ada di sebeleh caudal,
dangan bursa subacromiale yang besar bertindak sebagai rongga sendi.
e. Sendi scapulo thoracic
Sendi scapulo
thoracic bukan sendi yang sebenarnya, hanya berupa pergerakan scapula terhadap
dinding thorax [(Sri surini, dkk),2002].
Gerak osteokinematika
sendi ini meliputi gerakan kerah medial lateral yang dalam klinis
disebut down ward-up wardrotasi juga gerak kerah cranial-caudal
yang dikenal dengan gerak elevasi-depresi.
Join play
movement adalah
istilah yang digunakan pada Manipulative therapy untuk menggambarkan apa
yang terjadi didalam sendi ketika dilakukan gerakan translasi,
gerakan-gerakan tersebut dilakukan secara pasif oleh terapis pada saat
pemeriksaan maupun terapi. Ada 3 macam joint play movement: (1). Traction/
traksi, (2). Compression/ kompresi, (3). Gliding.
1) Gliding
Gliding yaitu gerakan permukaan sendi dimana
hanya ada satu titik kontak pada satu permukaan sendi yang selalu kontak dengan
titik kontak yang baru (selalu berubah) pada permukaan sendi laannya. Arah gliding
permukaan sendi sesuai dengan hukum konkaf konvek yaitu : jika permukaan
sendi konkaf, maka arah gliding berlawanan dengan gerakan tulang.
Sedangkan bila permukaan sendi konvek maka arah gliding searah dengan
gerakan tulang. Untuk sendi bahu arah gliding berlawanan dengan arah
gerakan tulang, karena pertmukaan sendi konfek bergerak peda permukaan
sendi konkaf (caput humei dengan cavitas glenoidal).
2) Traksi
Traksi adalah
gerakan translasi tulang yang arah geraknya tegak lurus dan menjauhi bidang
terapi sehimgga terjadi peregangan sendi, biasanya dapat mengurangi nyeri pada
sendi,
3) Kompresi
Kompresi
adalah gerakan translasi tulang yang arahnyategak lurus tetapi kedua pernukaan
sendi saling mendekati, biasanya akan menimbulkan nyeri (mudatsir, 2007).
Pelaksanaan
Join Play movement :
Join
Play dilakukan dengan pasien pada posisi tidur terlentang, rileks. Adapun
gerakannya yaitu; backward glide of the humerus, forward glide of the
humerus, lateral distraction of the humerus, caudal glide of the humerus,
backward glide of the humerus in abduktion, lateral distraktion of the humerus
in abduktion, anterior posterior dan cepalo caudal movement the clavicula in
acromio clavicula, anterior posterior dan cepalo caudal movement the clavicula
in sterno clavicula, dan general movement of the scapula (magee).
3. Etiologi
Etiologi dari frozen shoulder
akibat capsulitis adhesiva masih belum diketahui dengan pasti. Adapun
faktor predisposisinya antara lain periode immobilisasi yang lama, akibat
trauma, over use, injuries atau operasi pada sendi, hyperthyroidisme,
penyakit cardiovascular,clinical depression dan Parkinson.
Adapun beberapa teori yang
dikemukakan AAOS tahun 2007
mengenai frozen shoulder, teori tersebut adalah :
a. Teori hormonal.
Pada umumnya frozen shoulder
terjadi 60% pada wanita bersamaan dengan datangnya menopause.
b. Teori genetik.
Beberapa studi mempunyai komponen
genetik dari frozen shoulder, contohnya ada beberapa kasus dimana kembar
identik pasti menderita pada saat yang sama.
c. Teori auto immuno.
Diduga penyakit ini merupakan respon
auto immuno terhadap hasil-hasil rusaknya jaringan lokal.
d. Teori postur.
Banyak studi yang belum diyakini
bahwa berdiri lama dan berpostur tegap menyebabkan pemendekan pada salah satu
ligamen bahu.
4.
Patologi
Kapsul sendi terdiri dari selaput
penutup fibrosa padat, suatu lapisan dalamnya terbentuk dari jaringan
penyambung berpembuluh darah banyak dan sinovium, yang berbentuk suatu
kantong yang melapisi seluruh sendi, dan membungkus tendon-tendon yang
melintasi sendi, sinovium tidak meluas melampaui permukaan sendi tetapi
terlipat sehingga memungkinkan gerakan secara penuh. Sinovium menghasilkan
cairan yang sangat kental yang membasahi permukaan sendi. Cairan sinovium
normalnya bening, tidak membeku, tidak berwarna. Jumlah yang di permukaan sendi
relative kecil (1-3 ml). Cairan sinovium juga bertindak sebagai sumber
nutrisi bagi tulang rawan sendi. Capsulitis adhesiva merupakan
kelanjutan dari lesi rotator cuff, karena terjadi peradangan atau
degenerasi yang meluas ke sekitar dan ke dalam kapsul sendi dan mengakibatkan
terjadinya reaksi fibrous. Adanya reaksi fibrous dapat diperburuk
akibat terlalu lama membiarkan lengan dalam posisi impingement yang
terlalu lama (Appley, 1993).
Sindroma nyeri bahu sangat komplek dan
sulit untuk diidentifikasi satu persatu bagian secara detail. Guna memahami
penyebab dan patologi sindroma nyeri bahu, maka dapat dikelompokkan menjadi:
a. Faktor Penyebab:
1) Faktor penyebab gerak dan fungsi, yang terkait
dengan aktifitas gerak dan struktur anatomi
2) Faktor
penyebab penyebab secara neurogenik yang berkaitan dengan keluhan neurologik
yang menyertai baik secara langsung maupun tidak langsung yang berupa nyeri
rujukan.
b. Berdasarkan sifat keluhan nyeri bahu dapat
dikelompokkan menjadi 2
yaitu :
(a) Kelompok spesifik, mengikuti pola kapsuler
dan
(b) Kelompok tidak spesifik sebagai kelompok yang
bukan mengikuti pola kapsuler.
5. Tanda dan gejala
a. Nyeri
Pasien berumur 40-60 tahun, dapat
memiliki riwayat trauma, seringkali ringan, diikuti sakit pada bahu dan lengan
nyeri secara berangsur-angsur bertambah berat dan pasien sering tidak dapat
tidur pada sisi yang terkena. Setelah beberapa lama nyeri berkurang, tetapi
sementara itu kekakuan semakin terjadi, berlanjut terus selama 6-12 bulan
setelah nyeri menghilang. Secara berangsur-angsur pasien dapat bergerak
kembali, tetapi tidak lagi normal ( Appley,1993 ).
b. Keterbatasan Lingkup gerak sendi
Capsulitis adhesive ditandai dengan adanya keterbatasan
luas gerak sendi glenohumeral yang nyata, baik gerakan aktif maupun
pasif. Ini adalah suatu gambaran klinis yang dapat menyertai tendinitis,
infark myokard, diabetes melitus, fraktur immobilisasi
berkepanjangan atau redikulitis cervicalis. Keadaan ini biasanya
unilateral, terjadi pada usia antara 45–60 tahun dan lebih sering pada wanita.
Nyeri dirasakan pada daerah otot deltoideus.
Bila terjadi pada malam hari sering sampai mengganggu tidur. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan adanya kesukaran penderita dalam mengangkat lengannya (abduksi),
sehingga penderita akan melakukan dengan mengangkat bahunya (srugging)
(Heru P Kuntono,2004).
c.
Penurunan
Kekuatan otot dan Atropi otot
Pada
pemeriksaan fisik didsapat adanya kesukaran penderita dalam mengangkat
lengannya (abduksi) karena penurunan kekuatan otot. Nyeri dirasakan pada daerah
otot deltoideus, bila terjadi pada malam hari sering menggangu tidur.
Pada pemeriksaan didapatkan adanya kesukaran penderita dalam mengangkat
lengannya (abduksi), sehingga penderita akan melakukandengan mengangkat
bahunya (srugging). Juga dapat dijumpai adanya atropi bahu (dalam
berbagaoi tingkatan). Sedangkan pemeriksaan neurologik biasanya dalam batas
normal (Heru P Kuntono, 2004).
d. Gangguan aktifitas fungsional
Dengan adanya
beberapa tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada penderita frozen
shoulder akibat capsulitis adhesiva seperti adanya nyeri,
keterbatasan LGS, penurunan kekuatan otot dan atropi maka secara
langsung akan mempengaruhi (mengganggu) aktifitas fungsional yang dijalaninya.
4. Komplikasi.
Pada kondisi
frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva yang berat dan tidak
dapat mendapatkan penanganan yang tepat dalam jangka waktu yang lama, maka akan
timbul problematik yang lebih berat antara lain : (1) Kekakuan sendi bahu (2)
Kecenderungan terjadinya penurunan kekuatan otot-otot bahu (3) Potensial
terjadinya deformitas pada sendi bahu (4) Atropi otot-otot
sekitar sendi bahu (5) Adanya gangguan aktifitas keseharian (AKS).
5. Diagnosis banding
Kekakuan pasca trauma setelah setiap
cedera bahu yang berat, kekakuan dapat bertahan beberapa bulan. Pada mulanya
kekurangan ini maksimal dan secara berangsur-angsur berkurang, berbeda dengan
pola bahu beku ( Appley,1993)
Kondisi pembanding dari kondisi
Frozen shoulder yang diakibatkan capsulitis adhesiva antara lain: 1) Bursitis
subacromial, 2) Tendinitis bicipitalis 3) Lesi rotator cuff
B.
Problematika Fisioterapi.
Adapun
berbagai macam gangguan yang ditimbulkan dari frozen shoulder adalah
sebagai berikut :
1. Impairment.
Pada
kasus frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva permasalahan
yang ditimbulkan antara lain adanya nyeri pada bahu, keterbatasan lingkup gerak
sendi dan penurunan kekuatan otot di sekitar bahu.
2. Functional
limitation.
Masalah-masalah
yang sering ditemui pada kondisi-kondisi frozen shoulder adalah
keterbatasan gerak dan nyeri, oleh karena itu dalam keseharian sering ditemukan
keluhan-keluhan seperti tidak mampu untuk menggosok punggung saat mandi,
menyisir rambut, kesulitan dalam berpakaian, mengambil dompet dari saku
belakang kesulitan memakai breast holder (BH) bagi wanita dan gerakan-gerakan lain yang
melibatkan sendi bahu (Appley, 1993).
3. Participation
restriction.
Pasien
yang mengalami frozen shoulderakan menemukan hambatan untuk melakukan
aktifitas sosial masyarakat karena keadaannya, hal ini menyebabkan pasien
tersebut tidak percaya diri dan merasa kurang berguna dalam masyarakat, tapi
pada umumnya frozen shoulder jarang menimbulkan disability atau
kecacatan.
C.
Teknologi Interfensi Fisioterapi
1. Diatermi
gelombang pendek (Short Wave
Diathermy/ SWD)
Short
wave diathermy merupakan suatu pengobatan dengan menggunakan stressor berupa
energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus listrik bolak- balik
frekuensi 27, 12 MHz, dengan panjang gelombang 11m.
Efektifitas
dalam penggunaan SWD ditentukan oleh penentuan intensitas dan dosis.Intensitas
ditentukan oleh perasaan penderita terhadap panas yang diterimanya. Besar
kecilnya intensitas bersifat subjektif tergantung sensasi panas yang diterima
pasien oleh karena itu antara orang satu dengan lainnya mungkin bisa berbeda
intensitas SWD yang diberikan . Menurut schliphake, intensitas dibagi menjadi
empat tingkat yaitu : (a) Intensitas submitis (penderita tidak merasakan
panas), (b) Intensitas mitis (penderita merasakan sedikit panas), (c)
Intensitas normalis (penderita merasakan hangat yang nyaman), (d) Intensitas fortis
(Penderita merasakan panas yang kuat, tapi masih bisa ditahan).
Tujuan terapi panas yang dihasilkan pada
pemberian SWD ini adalah:
a) Mengurangi nyeri
Adanya gejala nyeri menunjukkan dalam
keadaan tidak normal. Jaringan tersebut merupakan sumber nyeri, keadaan yang
tidak normal tadi memberikan iritasi kepada reseptor nyeri. Stimulus
tadi selanjutnya akan dihantarkan oleh serabut “C” tanpa myelin (nyeri
tumpul, lamban, diffuse) atau serabut “A” delta bermielin (nyeri
tajam, cepat). Panas yang diberikan akan memberikan efek sedative karena
adanya kenaikan nilai ambang nyeri.karena adanya vasodilatasi akan
memperlancar pembuangan zat “pain producing substance” (Sri Mardiman,
1989).
b) Memberikan relaksasi otot- otot spasme
Nyeri bahu akan merangsang reaksi
protektif dari tubuh berupa spasme otot- otot sekitar bahu. Ini dimaksudkan
untuk memfiksir sendi bahu agar tidak bergerak, yang selanjutnya akan terhindar
rasa nyeri. Reaksi spasme itu sendiri akan menghambat sistem peredaran darah
setempat yang mengakibatkan terhambatnya reorgnisasi jaringan dan “pain
producing substance”. Hal ini akan menambah nyeri, sehingga siklus yang
tidak menguntungkan, sel-sel abnormal yang menyebabkan bengkak dan nyeri oleh
pengaruh medan magnit yang ditimbukan oleh gelombang pulsa SWD, sel-sel
abnormal dapat dinormalkan (Sri Mardiman,
1989).
Syarat-syarat untuk menentukan indikasi
pemberian terapi dengan SWD:
1) Stadium dari penyembuhan luka
2) Sifat dari jaringan atau organ yang
mengalami kerusakan
3) Lokalisasi dari jaringan/ organ yang
mengalami kerusakan
2.
Terapi Manipulasi
Terapi manipulasi adalah suatu
gerakan pasif yang digerakkan dengan tiba- tiba, amplitude kecil dan kecepatan
yang tinggi, sehingga pasien tidak mampu menghentika gerakan yang terjadi ( Mudatsir, 2007 ).
Tujuan mobilisasi sendi adalah untuk
mengembalikan fungsi sendi normal dan tanpa nyeri. Secara mekanis, tujuannya
adalah untuk memperbaiki joint play movement dan dengan demikian
memperbaiki roll-gliding yang terjadi selama gerakan aktif. Terapi
manipulasi harus diakhiri apabila sendi telah mencapai LGS maksimal tanpa nyeri
dan pasien dapat melakukan gerakan aktif dengan normal (Heru P Kuntono, 2007).
Gerakan translasi (traksi dan gliding)
dibagi menjadi tiga gradasi. Gradasi gerakan ini ditentukan berdasarkan tingkat
kekendoran (slack) sendi yang dirasakan fisioterapis saat melakukan
gerakan pasif seperti yang ditunjukkan pada Grade I
Grade
I traksi merupakan gerakan dengan amplitudo sangat kecil sehingga tidak
sampai terasa adanya geseran permukaan sendi. Kekuatan gaya tarik yang diberikan
sebatas cukup untuk menetralisir gaya kompresi yang bekerja pada sendi.
Kombinasi
antara tegangan otot, gaya kohevisitas kedua permukaan sendi dan tekiri
atmosfer menghasilkan gaya kompresi pada sendi.
Grade
II traksi dan gliding gerakan sampai terjadi slack taken up
jaringan di sekitar persendian meregang.
Grade
III traksi dan gerakan sampai diperoleh slack taken up kemudian
diberi gaya lebih besar lagi sehingga jaringan di sekitar persendian teregang.
Traksi untuk memperbaiki luas gerak sendi:
Traksi
mobilisasi grade III
efektif untuk memperbaiki mobilitas sendi karena dapat meregang (streatch)
jaringan lunak sekitar persendian yang memendek. Traksi-mobilisasi
dipertahamkan selama 7 detik atau lebih dengan kekuatan maksimal sesuai dengan
toleransi pasien. Antara dua traksi yang dilakukan, traksi tidak
perlu dilepaskan total keposisi awal melainkan cukup diturunkan kegrade II
dan kemudian lakukan traksi grade III lagi. (Mudatsir S, 2002).
3. Terapi Latihan.
Adapun metode yang digunakan adalah :
a.
Active exercise
Latihan
aktif disini bertujuan untuk menjaga serta menambah lingkup gerak sendi
(LGS).Disini penulis memberikan latihan dengan menggunakan metode free
active exercise.Gerakan dilakukan oleh kekuatan otot penderita itu sendiri
dengan tidak menggunakan suatu bantuan dan tahanan yang berasal dari
luar.Latihan ini bisa dilakukan kapan pun dan dimana pun penderita berada.
b.
Overhead pulley
Tujuan
dari pemberian overhead pulley adalah untuk menambah lingkup gerak sendi
dan meningkatkan nilai kekuatan otot dengan bantuan alat ini. Dengan adanya
gerakan yang berulang-ulang maka akan terjadi penambahan lingkup gerak sendi
serta menjaga dan menambah kekuatan otot jika diberi beban (Kisner, 1996).
c.
Codman pendulum exercis.
Codman pendulumexercise dilakukan pada stadium akut.
1) Tujuan :
Untuk mencegah perlengketan pada sendi
bahu dengan melakukan gerakan pasif sedini mungkin yang dilakukan pasien secara
aktif.
Gerakan pasif dilakukan untuk
mempertahankan pergerakan pada sendi & mencegah pelengketan permukaan
sendi. Sedangkan pencegahan gerakan aktif adalah untuk mencegah terjadinya
kontraksi otot- otot rotator cuff & abductor bahu
2) Cara melakukan:
Pasien
membungkukkan badan dan lengan yang
sakit tergantung vertical. Posisi ini menyebabkan lengan fleksi 90۫
pada bahu tanpa adanya kontraksi otot- otot deltoid maupun rotator
cuff. Gravitasi / gaya tarik bumi menyebabkan pemisahan permukaan sendi glenohumeral
sehingga kapsul sendi tersebut akan memanjang. Lutut pasien dalam keadaan fleksi
untuk mencegah timbulnya gangguan pada pinggang.
My good friend and I were just talking about this particular subject, jane is always wanting to prove me wrong! I am going to present her this particular write-up and additionally rub it in a little!
ReplyDeletehas diamond like clarity and also in order for this to be striking you must use both that and.
If I can do it you can do this too.
Brother Ink Cartridges
I was wondering if you ever considered changing the layout of your blog? Its very well written; I love what youve got to say. But maybe you could a little more in the way of content so people could connect with it better. Youve got an awful lot of text for only having one or two images. Maybe you could space it out better?
ReplyDeleteWhat is captcha code?, pls provide me captcha code codes or plugin, Thanks in advance.
TOP Google Ranking On Your Site